Sejarah Berdirinya Muhammadiyah (Versi Lengkap)


Bahan kuliah & Makalah : Sejarah Berdirinya Muhammadiyah (Versi Lengkap)

Oleh : Rinawati, STKIP Muhammadiyah Bogor

Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh kedua abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga kerja, misalnya, sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui mobilitas sosial kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai produk kolonial sekaligus produk orang kafir.

Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi yang terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam masyarakat pribumi yang telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam, mengaburkan identitas politik yang melekat pada penguasa kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di mata masyarakat umum.

Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial, maupun kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok masyarakat berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa, kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan India.

Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap sebagai upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling rendah walaupun dalam lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial.

Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, industri, dan perdagangan telah menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut. Sementara itu pula, tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut.

Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi sebagai dampak perluasan penanaman modal swasta asing maupun perluasan pertanian rakyat belum mampu menimbulkan perubahan ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar.

 

Sementara itu perluasan aktivitas ekonomi menimbulkan persaingan yang semakin besar sehingga para pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan produk impor yang lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal, sedangkan para peclagang pribumi juga harus bersaing ketat dengan pedagang asing yang terus mendominasi perdagangan lokal, regional, maupun internasional. Dalam perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa tempat tidak lagi hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah berkembang menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun dalam bidang politik terjadi pergeseran dari kekuasan administratif yang tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingka t lokal, kontrol yang ketat pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap berlangsung.

Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang difokuskan pada bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX, telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui pembentukan beberapa lembaga pendidikan khusus bagi penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi, kesempatan ini tetap saja masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pribumi secara keseluruhan.

Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk pribumi, atau kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung utama masyarakat pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri.

Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang pendidikan Barat ini. Di samping dianggap sebagai perwujudan dari pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan sosial dan budaya lokal maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai faktor penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam.

Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara terbatas ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat maupun sikap terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal hanya terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang lebih makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan “organisasi modern” merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan dengan ide-ide baru tersebut.

Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru kemudian didirikan, dan perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah perkotaan.

Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam masyarakat Muslim itu sendiri.

Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat dari ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid’ah, khurafat, dan syi’ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur’an yang menjadi sumber ajaran hanya

diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah khilafiyah dan firu’iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifat laten.

Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin Al-Afgani banyak bergerak dalam bidang politik, yang diarahkan pada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat.

Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi kestatisan, syirik, bid’ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam. Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir, yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar dan kuat.

Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni.

Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan, dan wayang. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada laporan T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja.

Selain itu, K.H. Ahmad Rifa’i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat disegani oleh pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan bahwa pengamalan agama Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah Islalamiyah dan harus diluruskan. Interaksi reguler antara sekelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di samping unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan pengamalan ajar-an Islam yang sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi dalam bentuk gerakan yang dikenal sebagai “kaum tua” berhadapan dengan “kaum muda” atau antara kelompok “pembaharuan” berhadapan dengan “antipembaharuan”. Sementara itu, krisis yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain disebabkan oleh dinamika internal juga tidak dapat dipisahkan dengan perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal muncul sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam pengertian idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi sepanjang abad XIX dan awal abad XX, seperti: Perang Diponegoro, Perang Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang semuanya diwarnai oleh unsur Islam yang sangat kental.

Akibatnya, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman langsung dari eksistensi kekuasaan kolonial ini. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan Islam selalu dicurigai dan dianggap sebagai langkah untuk melawan penguasa. Oleh sebab itu, berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh C. Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX pemerintah kolonial secara tegas memisahkan Islam dari politik, akan tetapi Islam sebagai ajaran agama dan kegiatan sosial dibiarkan berkembang walaupun tetap berada dalam pengawasan yang ketat. Kecurigaan pemerintah kolonial yang berlebihan terhadap Islam ini membatasi kreativitas umat, baik dalam pengertian ajaran, pemikiran, maupun penyesuaian diri dengan dinamika dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat secara umum.

Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama tertentu pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu.  Pemerintah kolonial juga berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi konflik sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh missi Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending sebagai pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana yang besar dari pemerintah.

 

Ahmad Dahlan dan Pembentukan Muhammmadiyah di tengah-tengah kondisi tidak menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai salah seorang yang perduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat pribumi secara umum maupun masyarakat Muslim secara khusus. Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pacla tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga Muhammad Darwis dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa.

Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai 5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya anak-anak di Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan informal agama Islam, sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran. Menurut cerita, sejak kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan dalam penguasaan ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang sebaya.

Ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan.  Seperti anak laki-laki yang lain, Muhammad Darwis juga sangat senang bermain layang-layang dan gasing. Seiring dengan perkembangan usia yang semakin bertambah, Muhammad Dalwis yang sudah tumbuh remaja mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar membaca Quran. Ia belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan KH. Muhammad Nur.

Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang.  Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890, beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889.

Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf.

Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca kitah-kitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca Ahmad Dahlan yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli buku menggunakan sebagian dari modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji yang pertama, yang sebenarnya diberikan oleh keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk memperdalam ilmu agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun 1903, dan bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama maupun dari guru-guru yang lain.

Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh Sa’ id Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi’i, sementara itu ilmu falaq dipelajari pada Kyai Asy’ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.

Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz AL-Ulum, Dairah Al Ma’arif karangan Farid Wajdi, Fi Al -Bid’ah karangan Ibn Taimiyah, Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyah karangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan Rahmah al Hindi, Tafsshil al-Nasyatain Tashil al Sa’adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha Allah, dan Al-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas.

Pengalaman Ahmad Dahlan mengajar agama Islam di dalam masyarakat dimulai setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji pertama. Ahmad Dahlan mulai dengan membantu ayahnya mengajar para murid yang masih kanak-kanak dan remaja. Dia mengajar pada siang hari sesudah dzuhur, dan malam hari, antara maghrib sampai isya. Sementara itu, sesudah ashar Ahmad Dahlan mengikuti ayahnya yang mengajar agama Islam kepada orang-orang tua. Apabila ayahnya berhalangan, Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya memberikan pelajaran sehingga akhirnya ia mendapat sebutan kyai, sebagai pengakuan terhadap kemampuan dan pengalamannya yang luas dalam memberikan pelajaran agama Islam.

Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama Islam yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam  dunia Islam, serta pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini sehingga sering muncul ide dan aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu saja ketika sedang bertugas piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara rutin memberikan pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar ketika ia sedang melakukan piket.

Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar, seperti persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru ini tidak begitu saja bisa dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi masjid besar karena mempersoalkan arah kiblat salat merupakan suatu hal yang sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya terbatas pada para ulama yang sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung Kauman. Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di surau milik keluarganya di Kauman.

Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng KyaiPenghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.

Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid.

Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan Ahmad Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa Tengah.  Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anak- anak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti pengajian untuk para guru dan pamong praja yang berlangsung setiap malam Jum`at.

Pembentukan ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat dipisahkan dari proses sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta dengan alur pergerakan sosial- keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad XX. Sebagai seorang pedagang sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta, Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus, Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu dengan para ulama, pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang sama-sama menjadi pedagang atau bukan.

Dalam pertemuan-pertemuan itu mereka berbicara tentang masalah agama Islam maupun masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara langsung berhubungan dengan kemunculan, kestatisan, atau keterbelakangan penduduk Muslim pribumi di tengah- tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks pergerakan sosial keagamaan, budaya, dan kebangsaan, hal ini dapat diungkapkan dengan adanya interaksi personal maupun formal antara Ahmad Dahlan dengan organisasi seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam, dan Jamiat Khair, maupun hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian, terutama dengan Budi Utomo.

Secara personal Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di Yogyakarta yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pimpinan Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta. Melalui Joyosumarto ini kemudian Ahmad Dahlan berkenalan dengan dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan sering menghadiri rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta walaupun secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak mendengar tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi dan kehadirannya dalam pertemuan -pertemuan resmi, Ahmad Dahlan kemudian secara resmi menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909.

Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa, melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu, pada sekitar tahun 1910 Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern.

Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam Jamiat Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang Islam, ia juga mendapat pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal yang baru dan sangat berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada masa selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satuorganisasi.

Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering memanfaatkan forum pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah acara resmi selesai. Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam.

Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat sebagai guru di Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju dan memberikan izin.  Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore.

Dalarn mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca Quran, Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pelajaran agama Is1am pada hari Sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang ke rumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, pengalaman berorganisasi di Budi Utomo dan Jamiat Khair memberikan pelajaran kepada siswa Kweekschool dan didukung oleh perkembangan pendapat masyarakat umum pada waktu itu yang mulai menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting bagi kemajuan penduduk pribumi. Oleh karena itu, Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan Ahmad Dahlan menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada para santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sebagian besar dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide pendidikan sistem sekolah tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama Islam.

Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per-satu berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya, Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum. Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan sendiri oleh Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu suren.

Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anak-anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian sekolah tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitarnya kecuali beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan dengan lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang.

Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal.

R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad.

Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil, seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi rumahnya.

Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.

Salah seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada hari Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh Ahmad Dahlan sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu dapat terus berlangsung walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis.

Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi.

Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif, melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda.

Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola sekolah yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup penyebaran dan pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di Kweekscbool Jetis.

Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama “Muhammadiyah”, nama yang berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW.”‘ Berdasarkan nama itu diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah.

Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum. Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.

Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang beragama Islam.

******

Sumber : http://www.muhammadiyah.or.id

 

PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

KATA PENGANTAR

EDISI KETIGA

Sejak dikumandangkan sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia, penggunaan bahasa

Indonesia makin luas ke berbagai bidang kehidupan, bahkan berpeluang menjadi bahasa ilmu

pengetahuan. Peluang itu makin nyata setelah bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa Negara

(UUD 1945, Pasal 36) yang menepatkan bahasa itu sebagai bahasa resmi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan bahasa pengantar pendidikan serta bahasa dalam pengembangan ilmu penge-tahuan dan teknologi. Untuk itulah, diprlukan pengembangan peristilahan bahasa Indonesia da-lam berbagai bidang ilmu, terutama untuk kepentingan pendidikan anak-anak bangsa.

Kekayaan peristilahan suatu bahasa dapat menjadi indikasi kemajuan peradaban bangsa

pemilik bahasa itu karena kosakata, termasuk istilah, merupakan sarana pengungkap ilmu dan

teknologi serta seni. Sejalan dengn perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

Indonesia dari waktu ke waktu, perkembangan kosakata/istilah trus menunjukkan kemajuan. Ke-majuan itu makin dipacu ketika kerja sama pengembangan bahasa kebangsaan bersama Malaysia

diarahkan pada pengembangan peristilahan. Dalam upaya member panduan dalam pengem-bangan peristilahan itulah disusun  Pedoman Umum Pembentukan Istilah  yang pertama terbit

tahun 1975. Setelah digunakan sekitar 14 tahun, pedoman itu disempurnakan kembali dan diter-bitkan sebagai edisi kedua dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

0389/0/1988 tanggal 11 Agustus 1988. Di dalam prakata Pedoman Umum Pembentukan Istilah

edisi pertama berdasarkan pada Lembaran UNESCO: ISO/TC 32, International Organization for

Standardization, Draft ISO Recommendation, No. 781, Vocabulary of Terminology. Dalam edisi

ini perlu dikemukakan bahwa yang menangani peristilahan internasional bukan ISO/TC 32,

melainkan ISO/TC 37.

Perubahan tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi, telah mengubah pola pikir dan

perilaku  masyarakat.   Seluruh  sendi kehidupan  masyarakat   mengalami   perubahan,  terutama

mengarah pada persiapan memasuki tatanan baru tersebut. Penggunaan bahasa asing, terutama

bahasa   Inggris,   memasuki   berbagai   sendi   kehidupan,   terutama   dalam   perkembangan   ilmu

pengetahuan  dan teknologi. Perubahan itu mewarnai perkembangan  kosakata/istilah  bahasa

3

Indonesia. Kosakata/istilah bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia bersama masuknya

ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan kebudayaan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Berbagai perubahan itu perlu ditampung dalam proses pengalihan kosakata, khususnya istilah

bahasa asing, ke dalam  bahasa Indonesia. Untuk itu, pedoman pembentukan istilah yang tela

digunakan selama 30 tahun perlu ditinjau kembali agar menampung berbagai perubahan tersebut.

Dalam merealisasikan peninjauan kembali oedoman tersebut, pihak Indonesia mem-bentuk tim yang terdiri atas Prof. Dr. Anton M. Moeliono, Prof. Dr. Mien A. Rifai, dan Drs.

Fairul Zabadi (sekretaris) dengan penanggung jawab Dr. Dendy Sugono (Kepala Pusat Bahasa)

yang bertugas menyiapkan bahan penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang

dipaparkan dalam siding ke-15 Pakar Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia

(Mabbim) yang diselenggarakan tanggal 10—14 September di Denpasar. Ihwal peninjauan

kembali pedoman tersebut dibahas dalam Sidang ke-41 Mabbim yang diadakn di Makassar pada

tanggal 13—15 Maret 2002 dan pihak Mabbim Indonesia diberi kepercayaan untuk melakukan

revisi pedoman tersebut. atas dasar itu, pihak Indonesia melanjutkan pembahasan hasil revisi

pedoman tersebut dalam rapat-rapat khusus di Pusat Bahasa Jakarta. hasil revisi pihak Indonesia

itu dibahas dalam sidang ke-42 Mabbim di Brunei Darussalam. Pedoman Umum Pembentukan

Istilah yang telah dibahas tersebut disempurnakan kembali oleh pihak Indonesia berdasarkan

hasil pembahasan dalam sidang tersebut dan selanjutnya dibahas dalam Musyawarah Sekretariat

Mabbim di Jakarta dengan wakil ketiga Negara anggota Mabbim, yaitu Dr. Dendy Sugono, Prof.

Dr. Anton M. Moeliono, Prof. Dr. Mien A. Rifai (Indonesia), Prof. Dr. DAto Hajah Asmah Haji

Omar   (Malaysia),  dan   Dr.  Mataim bin   Bakar  (Brunei  Darussalam).  Pembahasan   terutama

ditekankan   pada   bagan   prosedur   pembentukan   istilah   dan   masing-masing   negara   anggota

menyempurnakan pedoman tersebut. hasil penyempurnaan pedoman itu dibahas oleh Kelompok

Khusus yang dihadiri oleh wakil keiga negara anggota tersebut dalam Sidang Ke-17 Pakar

Mabbim di pulau Langkawi, Malaysia pada tanggal 8—12 September 2003, Indonesia diwakili

oleh Prof. Dr. Anton M. Moeliono. Akhirnya, hasil penyempurnaan pedoman tersebut diterima

sebagai hasil putusan Sidang Ke-43 Mabbim di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 9—11

Maret 2004 untuk diberlakukan di negara anggota Mabbinm dan diterbitkan sesuai dengan gaya

dan tata cara penerbitan yang berlaku di Negara masing-masing.

Pihak Mabbim Indonesia telah menerbitkan  hasil putusan Mabbim tersebut sebagai

Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 146/U/2004 dan diluncurkan pada acara pembukaan Sidang Ke-44 Mabbim di

Mataram, Indonesia pada tanggal 7 Maret 2005. Untuk itu, kepada anggota tim revisi dan semua

pihak   yang   membantu   penyempurnaan   dan   penerbitan   pedoman   edisi   ketiga   ini   saya

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus.

Penerbitan Pedoman Umum Pembentukan Istilah ini diharapkan dapat mempercepat laju

perkembangan istilaj bahasa Indonesia karena masyarakat dapat menciptakan istilah sendiri

berdasarkan tata cara pembentukan istilah yang dimuat dalam buku pedoman ini.

Jakarta, 28 Oktober 2005 Dendy Sugono

Kepala Pusat Bahasa

 

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

No. 146/U/2004 TENTANG PENYEMPURNAAN PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH

 

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang    :

a.   bahwa   dengan   Keputusan   Menteri   Pendidikan   Nasional   dan

Kebudayaan  Nomor  0389/U/ 1988 tanggal 11 Agustus 1988 telah ditetapka

peresmian berlakunya Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Kedua;

b. bahwa sebagai akibat perkembangan kehidupan masyarakat, dipandang perlu

menetapkan kembali Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penyempurnaan Pedoman

Umum Pembentukan Istilah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen,

sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2004;

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 Tahun 2000 tentang

Susunan   Organisasi   dan   Tugas   Departemen,   sebagaimana   telah   diubah   dengan   Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001;

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai

Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama :   Menyempurnakan  Pedoman   Umum   Pembentukan   Istilah,  sebagaimana

ditetapkan dengn Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0389/U/1988, menjadi

sebagimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Kedua :   Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 November 2004

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

ttd

Bambang Sudibyo

PRAKATA

EDISI PERTAMA

Kerja sama dan komunikasi di antara para ahli dan sarjana di lapangan pengetahuan dan

teknologi tambah lama perlu untuk menjamin kemajuan hidup yang dewasa ini dicirikan oleh

besarnya pengaruh ilmu dan teknologi di segala kehidupan dan kegiatan manusia.

Agar pertukaran informasi memperoleh hasil yang baik, istilah khusus, yang merupakan

sendi penting di dalam sistem ilmu pengetahuan, harus mempunyai makna yang sama bagi

semua orang yang menggunakannya. Kesepakatan umum tentang makna nama dan istilah khusus

serta penggunaannya secara konsisten akan menghasilkan keseragaman suatu kosakata khusus

yang memuat konsep, istilah, dan definisinya yang baku. Pembakuan tata nama dan tata istilah

khusus itu akan mempermudah pemahaman bersama dan memperlancar komunikasi ilmiah, baik

pada   taraf   nasional   maupun   pada   taraf   internasional,   serta   mengurangi   kekacauan,

kemaknagandaan, dan kesalahpahaman.

Di dalam pedoman umum ini, yang berdasar pada lembaran UNESCO: ISO/TC 32,

International   for   Standardization,   Draft   ISO   Recommendation,   No.   781,   Vocabulary   of

Terminology,  diberikan sekumpulan patokan dan saran yang dapat dipakai sebagai penuntun

dalam usaha pembentukan istilah. Pedoman khusus yang istimewa berlaku bagi suatu cabang

ilmu atau bidang tertentu sebaiknya   dijabarkan dari pedoman umum ini dan diperlengkapi

dengan peraturan tambahan yang perlu diterapkan.

Konsep pedoman  ini disusun oleh Profesor H. Johannes dan Anton M. Moeliono.

Naskahnya kemudian dibahas lebih lanjut di dalam Sanggar Kerja Peristilahan (Jakarta, 29—30

Juni 1973) yang dihadiri oleh empat puluh ahli terkemuka dari berbagai bidang ilmu. Naskah

yang direvisi, setelah itu, berulang-ulang diolah oleh Komisi Tata Istilah, Panitia Pengembangan

Bahasa Indonesia ( Profesor Andi Hakim Nasution, Ketua) dan Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia (Amran Halim dan Haji Suja bin Rahiman, Ketua).

Penyusunan  Pedoman   Umum   Pembentukan   Istilah  ini   telah   dimungkinkan   oleh

tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra

Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S. W. Rujiati Mulyadi, Ketua).

Kepada   segenap   instansi,   kalangan   masyarakat,   dan   perorangan   yang   telah

memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Agustus 1975 Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

DAFTAR SINGKATAN

K : konsonan

V : vocal

D : dasar

 

I. KETENTUAN UMUM

I.1 Istilah dan Tata Istilah

Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambing dan yang dengan cer-mat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan keten-tuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya.

Misalnya:

Anabolisme pasar modal

Demokrasi pemerataan

Laik terbang perangkap electron

I.2 Istilah Umum dan Istilah Khusus

Istilah umum  adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang karena dipakai secara

luas, menjadi unsur kosakata umum.

Misalnya:

Anggaran belanja penilaian

Daya radio

Nikah takwa

Istilah khusus  adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.

Misalnya:

Apendektomi kurtosis

Bipatride pleistosen

I.3 Persyaratan Istilah yang Baik

Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan kosakata

bahasa Indonesia yang berikut.

a. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan

konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna itu,

b. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang

tersedia yang mempunyai rujukan sama.

11

c. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik.

d. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar (eufonik).

e. Istilah   yang   dipilih   adalah   kata   atau   frasa   yang   bentuknya   seturut   kaidah   bahasa

Indonesia.

I.4 Nama dan Tata Nama

Nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda pengenal benda,

orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal.  Tata nama  (nomenklatur) adalah perangkat

peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu, seperti kimia dan biologi, beserta kumpulan

nama yang dihasilkannya.

Misalnya:

aldehida Primat

natrium klorida oryza sativa

II. PROSES PEMBENTUKAN ISTILAH

II.1Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya

Upaya kecendikiaan ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) telah dan terus menghasilkan

konsep ilmiah, yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Ada istilah

yang sudah mapan dan ada pula istilah yang masih perlu diciptakan. Konsep ilmiah yang su-

dah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai istilah yang ma-pan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, diguna-kan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia datang dari

luar negeri dan sudah dilambangkan dengan istilah bahasa asing. Di samping itu, ada ke-mungkinan bahwa kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan pencip-taan istilah baru.

II.2Bahan Baku Istilah Indonesia

Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memer-lukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang baru. bahasa Inggris yang kini

dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari ba-hasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari selu-ruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber,

terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur

serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa

Kuno, dan (3) bahsa asing, seperti bhasa Inggris dan bahasa Arab.

II.3Pemantapan Istilah Nusantara

Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti

bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara

luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.

II.4Pemadanan Istilah

Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa

serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan pe-nyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pe-makaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya.

Penulisan istilah serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan

kaidah fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.

II.4.1 Penerjemahan

13

II.4.1.1Penerjemahan Langsung

Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan kesesuaian makna tetapi

bentuknya tidak sepadan.

Misalnya:

Supermarket pasar swalayan

Merger gabungan usaha

Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna.

Misalnya:

Bonded  zone kawasan berikat

Skyscraper pencakar langit

Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosakata In-donesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indo-nesia. Jika timbul kesulitan dalam penyerapan istilah asing yang bercorak Anglo-Sakson ka-rena perbedaan antara lafal dan ejaannya, penerjemahan merupakan jalan keluar terbaik. Da-lam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.

a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata.

Misalnya :

Psychologist ahli psikologi

Medical practitioner dokter

b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk posi-tif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia ben-tuk negatif pula.

Misalnya :

Bound form  bentuk terikat (bukan bentuk takbebas)

Illiterate niraksara

Inorganic takorganik

c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah

terjemahannya.

Misalnya :

Merger (nomina) gabung usaha (nomina)

Transparent (adjektiva) bening (adjektiva)

(to) filter (verba) menapis (verba)

d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah kejamakannya ditang-galkan pada istilah Indonesia.

Misalnya :

Alumni lulusan

Master of ceremonies pengatur acara

Charge d’affaires kuasa usaha

II.4.1.2Penerjemahan dengan Perekaan

Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan isti-lah

baru.  Istilah  factoring,  misalnya,  sulit diterjemahkan  atau diserap  secara utuh. Da-lam

15

khazanah   kosakata   bahasa   Indonesia/Melayu   terdapat   bentuk  anjak  dan  piutang  yang

menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak piu-tang sebagai

padanan istilah factoring. Begitu pula pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention

menjadi rekacipta diperoleh lewat perekaan.

2.4.2 Penyerapan

2.4.2.1 Penyerapan Istilah

Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal

berikut.

a. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan bahasa Indo-nesia secara timbal balik (intertranslatability) mengingat keperluan masa depan.

b. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh pembaca In-donesia karena dikenal lebih dahulu.

c. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan terjemahan Indo-nesianya.

d.  Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar jika padanan ter-jemahannya terlalu banyak sinonimnya.

e. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak mengandung konotasi

buruk.

Proses penyerapn istilah asing, dengan mengutamakan bentuk visualnya, dilakukan dengan

cara yang berikut.

a. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal

Misalnya :

Camera …… kamera

Microphone….. mikrofon

System sistem

b. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal

Misalnya :

Design  desain

File fail

Science sains

c. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi dengan penyesuaian lafal

Misalnya :

Bias bias

Nasal nasal

Radar (radio detecting  radar

and ranging)

d. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal

1) Penyerapan istilah asing tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika ejaan dan

lafal istilah asing itu tidak berubah dalam banyak bahasa modern, istilah itu dicetak

dengan huruf miring.

Misalnya :

Allegro moderato divide et impera

17

Aufklarung dulce et utile

Status quo in vitro

Esprit de corps vis-à-vis

2) Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah itu juga di-pakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu tidak ditulis dengan huruf miring

(dicetak dengan huruf tegak).

Misalnya :

Golf golf

Internet internet

Lift lift

Orbit orbit

Sonar (sound navigation and ranging)  suara

2.4.2.2 Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing

a. Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk Terikat

Prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya

di dalam peristilahan Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Prefiks asing itu, antara lain,

ialah sebagai berikut.

a-, ab-, abs- (‘dari’, ‘menyimpang dari’, ‘menjauhkan dari’) tetap a-, ab-, abs-

amoral amoral

abnormal abnormal

abstract abstrak

a-, an- ‘tidak, bukan, tanpa’ tetap a-, an-

anemia anemia

aphasia afasia

aneurysm aneurisme

ad-, ac- ‘ke’, ‘berdekatan dengan’, ‘melekat pada’, menjadi ad-, ak-adhesion adhesi

acculturation akulturasi

am-, amb- ‘sekeliling’, ‘keduanya’ tetap am-, amb-ambivalence  ambivalensi

amputation amputasi

ana-, an- ‘ke atas’, ‘ke belakang’, ‘terbalik’ tetap ana-, an-anabolism anabolisme

anatropous anatrop

ante- ‘sebelum’, ‘depan’ tetap ante-antediluvian antediluvian

anterior anterior

anti-, ant- ‘bertentangan dengan’ tetap anti-, ant-anticatalyst antikatalis

anticlinal antiklinal

antacid antacid

apo- ‘lepas, terpisah’, ‘berhubungan dengan’ tetap apo-apochromatic apokromatik

apomorphine apomorfin

19

aut-, auto- ‘sendiri’,’bertindak sendiri’ tetap aut-, auto-autarky autarki

autostrada autostrada

bi- ‘pada kedua sisi’, ‘dua’ tetap bi-biconvex bikonveks

bisexual biseksual

cata- ‘bawah’, ‘sesuai dengan’ menjadi kata-cataclysm kataklisme

catalyst katalis

co-, com-, con- ‘dengan’, ‘bersama-sama’, ‘berhubungan dengan’ menjadi ko-, kom-, kon-coordination koordinasi

commission komisi

concentrate konsentrat

contra- ‘menentang’, ‘berlawanan’ menjadi kontra-contradiction kontradiksi

contraindication kontraindikasi

de- ‘memindahkan’, ‘mengurangi’ tetap de-dehydration dehidrasi

devaluation devaluasi

di- ‘dua kali’, ‘mengandung dua…’ tetap di-dichloride diklorida

dichromatic dikromatik

dia- ‘melalui’, ‘melintas’ tetap dia-diagonal diagonal

diapositive diapositif

dis- ‘ketiadaan’, ‘tidak’ tetap dis-disequilibrium disekuilibrium

disharmony disharmoni

eco- ‘lingkungan’ menjadi eko-ecology ekologi

ecospecies ekospesies

em-, en- ‘dalam’, ‘di dalam’ tetap em-, en-empathy empati

encenphalitis ensenfalitis

endo- ‘di dalam’ tetap endo-endoskeleton endoskeleton

endothermal endotermal

epi- ‘di atas’, ‘sesudah’ tetap epi-epigone epigon

epiphyte epifit

ex- ‘sebelah luar’ menjadi eks-exclave eksklave

21

exclusive eksklusif

exo-, ex- ‘sebelah luar’, ‘mengeluarkan’ menjadi ekso-, eks-exoergic eksoergik

exogamy eksogami

extra- ‘di luar’ menjadi ekstra-

extradition ekstradisi

extraterrestrial ekstraterestrial

hemi- ‘separuh’, ‘setengah’ tetap hemi-hemihedral hemihedral

hemisphere hemisfer

hemo- ‘darah’ tetap hemo-hemoglobin hemoglobin

hemolysis hemolisis

hepta- ‘tujuh’, ‘mengandung tujuh…’ tetap hepta-heptameter heptameter

heptarchy heptarki

hetero- ‘lain’, ‘berada’ tetap hetero-heterodox heterodoks

heterophyllous heterofil

hexa- ‘enam’, ‘mengandung enam…’ menjadi heksa-hexachloride heksaklorida

hexagon heksagon

hyper- ‘di atas’, ‘lewat’, ‘super’ menjadi hiper-hyperemia hiperemia

hypersensitive hipersensitif

hypo- ‘bawah’, ‘di bawah’ menjadi hipo-hipoblast hipoblas

hypochondria hipokondria

im-, in-, il- ‘tidak’, ‘di dalam’, ‘ke dalam’ tetap im-, in-, il-immigration imigrasi

induction induksi

illegal ilegal

infra- ‘bawah’, ‘di bawah’, ‘di dalam’ tetap infra-infrasonic infrasonik

infraspecific infraspesifik

inter- ‘antara’, ‘saling’ tetap inter-interference interferensi

international  internasional

intra- ‘di dalam’, ‘di antara’ tetap intra-intradermal intradermal

intracell intrasel

intro- ‘dalam’, ‘ke dalam’ tetap intro-

23

introjections introjeksi

introvert introvert

iso- ‘sama’ tetap iso-isoagglutinin isoaglutinin

isoenzyme isoenzim

meta- ‘sesudah’, ‘berubah’, ‘perubahan’ tetap meta-metamorphosis metamorfosis

metanephros metanefros

mono- ‘tunggal’, ‘mengandung satu’ tetap mono-monodrama monodrama

monoxide monoksida

pan-, pant/panto- ‘semua’, ‘keseluruhan’ tetap pan-, pant-, panto-panacea panasea

pantisocracy pantisokrasi

pantograph pantograf

para- ‘di samping’, ‘erat berhubungan dengan’, ‘hampir’ tetap para-paraldehyde paraldehida

parathyroid paratiroid

penta- ‘lima’, ‘mengandung lima’ tetap penta-pentahedron pentahedron

pentane pentane

peri- ‘sekeliling’, ‘dekat’, ‘melingkupi’ tetap peri-perihelion perihelion

perineurium perineurium

poly- ‘banyak’, ‘berkelebihan’ menjadi poli-polyglotism poliglotisme

polyphagia polifagia

pre- ‘sebelum’, ‘sebelumnya’, ‘di muka’ tetap pre-preabdomen preabdomen

premature premature

pro- ‘sebelum’, ‘di depan’ tetap pro-prothalamion protalamion

prothorax protoraks

proto- ‘pertama’, ‘mula-mula’ tetap proto-protolithic protolitik

prototype prototipe

pseudo-, pseudo- ‘palsu’ tetap pseudo-, pseudo-pseudomorph pseudomorf

pseudepigraphy pseudepigrafi

quasi- ‘seolah-olah’, ‘kira-kira’ menjadi kuasi-quasi-historical kuasihistoris

quasi-legislative kuasilegislatif

25

re- ‘lagi’, ‘kembali’ tetap re-reflection refleksi

rehabilitation rehabilitasi

retro- ‘ke belakang’, ‘terletak di belakang’ tetap retro-retroflex retrofleks

retroperitoneal retroperitoneal

semi- ‘separuhnya’, ‘sedikit banyak’, ‘sebagian’ tetap semi-semifinal semifinal

semipermanent semipermanen

sub- ‘bawah’, ‘di bawah’, ‘agak’, ‘hampir’ tetap sub-subfossil subfosil

submucosa submukosa

super-, sur- ‘lebih dari’, ‘berada di atas’ tetap super-, sur-superlunar superlunar

supersonic supersonik

surrealism surealisme

supra- ‘unggul’, ‘melebihi’ tetap supra-supramolecular supramolekular

suprasegmental suprasegmental

syn- ‘dengan’, ‘bersama-sama’, ‘pada waktu’ menjadi sin-syndesmosis sindesmosis

synesthesia sinestesia

tele- ‘jauh’, ‘melewati’, ‘jarak’ tetap tele-telepathy telepati

telescope teleskop

trans- ‘ke/di seberang’, ‘lewat’, ‘mengalihkan’ tetap trans-transcontinental transkontinental

transliteration transliterasi

tri- ‘tiga’ tetap tri-trichromat trikromat

tricuspid tricuspid

ultra- ‘melebihi’, ‘super’ tetap ultra-ultramodern ultramodern

ultraviolet ultraviolet

uni- ‘satu’, ‘tunggal’ tetap uni-unicellular uniseluler

unilateral unilateral

b. Penyesuaian Ejaan Sufiks

Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks yang utuh. Kata se-perti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar,

implemen, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks tersebut.

-aat (Belanda) menjadi -at

Advocaat advokat

27

Plaat pelat

Tractaat traktat

-able, -ble (Inggris) menjadi -bel

Variable variabel

Flexible flexible

-ac (Inggris) menjadi -ak

Maniac maniak

Cardiac kardiak

Almanac almanac

-age (Inggris) menjadi -ase

Sabotage sabotase

Arbitrage arbitrase

Percentage persentase

-air (Belanda), -ary (Inggris) menjadi -er

Complementair, complementary komplementer

Primair, primary primer

Secundair, secondary sekunder

-al (Inggris) menjadi -al

Credential kredensial

Minimal minimal

Mational nasional

-ance, -ence (Inggris) menjadi –ans, -ens

Ambulance ambulans

Conductance konduktans

Termophosphorescence termosfosforensens

Thermoluminescence termoluminesens

-ancy, -ency (Inggris) menjadi –ansi, -ensi

Efficiency efisiensi

Frequency frekuensi

Relevancy relevansi

-anda, -end, -andum, -endum (Belanda, Inggris) menjadi –anda, -en, -andum, -endum

Propaganda propaganda

Divindend dividen

Memorandum memorandum

Referendum referendum

-ant (Belanda, Inggris) menjadi -an

Accountant akuntan

Informant informan

Dominant dominan

-ar (Inggris) menjadi –ar, -er

Curricular kurikuler

Solar solar

29

-archie (Belanda), -archy (Inggris) menjadi -arki

Anarchie, anarchy anarki

Monarchie, monarchy monarki

-ase, -ose (Inggris) menjadi -ase, -osa

Amylase amilase

Dextrose dekstrosa

-asme (Belanda), asm (Inggris) menjadi -asme

Sarcasm, sarcasm sarkasme

Pleonasme, pleonasm pleonasme

-ate (Inggris) menjadi -at

Emirate emirat

Private privat

-atie (Belanda), -(a)tion (Inggris) menjadi -(a)si

Actie, action aksi

Publicatie, publication publikasi

-cy (Inggris) menjadi -asi, -si

Accountancy akuntansi

Accuracy akurasi

-eel (Belanda) yang tidak ada padanan dalam bahasa Inggris menjadi -el

Materieel materiel

Moreel morel

Principieel prinsipiel

-eel, aal (Belanda), -al (Inggris) menjadi -al

Formeel, formal formal

Ideaal, ideal ideal

Materiaal,material material

-et, ette (Inggris) menjadi -et

Duet duet

Cabinet kabinet

Cassette kaset

-eur (Belanda), -or (Inggris) menjadi -ur

Amateur amatir

Importeur importer

-eur (Belanda) menjadi -ur

Conducteur, conductor kondektur

Directeur, director direktur

Inspecteur, inspector inspektur

-eus (Belanda) menjadi -us

Mesterieus misterius

Serieus serius

-ficatie (Belanda), -fication (Inggris) menjadi -fikasi

Specificatie, specification spesifikasi

31

Unificatie, unification unifikasi

-fiek (Belanda), -fic (Inggris) menjadi -fik

Specifiek, specific spesifik

Honofifiek, honorific honorific

-iek (Belanda), -ic, -ique (Inggris) menjadi -ik

Perodiek, periodic periodik

Numeriek, numeric numerik

Uniek, unique unik

Techniek, technique teknik

-isch (Belanda), -ic, -ical (Inggris) menjadi -is

Optimistisch, optimistic optimistis

Allergisch, allergic alergis

Symbolisch, symbolical simbolis

Practisch, practical praktis

-icle (Inggris) menjadi -ikel

Article artikel

Particle partikel

-ica (Belanda), -ics (Inggris) menjadi –ika, -ik

Mechanica, mechanics mekanika

Phonetics fonetik

-id, -ide (Inggris) menjadi –id, -ida

Chrysalid krisalid

Oxide oksida

Chloride klorida

-ief (Belanda), -ive (Inggris) menjadi -if

Demonstratief, demonstrative demonstratif

Descriptief, descriptive deskriptif

Depressief, depressive depresif

-iel (Belanda), -ile, -le (Inggris) menjadi -il

Kawrtiel, quartile kuartil

Percentile, percentile persentil

Stabile, stable stabil

-iet (Belanda), -ite (Inggris) menjadi -it

Favorite, favorite favorit

Dolomite, dolomite dolomit

Stalactite, stalactite stalaktit

-in (Inggris) menjadi -in

Penicillin penisilin

Insulin insulin

Protein protein

-ine (Inggris) menjadi –in, -ina

Cocaine kokain

33

Quarantine karantina

-isatie (Belanda), -ization (Inggris) menjadi -isasi

Naturalisatie, naturalization naturalisasi

Socialisatie, socialization sosialisasi

-isme (Belanda), -ism (Inggris) menjadi -isme

Expressionism, expressionism ekspresionisme

Modernism, modernism modernism

-ist (Belanda, Inggris) menjadi -is

Extremist ekstremisme

Receptionist resepsionis

-iteit (Belanda), -ity (Inggris) menjadi -itas

Faciliteit, facility falisitas

Realiteit, reality realitas

-logie (Belanda), -logy (Inggris) menjadi -logi

Analogie, analogy analogi

Technologie, technology teknologi

-loog (Belanda), -logue (Inggris) menjadi -log

Catalog, catalogue katalog

Dialog, dialogue dialog

-lyse (Belanda), -lysis (Inggris) menjadi -lisis

Analyse, analysis analisis

Paralyse, paralysis paralisis

-oide (Belanda), -oid (Inggris) menjadi -oid

Anthropoide, anthropoid antropoid

Metalloide, metalloid metaloid

-oir(e) (Belanda) menjadi -oar

Repertoire repertoar

Trottoir trotoar

-or (Inggris) menjadi -or

Corrector korektor

Dictator dictator

-ous (Inggris) ditinggalkan

Amorphous amorf

Polysemous polisem

-se (Belanda), -sis (Inggris) menjadi -sis

Synthese, synthesis sintesis

Anamnese, anamnesis anamnesis

-teit (Belanda), -ty (Inggris) menjadi -tas

Qualiteit, quality kualitas

Universiteit, university universitas

-ter (Belanda), -tre (Inggris) menjadi -ter

Diameter, diameter diameter

35

Theater, theatre teater

-uur (Belanda), -ure (Inggris) menjadi -ur

Proceduur, procedure prosedur

Structuur, structure struktur

-y (Inggris) menjadi -i

Monarchy monarki

philosophy  filosofi

2. 4. 3 Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan

Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap istilah asing

sekaligus.

Misalnya :

Bound morpheme morfem terikat

Clay colloid koloid lempung

Subdivision subbagian

2. 5 Perekaciptaan Istilah

Kegiatan ilmuwan, budayawan dan seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi,

dan seni dapat mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengung-kapkan konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang kegiatannya.

Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat,

dan tebang pilih Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan.

Bhineka tunggal ika batik

pemantapan

Konsep dan istilah yang berasal dari nusantara

Secara langsung

Pencakar langit (skyscraper)

Kawasan berikat (bonded zone)

penerjemahan

Dengan perekaan

Jasa boga (catering)

Sintas (survive)

Pasar swalayan (supermarket)

Dengan penyesuaian ejaan dan lafal

Konsep yang sudah ada

Kamera (camera)

Mikrofon (microphone)

Dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal

KODIFIKASIPenyerap-anPema-danan

Konsep yang berasal dari mancanegara

KONSEP

Desain (design)

Fail (fail)

2. 6 Pembakuan dan Kodifikasi Istilah

Istilah  yang  diseleksi  lewat  pemantapan,   penerjemahan,   penyerapan,   dan  perekaciptaan

dibakukan lewat kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk seturut kaidah dan adat

pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku tata bahasa,

dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk bakunya.

2.7 Bagan Prosedur Pembakuan Istilah

Prosedur pembakuan istilah dapat dilihat pada bagan berikut

Bias (ias)

Nasal (nasal)

Tanpa penyesuaian ejaan dengan penyesuaian lafalKonsep yang baru

Allegro modertor

Esprit de corps

Internet (internet)

Orbit (orbit)

Tanpa penyesuaian ejaan dan lafal

Koloid lmpung (clay colloid)

Morfem terikat (bound morpheme)

Gabungan penerjemahan dan penyerapanPerekacipta-an

Konsep dan istilah yang berasal dari nusantara

(fondasi) cakar ayam

(penyangga) sosrobahu

37

III. ASPEK TATA BAHASA PERISTILAHAN

Istilah dapat berupa (1) bentuk dasar, (2) bentuk berafiks, (3) bentuk ulang, (4) bentuk

majemuk, (5) bentuk analogi, (6) hasil metanalisis, (7) singkatan, (8) akronim.

III.1Istilah Bentuk Dasar

Istilah bentuk dasar dipilih di antara kelas kata utama, seperti nomina, verba, adjektiva,

dan numeralia.

Misalnya :

Nomina :  kaidah rule

busur bow

cahaya light

Verba : keluar out

Uji test

Tekan press

Adjektiva :  kenyal elastic

Acak random

Cemas anxious

Numeralia :  gaya empat four force

(pukulan) satu-dua one-two

(bus) dua tingkat double decker

III.2Istilah Bentuk Berafiks

Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan prefiks, infiks,

sufiks, dan konfiks seturut kaidah pementukan kata bahasa Indonesia, misalnya dari

bentuk  pirsa  menjadi  pemirsa,  bukan  pirsawan  ; dari  hantar  menjadi  keterhantaran,

bukan  kehantaran.  Istilah bentuk berafiks menunjukkan pertalian yang teratur antara

bentuk dan maknanya. Istilah bentuk berafiks tersebut mengikuti paradigm berikut, yang

unsur-unsurnya demi kejelasan dimasukkan dalam berbagai kotak.

39

III.2.1 Paradigma Bentuk Berafiks ber-ber-  tani bertani petani pertanian

bel-  ajar belajar pelajar pelajaran

ber- ubah berubah peubah perubahan

Istilah berafiks petani, pelajar, peubah yang mengacu kepada pelaku atau alat, dan

pertanian, pelajaran, perubahan yang mengacu ke hal, keadaan, atau tempat dibentuk

dari verba bertani, belajar, berubah yang berasal dari bentuk dasar tani, ajar, dan

ubah.

 

III.2.2 Paradigma Bentuk Berafiks meng-men-  tulis menulis penulis penulisan tulisan

meng- ubah mengubah pengubah pengubahan ubahan

mem- besarkan membesarkan pembesar pembesaran besaran

meng- ajari mengajari pengajar pengajaran ajaran

Istilah berafiks penulis, pengubah, pembesar, pengajar, yang mengacu kepada pelaku

atau alat, dan penulisan, pngubahan, pengajaran yang mengacu ke proses atau per-buatan serta tulisan, ubahan, besaran, ajaran yang mengacu ke hasil dijabarkan dari

verba menulis, mengubah, membesarkan, mengajar yang berasal dari bentuk dasar

tu-lis, ubah, besar, dan ajar.

mem- berdayakan memberdayakan  pemberdaya  pemberdayaan

mem- berhentikanmemberhentikan pemberhenti pemberhentian

mem-  belajarkan membelajarkan pembelajar pembelajaran

Istilah berafiks pemberdaya, pemberhenti, pembelajar yang mengacu kepada pelaku

dan  pemberdayaan,   pemberhentian,   pembelajaran  yang   mengacu   ke   perbuatan

dibentuk dari verba memberdayakan, memberhentikan, membelajarkan yang dibentuk

dari berdaya, berhenti, belajar yang berasal dari bentuk dasar daya, henti, dan ajar.

41

Mem-   persatukan    mempersatukan  pemersatu  pemersatuan

persatuan

Istilah berafiks pemersatu, pemeroleh, pemelajar yang mengacu kepada pelaku dan

pemersatuan, pemerolehan, pemelajaran  yang mengacu ke perbuatan atau proses

serta  persatuan, perolehan, pelajaran  yang mengacu ke hasil dibentuk dari verba

mempersatukan, memperoleh, mempelajari  yang dibentuka dari  bersatu, beroleh,

belajar yang berasal dari bentuk dasar satu, oleh, ajar.

III.2.3 Paradigma Bentuk Berkonfiks ke—an

ke—an  saksi kesaksian

ke—an bermakna kebermaknaan

ke—an  terpuruk  keterpurukan

ke—an seragam keseragaman

Istilah berkonfiks ke—an yang mengacu ke hal atau  keadaan dibentuk dari pangkal

yang berupa bentuk dasar atau bentuk yang berprefiks ber-, ter-, se-, seperti saksi,

bermakna, terpuruk,dan seragam.

III.2.4 Paradigma Bentuk Berinfiks –er-, -el-, -em-, in-Sabut           serabut   gigi  gerigi

Tunjuk telunjuk gembung gelembung

Kelut kemelut getar gemetar

Kerja kinerja sambung sinambung

Istilah berinfiks  –er-, -el-, -em-, -in-  seperti  serabut, gerigi, telunjuk, gelembung,

kemelut, gemetar, kinerja, sinambung yang mengacu ke jumlah, kemiripan, atau hasil

dibentuk dari dasar sabut, gigi, tunjuk, gembung, kelut, getar, kerja dan sambung.

III.3Istilah Bentuk Ulang

Istilah bentuk ulang dapat berupa ulangan bentuk dasar seutuhnya atau sebagiannya dengan

atau tanpa pengimbuhan dan pengubahan bunyi.

III.3.1 Bentuk Ulang Utuh

43

Istilah bentuk ulang utuh yag mengacu ke kemiripan dapat dilihat pada contoh berikut

Ubur-ubur paru-paru anal-anal langit-langit

Undur-undur kanak-kanak kunang-kunang kuda-kuda

III.3.2 Bentuk Ulang Suku Awal

Istilah bentuk ulang suku awal (dwipurwa) yang dibentuk melalui pengulangan konsonan

awal dengan penambahan ‘pepet’ dapat dilihat pada contoh berikut.

Laki lelaki rata merata

Tangga tetangga buku bebuku

Jarring jejaring tikus tetikus

III.3.3 Bentuk Ulang Berafiks

Istilah bentuk ulang dengan afiksasi dibentuk melalui paradigma berikut

Daun  dedaunan

Pohon pepohonan

Rumput rerumputan

Istilah bentuk ulang dedaunan, pepohonan, rerumputan yang mengacu ke berbagai macam,

keanekaan dibentuk dari dasar daun, pohon, dan rumput yang mengalami perulangan.

III.3.4 Bentuk Ulang Salin Suara

Istilah bentuk ulang salin suara dibentuk melalui pengulangan dengan perubahan bunyi.

Perhatikan contoh berikut.

Sayur sayur-mayur warna warna-warni

Beras beras-petas teka teka-teki

Serta serta-merta balik bolak-balik

Dari segi makna, perulangan dengan cara itu mengandung makna ‘bermacam-macam’.

III.4Istilah Bentuk Majemuk

Istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau

lebih, yang menjadi satuan leksikal baru. Gabungan kata itu berupa (1) gabungan bentuk

bebas dengan bentuk bebas, (2) bentuk bebas dengan bentuk terikat, atau (3) bentuk terikat

dengan bentuk terikat.

III.4.1 Gabungan Bentuk Bebas

Istilah majemuk bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih, yang unsur-unsurnya  dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk bebas meliputi

gabungan (a) bentuk dasar dengan bentuk dasar, (b) bentuk dasar dengan bentuk berafiks

atau sebaliknya, dan (c) bentuk berafiks dengan bentuk berafiks.

III.4.1.1Gabungan Bentuk Dasar

Istilah majemuk gabungan bentuk dasar merupakan penggabungan dua bentuk dasar atau

lebih.

45

Garis lintang kereta api listrik

Masa depan  rumah sangat sederhana

Rawat jalan

III.4.1.2Gabungan Bentuk Dasar dan Bentuk Berafiks

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk berafiks dan bentuk

berafiks atau sebaliknya.

Proses berdaur menembak jatuh

Sistem pencernaan tertangkap tangan

 

III.4.1.3Gabungan Bentuk Berafiks dan Bentuk Berafiks

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk berafiks dan bentuk

berafiks.

Misalnya :

Kesehatan lingkungan

Perawatan kecelakaan

Pembangunan berkelanjutan

III.4.2 Gabungan Bentuk Bebas dengan Bentuk Terikat

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan dua bentuk, atau lebih, yang

salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Ada sejumlah bentuk terikat yang dapat

digunakan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu.

Misalnya :

adi- adikarya masterpiece

adikuasa superpower

aneka- anekabahasa multilingual

anekawarna multicolored

antar- antarkota intercity

antarbangsa international

awa- awaair dewater

awalengas dehumidity

catur- caturwulan quarter

caturlarik quatrain

dasa- dasawarsa decade

dasalomba decathlon

dur- durhaka rebellious

dursila unethical

dwi-  dwimingguan biweekly

dwibahasa bilingual

eka- ekamatra unidimension

ekasuku monosyllable

lajak- lajaklaku overaction

lajakaktif overactive

lewah- lewahumur overage

47

lewahbanyak  abundant

lir-  lirintan  diamondike

lirruang  spacelike

maha-  mahatahu  omniscient

maharatu  empress

nir-  nirlaba  non-profit

nirgelar nondegree

panca- pancamuka multifaceted

pancaragam variegated

pasca-  pascapanen  postharvest

pascasarjana postgraduate

pra-   prasejarah prehistory

prasangka prejudice

pramu- pramugari  stewardess

pramuniaga  salesperson

pramuwisata touristguide

purba- purbawisesa absolute power

purbakalawan  archeologist

purna-  purnawaktu full-time

purnabakti retirement

su- sujana man of good character

susila  good morals

swa- swasembada self-reliance

swalayan self-service

tak- taksa ambiguous

takadil  unjust

tan- tansuara soundless

tanwarna colorless

tri- trilipat  threefold

triunsur triadic

tuna- tunahargadiri inferiority

tunakarya unemployed

Sementara   itu,   bentuk   terikat   yang   berasal   dari   bahasa   asing   Barat,   dengan   beberapa

perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh

gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia adalah sebagai berikut.

Globalization globalisasi

Modernization  modernisasi

Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat  seperti –wan dan –wati  dapat dilihat pada contih

berikut.

Ilmuwan scientist

Seniwati woman artist

49

Mahakuasa omnipotent

III.4.3 Gabungan Bentuk Terikat

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk terikat, dan bentuk

terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung.

Misalnya :

Dasawarsa decade

Swatantra selfgovernment

III.5Istilah Bentuk Analogi

Istilah bentuk analogi bertolak dari pola bentuk istilah yang sudah ada, seperti berdasarkan

pola bentuk  pegulat, tata bahasa, juru tulis, pramugari,  dengan pola analogi pada istilah

tersebut dibentuk berbagai istilah lain.

Misalnya :

Pegolf  (golfer) peselancar  (surfer)

Tata graham (housekeeping) tata kelola  (governance)

Juru masak (cook) juru bicara (spokesman)

Pramuniaga (salesperson) pramusiwi  (baby-sitter)

III.6Istilah Hasil Metanalisis

Istilah hasil metanalisis terbentuk melalui analisis unsur yang keliru.

Misalnya :

Kata  mupakat  (mufakat) diuraikan menjadi  mu + pakat  ; lalu ada kata

sepakat.

Kata dasar perinci disangka terdiri atas  pe + rinci sehingga muncul istilah

rinci dan rincian.

III.7Istilah Bentuk Singkatan

Istilah bentuk singkatan ialah bentuk yang penulisannya dipendekkan menurut tiga cara

berikut.

a. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang dilisankan sesuai

dengan bentuk istilah lengkapnya.

Misalnya :

cm yang dilisankan sentimeter

l yang dilisankan liter

sin yang dilisankan sinus

tg yang dilisankan tangen

b. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang lazim dilisankan

huruf demi huruf.

Misalnya :

DDT (diklorodifeniltrikloroetana) yang dilisankan de-de-te

KVA(kilovolt-ampere) yang dilisankan ka-ve-a

TL (tube luminescent) yang dilisankan te-el

c. Istilah yang sebagian unsurnya ditanggalkan.

Misalnya :

51

Ekspres yang berasal dari kereta api ekpres

Kawat yang berasal dari  surat kawat

Harian  yang berasal dari  surat kabar harian

Lab yang berasal dari  laboratorium

Info yang berasal dari  informasi

Demo yang berasal dari  demonstrasi

Promo yang  berasal dari promosi

III.8Istilah Bentuk Akronim

Istilah bentuk akronim ialah istilah pemendekan bentuk majemuk yang berupa gabungan

huruf awal suku kata, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf awal dan suku kata dari

deret kata yang  diperlakukan sebagai kata.

Misalnya  :

Air susu ibu asi

Bukti pelanggaran  tilang

Pengawasan melekat waskat

Peluru kendali (guided missile)  rudal

Cairan alir (lotion)  calir

III.9Lambang Huruf

Lambang huruf ialah satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah seperti

kuantitas dan nama unsur. Lambang huruf tidak diikuti tanda titik.

Misalnya :

F gaya

N nitrogen

Hg raksa (kimia)

m meter

NaCl natrium klorida

Rp rupiah

$ dolar

III.10Gambar Lambang

Gambar lambang ialah gambar atau tanda lain yang melambangkan konsep ilmiah menurut

konvensi bidang ilmu yang bersangkutan.

Misalnya :

≅   kongruen (matematika)

≡ identik (matematika)

Σ jumlah beruntun (matematika)

~  setara (matematika)

♂ jantan  (biologi)

♀ betina (biologi)

Х disilangkan dengan; hibrida (biologi)

↓ menunjukkan endapan zat (kimia)

53

◊ cincin benzena (kimia)

✶  bintang  (astronomi)

☼ matahari; Ahad (astronomi)

(atau) bulan; Senin (astronomi)

З dram; 3.887 gram (farmasi)

f° folio (ukuran kertas)

4° kuarto (ukuran kertas)

U pon (dagang)

& dan  (dagang)

pp pianissimo, sangat lembut (musik)

f forte, nyaring (musik)

* asterisk, takgramatikal, (linguistik)

bentuk rekonstruksi

< dijabarkan dari (linguistik)

III.11Satuan Dasar Sistem Internasional (SI)

Satuan dasar sistem Internasional (Système Internasional d’Unités) yang diperjanjikan secara

internasional dinyatakan dengan huruf lambang.

Besaran Dasar Lambang Satuan Dasar

arus listrik/elektrik A ampere

intensitas cahaya  cd kandela

kuantitas zat mol mol

massa kg kilogram

panjang m meter

suhu termodinamika K kelvin

waktu s sekon, detik

Satuan Suplementer Lambang Besar Dasar

sudut datar rad radiah

Lambang satuan yang didasarkan pada nama orang dinyatakan dengan huruf kapital. Bentuk

lengkap satuan ini ditulis dengan huruf kecil untuk membedakannya dengan nama pribadi

orang. Misalnya :

5A arus 5 ampere hukum Ampere

3C muatan 3 coulomb hukum Coulomb

6N gaya 6 newton hukum Newton

293 K suhu 293 kelvin skala suhu Kelvin

8Ci aktivitas 8 curie suhu curie

3.12Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar

Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar atau turunan digunakan nama dan

lambang bentuk terikat berikut.

55

Faktor Lambang Bentuk Terikat Contoh

10¹² T tera- terahertz

109 G giga- gigawatt

106 M mega- megaton

10³ k kilo- kiloliter

10² h hekto- hektoliter

10¹ da deka- dekaliter

10ˉ¹ d desi- desigram

10ˉ² c senti- sentimeter

10ˉ³ m mili- milivolt

10-6 ̀̀µ mikro- mikrometer

10-9 n nano- nanogram

10-12 p piko- pikofarad

10-15 f femto- femtoampere

10-18 a ato- atogram

3.13Sistem Bilangan Besar

Sistem bilangan besar di atas satu juta yang dianjurkan adalah sebagai berikut.

109  biliun jumlah nol 9

1012 triliun jumlah nol 12

1015 kuadriliunjumlah nol 15

1018 kuintiliun jumlah nol 18

1021sekstiliun jumlah nol 21

1024 septiliun jumlah nol 24

1027 oktiliun jumlah nol 27

1030 noniliun jumlah nol 30

1033 desiliun jumlah nol 33

Sistem yang tersebut di atas antara lain juga digunakan di Amerika Serikat, Rusia, dan

Prancis. Di samping itu, masih ada sistem bilangan besar yang berlaku di Inggris, Jerman,

dan Belanda seperti dibawah ini.

109 miliar jumlah nol 9

1012 biliun jumlah nol 12

1018 triliun jumlah nol 18

1024 kuadriliunjumlah nol 24

1030 kuintiliun jumlah nol 30

3.14Tanda Desimal

Sistem Satuan Internasional menentukan bahwa tanda desimal boleh dinyatakan dengan

koma  atau  titik.  Dewasa ini beberapa negeri,  termasuk  Belanda dan Indonesia,  masih

menggunakan tanda koma desimal.

Misalnya :

3,52 atau  3.52

123,45 atau  123.45

57

15,000,000,00 atau 15.000.000,00

Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal, tetapi selalu dimulai dengan

angka.

Misalnya  :

0,52 bukan ,52

0.52 bukan  .52

Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau senarai dapat dikecualikan dari peraturan

tersebut di atas.

Misalnya :

,550 234 atau .550 234

,552 76 .552 76

,554 051 .554 051

,556 1 .556 1

Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel atau daftar dibagi menjadi

kelompok-kelompok tiga angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa penggunaan tanda desimal.

Misalnya  :

3 105 724 bukan      3,105,724  atau     3.105.724

5 075 442     5,075,442     5.075.442

17 081 500   17,081,500   17.081.500

158 777 543 158,777,543 158.777.543

666 123       666,123        666.123

catatan :

dengan mengingat kemungkinan bahwa tanda desimal dapat dinyatakan dengan tanda koma

atau titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana yang diikutinya.

IV. ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN

IV.1Pemberian Makna Baru

Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan dan peluasan makna kata yang lazim dan yang

tidak   lazim.   Artinya,   kata   itu   dikurangi   atau   ditambah   jangkauan   maknanya   sehingga

penerapannya menjadi lebih sempit atau lebih luas.

IV.1.1 Penyempitan Makna

Kata  gaya  yang mempunyai makna ‘kekuatan’ dipersempit maknanya menjadi ‘dorongan

atau tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tak terikat)’ dan menjadi istilah baru

untuk padanan  istilah inggris force. Kata kendala yang mempunyai makna ‘penghalang’,

‘perintang’ dipersempit maknanya menjadi ‘pembatas keleluasaan gerak’, yang tidak perlu

menghalangi atau merintangi, untuk dijadikan istilah baru bidang fisika sebagai padanan

istilah   Inggris  constraint.  Kata   tenaga   yang   mempunyai   makna   ‘kekuatan   untuk

menggerakkan sesuatu’ dipersempit maknanya untuk dijadikan istlah baru sebagai padanan

istilah  energy  dan kata  daya    menjadi padanan istilah  power.  Kata  ranah  dalam bahasa

Minang, yang mempunyai makna ‘tanah rata, dataran rendah’ dipersempit maknanya menjadi

‘lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan yang merupakan kombinasi antara

partisipan, topic, dan tempat’ sebagai padanan istilah domain.

59

IV.1.2 Perluasan Makna

kata garam yang semula   bermakna ‘garam dapur’ (NaCl) diperluas maknanya sehingga

mencakupi semua jenis senyawaan dalam bidang kimia. Kata canggih yang semula bermakna

‘banyak cakap, bawel, ceretwet’ diperluas maknanyauntuk dipakai di bidang teknik, yang

berarti ‘kehilangan kesedarhanaan asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)’. Kata

pesawat  yang semula bermakna ‘alat, perkakas, mesin’ diperluas maknanya di bidang teknik

menjadi ‘kapal terbang’. Kata luah yang berasal dari bahasa Minang, dengan makna ‘(1) rasa

mual; (2) tumpah atau limpah (tentang barang cair)’, mengalami perluasan makna menjadi

‘volume zat cair yang mengalir melalui permukaan per tahun waktu’. Kata pamer yang

semula dalam bahasa Jawa bermakna ‘beraga, berlagak’ bergeser maknanya dalam bahasa

Indonesia menjadi ‘menunjukkan (mendemonstrasi) sesuatu yang dimiliki kepada orang

banyak dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan’.

4. 2 Istilah Sinonim

Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan, disebut

sinonim. Di antara istilah sinonim itu salah satunya ditentukan sebagai istilah baku atau yang

diutamakan.

Misalnya   :

gulma  sebagai   padanan  weed  lebih   baik   daripada  tumbuhan

pengganggu

hutan bakau sebagai padanan mangrove forest lebih baik daripada hutan

payau

mikro- sebagai   padanan  micro-  dalam   hal   tertentu   lebih   baik

daripada renik

partikel sebagai padanan particle lebih baik daripada bagian kecil

atau zarah

Meskipun   begitu,   istilah   sinonim   dapat   dipakai   di   samping   istilah   baku   yang

diutamakan.

Misalnya :

istilah yang Diutamakan Istilah sinonim

absorb  serap absorb

acceleration percepatan akselerasi

diameter garis tengah diameter

frequency frekuensi kekerapan

relative relatif nisbi

temperature suhu temperatur

Berikut kelompok istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan

Misalnya :

zat lemas dihindarkan karena ada nitrogen

saran diri dihindarkan karena ada autosugesti

ilmu pisah  dihindarkan karena ada ilmu kimia

ilmu pasti  dihindarkan karena ada matematika

Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia.

Misalnya :

average, mean  rata-rata (rerata, purata)

grounding, earthing pengetanahan

61

Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang

berlainan.

Misalnya :

axiom aksioma

law hukum

postulate postulat

rule kaidah

4.3 Istilah Homonim

Istilah   homonim   berupa   dua   istilah,   atau   lebih,   yang   sama   ejaan   dan   lafalnya,   tetapi

maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonim dapat dibedakan menjadi

homograf dan homofon.

4.3.1 Homograf

Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.

Misalnya :

pedologi ← paedo ilmu tentang hidup dan perkembangan anak

pedologi ← pedon ilmu tentang tanah

teras inti

teras ‘lantai datar di muka rumah’

4.3.2 Homofon

Istilah homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya.

Misalnya :

bank dengan  bang

massa  dengan masa

sanksi dengan sangsi

4.4 Istilah Polisem

Istilah polisem ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian. Misalnya, kata

kepala (orang)  ‘bagian teratas’ dipakai dalam  kepala (jawatan), kepala (sarung).  Bentuk

asing yang sifatnya polisem diterjemahkan sesuai dengan arti dalam konteksnya. Karena

medan   makna   yang   berbeda,   suatu   istilah   asing   tidak   selalu   berpadanan   dengan   kata

Indonesia yang sama.

Misalnya :

a. (cushion) head topi (tiang pancang)

head (gate) (pintu air) atas

(nuclear) head hulu (nuklir)

(velocity) head tinggi (tenaga kecepatan)

b. (detonating) fuse sumbu (ledak)

fuse sekering

to fuse melebur, berpadu, melakur, terbakar.

4.5 Istilah Hiponim

Istilah   hiponim   ialah   bentuk   yang   maknanya   terangkum   dalam   hiperonim,   atau

63

subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih luas. Kata mawar,

melati,   cempaka,  misalnya,   masing-masing   disebut  hiponim  terhadap   kata  bunga  yang

menjadi hiperonim atau superordinatnya. Di dalam terjemahan, hiperonim atau superordinat

pada umumnya tidak disalin dengan salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa

Indonesia   tidak   terdapat   istilah   superordinatnya.   Kata  poultry,  misalnya   diterjemahkan

dengan  unggas,   dan   tidak   dengan  ayam  atau  bebek.  Jika   tidak   ada   pasangan   istilah

hiperonimnya dalam bahasa Indonesia, konteks situasi atau ikatan kalimat suatu superordinat

asing akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Kata  rice,  misalnya,

dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung pada konteksnya.

4.6 Istilah Taksonim

istilah taksonim ialah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep bawahan dan konsep atasan

yang bertingkat-tingkat. Kumpulan taksonim membangun taksonimi sebagaimana takson

membangun taksonomi. Berikut ini adalah bagan taksonomi makhluk.

Makhluk

Bakteri                                          hewan tumbuhan

mamalia               burung          ikan     serangga

anjing             sapi         unggas    manuk       teri tongkol      semut  capung

pudel     herder                 itik           ayam

yang dimaksud dengan hubungan antara kelas atasan dan kelas bawahan dalam bagan di atas

ialah hubungan  makhluk    dengan  bakteri, hewan,  damn  tumbuhan  atau hubungan  hewan

dengan mamalia, burung, ikan, dan serangga. Sementara itu, hubungan kelas bawahan dan

kelas atasan ialah hubungan bakteri, hewan dan tumbuhan dengan makhluk, atau hubungan

mamalia, burung, ikan, dan serangga dengan hewan.

 

4.7 Istilah Meronim

istilah Meronim ialah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya merupakan bagian dari

maujud lain yang menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu disebut holonim. Berikut ini

adalah bagan meronimi tubuh.

Tubuh

kepala leher dada lengan tungkai

rambu             dahi     mata hidung     telinga mulut

lidah  gigi bibir

bibir atas bibir bawah

bagan di atas memperlihatkan kata yang mengandung makna keseluruhan yang memiliki

kedudukan lebih tinggi daripada kata bagiannya atau makna keseluruhan dianggap meliputi

makna bagian. Kata tubuh mengandung makna keseluruhan yang mencakupi makna dada,

lengan, dan tungkai. Hubungan antara tubuh dan bagiannya disebut hubungan kemeroniman.

Hubungan   kemeroniman   dibedakan   atas   hubungan   tubuh   dengan   bagiannya,   hubungan

kumpulan dengan anggotanya, serta hubungan antara massa dengan unsurnya tubuh adalah

65

keseluruhan yang terjadi dari keutuhan seluruh bagiannya; kumpulan adalah keseluruhan

yang terjadi dari gabungan seluruh anggotanya; massa merupakan keseluruhan  yang terjadi

dari peleburan seluruh unsurnya.

 

 

Bahan Kuliah / Makalah : LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS


LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS**

Oleh Dali S. Naga

Dari tahun ke tahun, bulan Oktober telah kita jadikan bulan bahasa. Dan pada setiap bulan bahasa, kita mengadakan temu bicara untuk membahas segala sesuatu tentang bahasa Indonesia. Semua usaha ini bertujuan agar penggunaan bahasa Indonesia kita makin lama makin bertambah baik. Dan bersamaan dengan penggunaan bahasa yang makin bertambah baik, bahasa Indonesia juga makin bertambah mantap, tidak saja di kota melainkan juga di seluruh negeri.
Usaha ini telah membuahkan hasil. Hasil itu dapat kita nilai melalui perbandingan. Kalau kita membandingkan bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang ini dengan bahasa Indonesia yang kita gunakan lima puluh tahun lalu pada kurun waktu tahun 1950-an, maka perbedaannya tampak nyata. Tidak saja perbendaharaan kata yang kita gunakan sekarang makin kaya, melainkan ketaatasasannya juga makin mantap. Dahulu kita belum memiliki bahasa baku dan tata bahasa baku, tetapi kini kita sudah mempunyainya.
Sekalipun demikian, kita masih juga belum merasa puas. Kita masih mendambakan bahasa Indonesia yang lebih baik dan lebih kaya. Kita mendambakan bahasa Indonesia yang makin meluas pemakaiannya sehingga bersamaan dengan bahasa Melayu atau bahasa Malaysia, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa regional di Asia Tenggara. Dan mungkin saja pada suatu saat kelak, ketiga bahasa ini menyatu kembali untuk menjadi bahasa Melayu Raya yang kita gunakan bersama di wilayah ini.
Pada tahun 2002 ini, sekali lagi kita menyelenggarakan bulan bahasa. Dan sekali lagi Universitas Negeri Jakarta mengadakan temu bicara tentang bahasa Indonesia. Kali ini saya diminta untuk membawakan suatu topik yang cukup sulit yakni logika bahasa dan keterampilan menulis. Rupanya panitia bulan bahasa menyadari bahwa keterampilan menulis di dalam bahasa Indonesia tidak terlepas dari logika bahasa. Masalahnya sekarang adalah apa yang harus saya sajikan di dalam makalah ini?

Agaknya jalan terbaik bagi saya adalah membuka pustaka. Ternyata bahan pustaka tentang logika di dalam bahasa menunjukkan arah ke seorang ahli filsafat yang bernama Ludwig Josef Johann Wittgenstein (1889-1951). Pada tahun 1921, Wittgenstein menerbitkan suatu buku tipis (75 halaman) yang berjudul Logisch-philosophische Abhandlung yang kemudian pada tahun 1922 diterbitkan kembali dengan judul Tractatus Logico-Philosophicus. Buku ini berbicara tentang logika bahasa atau, secara lebih luas lagi, filsafat bahasa. Segera pula buku ini menarik perhatian Kelompok Wina yang sedang menggarap aliran filsafat yang dikenal sebagai Logical Positivism. Konon kabarnya, karya ini kemudian mengembangkan filsafat bahasa yang dikenal sebagai filsafat analitik. Ditambah dengan renovasi radikal pada linguistik yang dilakukan oleh Noam Chomsky, maka pemikiran para pakar tentang pengetahuan bahasa mengalami perubahan yang besar sekali, setidak-tidaknya, dari segi logika bahasa.
Para ahli filsafat dari Kelompok Wina menggabungkan positivisme (empirisisme) tradisional dari August Comte, David Hume, John Stuart Mill dengan logika dari Betrand Russel, G.E. Moore, dan Alfred North Whitehead sehingga Kelompok Wina dikenal sebagai penganut aliran filsafat logical positivism.. Selanjutnya, adopsi bahasa melalui Tractatus karya Wittgenstein oleh para ahli filsafat logical positivism menyebabkan analisis linguistik menjadi topik filsafat utama di abad ke-20. Tidak heran, kalau para ahli filsafat menamakan abad ke-20 sebagai abad analisis (the age of analysis) karena analisis bahasa telah menjadi isu utama pada filsafat di dalam abad ke-20.
Setelah membaca Tractatus, Kelompok Wina yang berpaham logical positivism, menyadari bahwa bahasa sangat berperanan di dalam filsafat. Selain manusia berbeda dengan makhluk lain karena memiliki kemampuan berbahasa, masalah tradisional di dalam filsafat pada dasarnya adalah masalah analisis bahasa. Masalah filsafat terdiri atas modus material sebagai masalah dunia yang perlu diverifikasi serta modus formal logika sebagai masalah bahasa yang perlu dianalisis. Dengan demikian, terdapat dua macam bahasa yakni bahasa empiris untuk modus material dan bahasa logika dan matematika murni untuk modus formal.
Sayang, saya tidak memiliki buku Tractatus sehingga saya hanya dapat mengutipnya dari karya orang lain. Demikianlah uraian berikut ini berasal dari beberapa sumber, terutama dari The New Encyclopedia Britannica dan Encyclopedia Americana. Menurut bacaan itu, pertanyaan sentral dari Tractatus adalah: Bagaimana bisa ada bahasa? Bagaimana seseorang, melalui ucapan sederetan kata, berkata sesuatu? Dan bagaimana orang lain bisa memahaminya? Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa seseorang bisa memahami kalimat yang belum pernah dialaminya sebelumnya.
Wittgenstein menemukan solusinya pada pemikiran tentang kalimat dan realitas. Kalimat yang berkata sesuatu (proposisi) seharusnya adalah kalimat yang menunjukkan “potret realitas” atau “potret logika.” Di dalam potret realitas ini, kata adalah subsitusi dari obyek sederhana. Dan selannjutnya, cara kata bergabung di dalam kalimat harus mencerminkan cara benda bertautan di dalam realitas. Menurut pemikiran ini, semua kalimat yang memiliki arti seharusnya dapat dianalisis ke dalam kalimat dasar sederhana yang “memotret” fakta sederhana di dunia. Dan format logika dari kalimat sederhana di dalam bahasa akan identik dengan format logika dari kalimat sederhana di dalam logika Russel. Dan kombinasi kalimat sederhana ke dalam kalimat kompleks dapat dilakukan melalui asas kombinatorial dari logika.
Dengan demikian, kalimat itu menunjukkan suatu situasi di dunia. Bahasa yang lengkap akan cukup untuk mengekspresikan setiap kebenaran yang mungkin tentang dunia. Adalah tugas para ilmuwan untuk memastikan mana dari kemungkinan benar itu adalah sungguh-sungguh benar. Karena itu, pemikiran Wittgenstein ini menjelaskan “hubungan di antara tanda di kertas [bahasa] dengan keadaan luar di dunia [potret realitas].” Karena itu, semua potret proposisi atau bahasa harus mengandung unsur yang sama banyak dengan unsur yang diwakilinya di dunia. Semua potret proposisi atau bahasa dan semua situasi yang mungkin di dunia harus memiliki bersama (share) format logika yang sama. Format logika ini adalah sekaligus sebagai “format representasi” dan “format realitas.”
Pikiran ini mempunyai dampak di dalam bahasa. Kalau ada bahasa yang tidak merupakan potret dari realitas di dunia, maka bahasa itu tidak seharusnya diucapkan. Dalam hal ini, Tractatus itu mengakui bahwa ada saja sesuatu yang memang tidak dapat dikatakan dan mereka juga tidak dapat dipikirkan. Pada akhir buku itu, Wittgenstein mengungkapkan bahwa “apabila seseorang tidak dapat berkata maka seseorang harus berdiam.” Kalau berkata pun tidak dapat dilakukan, maka hal itu juga tidak dapat ditulis. Dengan kata lain, bahasa memiliki keterbatasan sehingga Wittgenstein beranggapan bahwa batas bahasanya adalah batas pikirannya. Tidak heran kalau ada orang yang mengaitkan anggapan ini dengan ucapan Protagoras dari Abdera, seorang ahli filsafat Yunani Kuno, yang menyatakan bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu. Dan dengan demikian diri manusia sendiri dan bahasanya adalah batas dari pemikiran manusia.
Dari pemikiran ini tampak bahwa kalimat bahasa dapat dipahami oleh orang lain apabila kalimat itu merupakan potret realitas di dunia yang disampaikan dalam format logika. Makin jelas potret itu bagi pendengar atau pembacanya maka makin paham pula mereka akan kalimat yang diucapkan oleh pembicara atau yang ditulis oleh penulis. Cukup masuk akal untuk dikatakan kalau situasi dunia tempat potret realitas itu diungkapkan memang dimiliki bersama oleh pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca maka makin sedikit kata yang diperlukan untuk pembicaraan atau tulisan itu. Namun, faktor waktu juga akan berpengaruh kepada pemahaman itu. Dalam hal tulisan, jangankan pembaca, setelah lewat dua bulan, misalnya, ada kemungkinan penulisnya sendiri pun tidak lagi dapat memahami tulisannya sendiri. Karena itu, untuk kurun waktu yang cukup lama, penulis perlu memberikan potret realitas yang cukup lengkap di dalam tulisannya.
Ada contoh yang baik tentang ketidaksamaan situasi dunia di antara penulis dan pembaca yang sengaja diungkapkan oleh penulisnya. Contoh yang sangat bagus terdapat pada karya Lewis Carroll yang berjudul Alice in Wonderland serta Through the Looking Glass. Cukup banyak keanehan di dalam sejumlah percakapan Alice, misalnya, di antara Alice dan Cat serta di antara Alice dan Hatter. Tampak di situ bagaimana Alice tidak memahami perkataan Cat dan Hatter serta mereka tidak dapat memahami perkataan Alice.

Pada masa lalu tulisan hanya ditujukan kepada manusia yang dapat membacanya. Bahkan pada masa sekarang, banyak surat perintah ditujukan kepada manusia untuk dilaksanakan. Tetapi kini, kemajuan teknologi telah menghasilkan suatu perubahan yang besar di dalam komunikasi bahasa. Selain memerintah manusia lain melalui kata, manusia juga telah memerintah komputer melalui kata. Ini berarti bahwa di samping bahasa yang dipahami manusia, kita memerlukan bahasa yang juga dapat dipahami oleh komputer yakni oleh alat atau mesin. Pada saat sekarang ini, kita menggunakan bahasa formal untuk memerintah komputer. Namun pada saat mendatang, manusia sedang berusaha membuat komputer yang mampu memahami bahasa natural. Dengan demikian, bahasa memiliki jangkauan yang lebih luas lagi, tidak hanya di kalangan manusia melainkan sampai ke kalangan mesin dan alat.
Di dalam bahasa formal, kita tidak lagi berbicara tentang strukturalisme bahasa dari Ferdinand de Saussurre yang membedakan struktur satu bahasa dari struktur bahasa lain. Sebagai penggantinya, kita berbicara tentang tata bahasa atau bahasa transformasional atau generatif dari Noam Chomsky. Bahasa apa pun dapat dipakai untuk bahasa komputer asalkan bahasa itu memenuhi persyaratan bahasa formal yang diperlukan oleh komputer. Bahasa formal demikian dikenal sebagai bahasa komputer. Di dalam bahasa komputer, tata bahasa dikaitkan dengan otomata pada mesin Turing sehingga perintah di dalam bahasa dapat dikerjakan di komputer melalui otomata. Dalam hal ini, kita menemukan padanan di antara bahasa dan otomata. Regular language berpadanan dengan finite automata, context free language berpadanan dengan pushdown automata, context sensitive language berpadanan dengan linear bounded automata, serta phrase-structure language berpadanan dengan Turing machine. Pada saat ini, bahasa formal di komputer masih didominasi oleh context free language dengan pushkown automata yang bersifat deterministik. Namun pada saat belakang ini, bahasa komputer mulai merambah ke fuzzy logic yang tidak terlalu deterministik lagi. Dasar dari bahasa untuk mesin atau komputer adalah format logika yang ada di dalam kalimat bahasa itu.
Tampak di sini bahwa bahasa tidak saja diperlukan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain, melainkan bahasa diperlukan juga oleh manusia untuk berkomunikasi dengan mesin. Bahkan lebih dari itu. Di dalam banyak hal, kita mulai menemukan mesin yang berkomunikasi dengan mesin lain melalui bahasa. Kita juga mulai menemukan mesin yang berkomunikasi dengan manusia melalui bahasa. Dengan demikian, bahasa juga diperlukan oleh mesin untuk berkomunikasi dengan mesin lain dan dengan manusia. Di dalam semua bahasa ini, menurut pemikian Wittgenstein, potret realitas dan logika berperanan di dalam komunikasi itu.

Keterampilan menulis memerlukan latihan yang cukup banyak serta perhatian yang cukup besar terhadap logika yang dianut bersama di antara penulis dan pembaca. Kalau kita menerima teori heliosentrik dari Kopernikus bahwa bumi yang mengelilingi matahari, maka seharusnya kita tidak menerima kata matahari terbit karena kata matahari terbit tidak sesuai dengan logika teori heliosentrik dari Kopernikus. Tetapi kalau penulis dan pembaca menganut logika yang sama tentang matahari terbit, maka kata matahari terbit adalah sah saja. Demikian pula dengan sederetan idiom dan pepatah yang telah dikenal di antara penulis dan pembaca bahasa Indonesia. Mereka tetap dipahami oleh penulis dan pembaca selama penggunaannya dilakukan secara tepat dan menurut kebiasaan yang berlaku.
Logika di dalam menulis berkenaan dengan logika sintaksis dan logika semantik. Namun kedua logika ini tidak terpisah sama sekali. Ketimpangan pada logika sintaksis dapat saja melahirkan ketimpangan pada logika semantik dan sebaliknya. Bahasa Indonesia yang tidak mengenal ubahan bentuk kata ketika berfungsi sebagai nomina atau sebagai adjektiva sangat peka terhadap ketimpangan. Tanpa kehati-hatian, kita dapat saja menulis kalimat yang memiliki interpretasi ganda dan hal ini membingungkan pembaca (menteri negara peranan wanita berunding dengan menteri negara lainnya; ulang tahun SMU Negeri ke-7). Karena itu, keterampilan menulis mencakup juga kepekaan penulis terhadap ketimpangan seperti ini. Diperlukan penyuntingan berulang-ulang dan, kalau mungkin, melalui tenggang waktu, untuk menghasilkan tulisan yang baik dan benar. Dan dalam hal ini, munculnya pengolah kata pada komputer dengan kemudahan penyuntingan merupakan anugerah yang luar biasa besar bagi keterampilan menulis.
Tampaknya tidak ada jalan pintas bagi keterampilan menulis. Keterampilan menulis dirintis melalui dua cara yang umum. Cara pertama adalah banyaknya latihan atau praktek menulis. Cara kedua adalah perhatian yang serius yang ditujukan kepada logika kalimat di dalam tulisan. Di dalam penyuntingan, kalimat dapat saja diubah atau diperbaiki. Termasuk di dalam perbaikan itu adalah juga pemindahan letak kata di dalam kalimat sehingga tidak timbul interpretasi ganda. Kedua cara ini perlu kita perhatikan dan, kalau masih ada semangat, di sini dapat kita tambahkan lagi cara ketiga. Cara ketiga adalah perhatian penulis kepada keindahan kalimat yang ditulisi dan disuntingnya.
Setelah bulan bahasa tahun 2002 ini, mudah-mudahan, penggunaan bahasa Indonesia kita selangkah lebih baik lagi. Penggunaan bahasa terus kita perbaiki sampai kita menjumpai bulan bahasa pada tahun 2003 nanti. Dan pada saat itu nanti, kita akan menyelenggarakan lagi temu bicara tentang bahasa Indonesia.

Bahan Kuliah / Makalah : KETERAMPILAN DASAR DALAM MENYIMAK


KETERAMPILAN DASAR DALAM MENYIMAK

Dalam kegiatan belajar ini Anda akan mengkaji beberapa pokok permasalahan, yaitu menyimak bahasa, menyimak konsentratif, dan menyimak interogatif. Namun sebelum sampai pada pokok permasalahan ada baiknya pembaca mengetahui unsur­unsur menyimak, teknik menyimak efektif, dan teknik peningkat an daya simak.

Unsur-unsur Menyimak

Kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang cukup kompleks karena sangat bergantung kepada berhagai unsur dasar yang mendukung. Yang dimaksudkan dengan unsur dasar ialah unsur pokok yang menyebabkan tirnbulnya komunikasi dalam menyimak. Setiap unsur merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan unsur yang lain. Unsur-unsur dasar menyimak ialah (1) pembicara, (2) penyimak, (3) bahan simakan, dan (4) bahasa lisan yang digunakan. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur.

  1. 1.                 Pembicara

Yang dimaksudkan dengan pembicara ialah orang yang menyampaikan pesan yang berupa infomasi yang dibutuh.kan oleh penyimak. Dalam komunikasi lisan, pembicara ialah narasumber pembawa pesan, sedang lawan bicara ialah orang yang menerima pesan (penyimak). Dalam aktivitasnya, seorang penyimak sering melakukan kegiatan menulis dengan mencatat hal-hal penting selama melakukan kegiatan menyimak. Catatan tersebut merupakan pokok-pokok pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Fungsi catatan tersebut ialah scbagai berikut:

  1. Meninjau Kembali Bahan Simakan (Reviu)

Kegiatan meninjau kembali bahan simakan merupakan salah satu ciri penyimak kritis. Pada kegiatan ini, penyimak mencermati kembali bahan simakan yang telah diterima melalui catatan seperti: topik, tema, dan gagasan lain yang menunjang pesan yang disampaikan pembicara. Di samping itu penyimak dapat memprediksi berdasarkan pesan-pesan yang telah disampaikan pembicara.

  1. Menganalisis Bahan Simakan

Pada dasarnya menyimak ialah menerima pesan, namun dalam kenyataannya seorang penyimak tidak hanya menerima pesan begitu saja, ia juga berusaha untuk menganalisis pesan yang telah diterimanya itu. Kegiatan analisis ini dilakukan untuk membedakan ide pokok, ide bawahan, dan ide penunjang.

  1. Mengevaluasi Bahan simakan

Pada tahap akhir kegiatan menyimak ialah mengevaluasi hasil simakan. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara: 1)      Kekuatan Bukti Untuk membenarkan pernyataan pembicara, penyimak harus mengevaluasi bukti-bukti yang  dikatakan pembicara. Jika bukti-bukti itu cukup kuat, apa yang dikatakan pembicara itu benar. 2)   Validitas Alasan Jika pernyataan pembicara diikuti dengan alasan-alasan yang kuat,  terpercaya. dan logis, dapat dikatakan bah wa alasan itu validitasnya tinggi. 3)   Kebenaran Tujuan Penyimak hurus mampu menemukan tujuan pembicara. Di samping itu, ia juga harus  mampu membedakan penjelasan dengan keterangan inti, sikap subjektif dengan sikap objektif. Setelah itu ia akan mampu mencari tujuan pembicaraan (berupa pesan).

  1. 2.        Penyimak

Penyimak yang baik ialah penyimak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas. Jika penyimak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas, ia dapat melakukan kegiatan menyimak dengan baik. Selain itu, penyimak yang baik ialah penyimak yang dapat melakukan kegiatan menyimak dengan intensif. Penyimak seperti itu akan selalu rnendapatkan pesan pembicara secara tepat. Hal itu akan lebih sempurna jika ia ditunjang oleh pengetahuan dan pengalamannya. Kamidjan (2001:6) menyatakan bahwa penyimak yang baik ialah penyimak yang memiliki dua sikap, yaitu sikap objektif dan sikap kooperatif.

  1. Sikap Objektif

Yang dimaksud dengan sikap objektif adalah pandanagan penyimak terhadap simakan.  Jika bahan simakan ini baik, ia akan menyatakan baik. Demikian pula sebaliknya. Penyimak sebaiknya tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal di luar kegiatan manyimak, seperti pribadi pembicara, ruang, suasana, sarana, dan prasarana.

  1. Sikap Kooperatif

Sikap kooperatif ialah sikap penyimak yang siap bekerjasama dengan pembicara untuk keberhasilan komunikasi tersebut. Sikap vang bermusuhan atau bertentangan dengan pemhicara akan menimbulkan kegagalan dalam menyimak. Jika hal itu yang terjadi, maka penyimak tidak akan mendapatkan pesan dari pembicara. Sikap yang baik ialah sikap berkoperatif dengan pembicara.

  1. 3.        Bahan Simakan

Bahan simakan merupakan unsur terpenting dalam komunikasi lisan, terutama dalam menyima. Yang dimaksud dengan bahan simakan adalah pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Bahan simakan itu dapat berupa konsep, gagasan, atau informasi. Jika pembicara tidak dapat menyampaikan bahan simakan dengan baik, maka pesdan itu tidak dapat diserap oleh penyimak yang mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam berkomunikasi. Untuk menghindari kegagalan, perlu dikaji ulang bahan simakan dengan cara berikut:

  1. Menyimak Tujuan Pembicara

Langkah pertarna penyimak dalam melakukan kegiatan menyimak ialah mencari tujuan pembicara. Jika hal itu telah dicapai, ia akan lebih gampang untuk mendapatkan pesan pembicara. Jika hal itu tidak ditemukan, ia .akan mengalami kesulitan. Tujuan yang akan dicapai penyimak ialah untuk mendapatkan fakta, mendapatkan inspirasi, menganalisis gagasan pembicara. mengevaluasi, dan mencari hiburan.

  1. Menyimak Urutan Pembicaraan

Seorang penyimak harus berusaha mencari urutan pembicaraan. Hal itu dilakukan untuk memudahkan penyimak mencari pesan pembicara. Walaupun pembicara berkata agak cepat. penyimak dapat mengikuti dengan hati-hati agar mendapatkan gambaran tentang urutan penyajian bahan. Urutan penyajian terdiri atas tiga komponen, yaitu pembukaan, isi, dan penutup. Pada bagian pembukaan lingkup permasalahan yang akan dibahas. Bagian isi terdiri atas uraian panjang lebar permasalahan yang dikemukakan pada bagian pendahuluan. Pada bagian penutup berisi simpulan hasil pembahasan.

  1. Menyimak Topik Utama Pembicaraan

Topik utama ialah topik yang selalu dibicarakan. dibahas, dianalisis selama pembicaraan berlangsung. Dengan mengetahui topik utama, penyimak memprediksi apa saja yang akan dibicarakan dalam komunikasi tersebut. Penyimak satu profesi dengan pembicara, ia tidak akan kesulitan untuk menerka topik utama. Sebuah topik utama memiliki ciri-ciri: menarik perhatian penyimak, bermanfaat bagi penyimak, dan akrab dengan penyimak.

  1. Menyimak Topik Bawahan

Setelah penyimak menemukan topik utama, langkah selanjutnya ialah mencari topik-topik bawahan. Umumnya pembicara akan membagi topik utama itu menjadi beberapa topik bawahan. Hal itu dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dengan mudah dicerna oleh penyimak. Penyimak dapat mengasosiasikan topik utama itu dengan sebuah pohon besar, topik bawahan ialah dahan dan ranting pohon tersebut. Dengan demikian penyimak yang telah mengetahui topik utama, dengan mudah akan mengetahui topik-topik bawahannya.

  1. Menyimak Akhir Pembicaraan

Akhir pembicaraan biasanya terdiri atas: simpulan, himbauan, dan saran-saran. Jika pembicara menyampaikan rangkuman, maka tugas penyimak ialah mencermati rangkuman yang telah disampaikan pembicara tersebut. Jika pembicara menyampaikan simpulan, maka penyimak mencocokkan catatannya dengan simpulan yang disampaikan pembicara. Dalam hal itu perlu dicermati juga tentang simpulan yang tidak sama, yaitu simpulan yang dibuat pembicara dan penyimak. Jika pembicara hanya menyampaikan himbauan, penyimak harus memperhatikan himbuan itu secara cermat dan teliti.

  1. 4.        Bahasa Lisan

Bahasa lisan (primer) merupakan media yang dipakai untuk menyimak. Pembicara menyampaikan gagasan dengan bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan tuturan yang disampaikan pembicara dan ditangkap penyimak melalui alat pendengaran. Untuk menyampaikan gagasan, pembicara dapat memilih kata-kata., kalirnat, lagu, gaya yang paling tepat untuk mewadahi gagasan, agar ia dapat menyampaikan gagasan. Unsur bahasa lisan yang dipergunakan dalam berkomunikasi ada dua macam. yaitu aspek linguistik dan nonlinguitik. Aspek linguistik ialah kata-kata, frase, kalimat yang diucapkan pembicara kepada penyimak. Aspek nonlinguistik sering disebut dengan istilah kinestetik. Aspek itu merupakan alat konunikasi yang dapat membantu aspek  linguistik. Tujuannya agar gagasan tersebut dapat dengan mudah diterima penyimak. Adapun aspek nonlinguistik tersebut dapat berupa: (a) anggukan kepala, artinya menyatakan setuju, (b) acungan ibu jari, artinya menyatakan pujian, (c) gelengan kepala, artinya menyatakan tidak setuju, (d) gerakan alis ke atas. artinya tanda kurang setuju atau kurang benar, (e) membungkukkan badan, artinya tanda menghormat. dan lain sebagainya. Aspek kinestetik dapat membantu untuk memperjelas kalimat-kalimat yang diucapkan pembicara. Aspek kinestetik sangat bermanfaat bagi penyimak. Penyimak harus mengerti dan memahami bentuk-bentuk linguistik dan nonlinguistik dalam berkomunikasi lisan, agar mereka dapat menyerap makna komunikasi tersebut dan dapat menangkap pesan yang disampaikan pembicara.   Teknik Menyimak EfektifUntuk dapat menyimak dengan baik, perlu mengetahui syarat menyimak efektif. Adapun syarat tersebut ialah: (1) menyimak dengan berkonsentrasi , (2) menelaah materi simakan. (3) menyimak dengan kritis, dan (4) membuat catatan. (Universitas Terbuka, 1985:35).

  1. 1.        Menyimak dengan Berkonsentrasi

Yang dimaksud dengan menyimak berkonsentrasi ialah memusatkan pikiran perasaan, dan perhatian terhadap bahan simakan yang disampaikan pembicara. Untuk dapat memusatkan perhatian terhadap bahan simakan yang disampaikan pembicara dengan baik, penyimak harus dapat menghindari gangguan menyimak, baik yang berasal dari dirinya sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa faktor luar yang dimaksudkan di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Orang yang datang terlambat

Pada prinsipnya orang yang datang terlambat ke tempat ceramah akan mengganggu penyimak yang sedang berkonsentrasi terhadap bahan simakan.

  1. Keanehan-keanehan yang terjadi di antara pembicara dan penyimak

Jika terjadi ketidakselarasan antara pembicara dan penyimak, akan terjadi gangguan pada diri penyimak.

  1. Metode pembicara yang tidak tepat dalam situasi komunikasi

Metode yang tidak tepat, akan berakibat gagalnya alur komunikasi pembicara dan penyimak.

  1. Pakaian pembicara

Pembicara yang memakai pakaian yang berlebihan akan mengganggu konsentrasi penyimak.

  1. Pembicara yang tidak menarik

Pembicaraan yang tidak menarik dapat mengakibatkan penyimak kurang senang dengan apa yang disampaikan oleh pembicara sehingga menimbulkan sikap kurang peduli dengan pembicaraan yang disajikan.

  1. 2.        Menelaah Materi Simakan

Untuk menelaah materi simakan, penyimak dapat melakukan hal-hal berikut ini: (a) mencari arah dan tujuan pembicaraan, (b) mencoba membuat penggalan-penggalan pembicaraan dari awal sampai akhir, (c) menemukan tema sentral (pokok pembicaraan), (d) mengamati dan memahami alat peraga (media) sebagai penegas  materi simakan, dan (e) memperhatikan rangkuman (jika pembicara membuat rangkuman) yang disampaikan pembicara.

  1. 3.        Menyimak dengan Kritis

Yang dimaksudkan dengan menyimak kritis ialah aktivitas menyimak yang para penyimaknya tidak dapat langsung menerima gagasan yang disampaikan pembicara sehingga mereka meminta argumentasi pembicara. Pada dasamya penyimak kritis memiliki ciri-ciri: (a) dapat menghubungkan yang dikaitkan pembicara dengan pengetahuan dan pengalamannya, (b) dapat menyusun bahan yang telah disimak dengan baik (reproduksi). (c) dapat menguraikan (menjelaskan) apa saja yang telah disampaikan pembicara. dan (d) dapat melakukan evaluasi terhadap bahan yang telah disimak.

  1. 4.        Membuat Catatan

Kegiatan menyimak yang baik ialah kegiatan menyimak yang diikuti dengan kegiatan mencatat. Yang perlu dicatat dalam kegiatan menyimak ialah hal-hal yang dianggap penting bagi penyimak. Catatan itu merupakan langkah awal dalam memahami bahan simakan. Hal-hal penting yang perlu diketahui penyimak dalam mencatat ialah: (a) catatan boleh menggunakan tanda-tanda yang bersifat informal, (b) bentuk catatan yang benar ialah singkat, padat, dan jelas, (c) catatan yang baik ialah catatan yang benar artinya catatan itu tidak akan menimbulkan keraguan, (d) catatan yang diberi tanda-tanda tertentu, akan mempermudah penyimak membaca clang, (e) catatan perlu direviu secara periodik.   Teknik Peningkatan Daya SimakTelah disebutkan di atas bahwa pada saat menyimak Anda perlu berkonsentrasi terhadap apa yang Anda simak. Selain konsentrasi, faktor lain yang juga beperan besar dalam kegiatan menyimak adalah penguasan kosakata. Hal ini terjadi karena penangkapan makna merupakan bagian integral dari poses menyimak. Orang dewasa dikatakan memiliki kosakata minimum apabila ia hanya memiliki rata-rata kosakata sekitar 20.000 kata. Selajutnya. untuk meningkatkan daya simak Anda. ada beberapa teknik yang dapat dilakukan di antaranya adalah teknik loci, teknik penggabungan, dan teknik fonetik (Sutari dkk. 1997: 67­70).

  1. 1.   Teknik Loci (Loci System)

Teknik loci merupakan salah satu teknik mengingat yang paling tradisional. Teknik ini pada dasamya merupakan teknik mengingat dengan cara memvisualisasikan materi yang harus diingat dalam ingatan Anda. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari urutan informasi dengan informasi lain yang serupa , dan mencocokkan hal-hal yang akan diingat dengan lokasi tersebut.

  1. 2.   Teknik Penggabungan

Teknik penggabungan merupakan teknik mengingat dengan cara menghubungkan (menggabungkan) pesan pertama yang akan Anda ingat secara berantai dengan pesan kedua, ketiga, dan seterusnya. Pesan berantai itu dihubungkan pula dengan imaji-imaji tertentu yang perlu divisualkan secara jelas dalam pikiran. Untuk mencegah terjadinya kelupaan pada pesan pertama (pesan yang akan dimatarantaikan), pesan pertama perlu dihubungkan tersebut dengan lokasi yang akan mengingatkan Anda pada item tadi.

  1. 3.   Teknik- Fonetik

Teknik fonetik melibatkan penggabungan angka-angka, bunyi-bunyi fonetis, dan kata-kata yang mewakili bilangan-bilangan itu dengan pesan yang akan diingat. Teknik ini dapat membentuk imaji visual yang kuat untuk masing-masing kata yang berhubungan dengan bilangan, dan membentuk penggabungan visual antara masing-masing pesan yang akan diingat secara berurutan dengan masing-masing kata yang terbentuk dari kata-kata yang divisualisasikan. Secara garis besar, Tarigan (1983;22) membagi menyimak menjadi dua jenis yakni: (1)menyimak ekstensif dan (2) menyimak intensif.

  1. Menyimak ekstensif ialah proses menyimak yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: menyimak radio, televisi, ercakapan orang di pasar, pengumuman, dan sebagainya.Ada beberapa jenis kegiatan menyimak ekstensif, antara lain: (a)menyimak sekunder yang terjadi secara kebetulan, (b) menyimak sosial yaitu menyimak masyarakat dalam kehidupan sosial, di pasar, di kantor pos, dan sebagainya, (c) menyimak estetika, ersifat apresiatif, dan (d) menyimak pasif, dilakukantanpa upaya sadar. Misalnya, seseorang mendengarkan bahasa daerah, setelah itu dalam kurun waktu dua atau tiga tahun berikutnya orang itu sudah dapatberbahasa daerah tersebut.
  2.  Menyimak Intensif adalah kegiatan menyimak yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh konsentrasi untuk menangkap makna yang dikehendaki. Menyimak intensif ini memiliki ciri-ciri yang harus diperhatikan, yakni: (a) menyimak intensif adalah menyimak pemahaman, (b) menyimak intensif memerlukan konsentrasi tinggi, (c) menyimak intensif ialah memahami bahasa formal, (d) menyimak intesiof diakhiri dengan reproduksi bahan simakan. Jenis-jenis menyimak intensif terdiri atas: (a)menyimak kritis, (b) menyimak konsentratif, (c) menyimak eksploratif, (d) menyimak interogatif, (e) menyimak selektif, dan (f) menyimak kreatif.

Menyimak Bahasa Menyimak bahasa adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi utnuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh pembicara melalui ujian atau bahasa lisan. Menyimak bahasa merupakan pelajaran pertama menggunakan bahasa. Salah satu keterampilan berbahasa yang didapat secara alamiah ialah menyimak bunyi mulai dari menirukan bunyi-bunyi, kata-kata, kalimat dari orang-orang yang berada di sekitamya dengan menyimak, yang akhimya mereka dapat berkomunikasi dengan lancar. Demikian halnya seorang dewasa yang belajar bahasa asing. Kegiatan menyimak mengawali pelajaran dengan cara mengucapkan fonem, kata, dan kalimat bahasa asing tersebut. Kemudian dia menirukan ucapan-ucapan itu yang akhirnya dia dapat berbicara atau berkomunikasi. Kalau bahasa pembicara sama dengan bahasa penyimak, maka dari hasil simakannya itu si penyimak dapat mengetahui ciri-ciri berbahasa pembicara, misalnya pengucapan, pemilihan kata, kalimat, gerak-gerik, dan pengorganisasian pikiran-pikirannya. Hal ini menunjang kemampuan berbicara penyimak. Di samping itu dari hasil simakannya itu penyimak akan mendapat tambahan perbendaharaan kata yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya baik lisan maupun tulisan. Tahap selanjutnya apabila penyimak menyimak pembicaraan seseorang maka penyimak akan dapat memahami isi atau maksud pembicaraan tersebut. Kalau maksud pembicaraan dipahami penyimak persis seperti apa yang dapat dimaksud pembicara ini lebih berarti telah terjadi komunikasi yaitu komunikasi lisan. Terjadinya komunikasi berarti terjadi pula proses pemahaman isi pembicaraan. Memahami isi pembicaraan berarti menambah informasi atau pengetahuan. Dengan demikian keterampilan menyimak merupakan dasar yang cukup penting untuk keterampilan berbicara. Selain itu, keterampilan menyimak juga merupakan dasar bagi keterampilan membaca dan menulis, petunjuk-petunjuk disampaikan melalui bahasa lisan. Oleh sebab itu, keterbatasan penguasaan kosakata pada saat menyimak akan menghambat kelancaran membaca dan menulis. Menyimak berbahasa dapat di kategorikan pada menyimak ekstensif.   Menyimak Konsentratif Konsentrasi ialah memusatkan semua gejala jiwa seperti pikiran, perasaan, ingatan, perhatian, dan sebagainya kepada salah satu objek. Dalam menyimak konsentratif diperlukan pemusatan gejala jiwa menyeluruh terhadap bahan yang disimak. Agar penyimak dapat melakukan konsentrasi yang tinggi, maka perlu dilakukan, dengan beberapa cara, antara lain: (a) menjaga agar pikiran tidak terpecah, (b) perasaan tenang dan tidak bergejolak, (c) perhatian. terpusat pada objek yang sedang disimak, penyimak harus mampu menghindari berbagai hal-hal yang dapat menggangu kegiatan menyimak, baik internal maupun ekstenal. Menyimak konsentratif ialah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap informasi yang disimak. Kegiatan menyimak konsentratif bertujuan untuk (a) mengikuti petunjuk-petunjuk, (b) mencari hubungan antarunsur dalam menyimak, (c) mencari hubungan kuantitas dan kualitas dalam suatu komponen., (d) mencari butir-butir informasi penting dalam kegiatan menyimak, (e) mencari urutan penyajian dalam bahan menyimak, dan (f) mencari gagasan utama dari bahan yang telah disimak (Kamidjan,2001:23).   Menyimak InterogatifMenyimak interogratif ialah kegiatan menyimak yang bertujuan memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang diarahkan kepada pemerolehan informasi tersebut. Kegiatan menyimak interogratif bertujuan untuk :

  1. Mendapatkan fakta-fakta dari pembicara,
  2. Mendapatkan gagasan baru yang dapat dikembangkan menjadi sebuah wacana yang menarik,
  3. Mendapatkan informasi apakah bahan yang telah disimak itu asli atau tidak.

MAKALAH : BENTUK-BENTUK MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM


BENTUK-BENTUK MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM

A.    PENDAHULUAN
Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan sebuah negeri muslim yang unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahimya Islam (Mekkah). Meskipun Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke tujuh, dunia internasional mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.
Lembaga  Pendidikan Agama Islam pertama didirikan di Indonesia adalah dalam bentuk pesantren (Sarijo, 1980; Dhofier, 1982). Dengan karakternya yang khas “religius oriented”, pesantren telah mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang ajaran Islam tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan mempertahankan Islam.
Masuknya model pendidikan sekolah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu sekuler Kristen). Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut telah mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad dua puluh. Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren (Toha dan Mu’thi, 1998). Corak model pendidikan ini dengan cepat menyebar tidak hanya di pelosok pulau Jawa tetapi juga di luar pulau Jawa. Dari situlah madrasah lahir.
Sedangkan, Menurut Rahim (2001 : 28), pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam, ia adalah lembaga pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai lembaga unik dan punya karakteristik tersendiri yang khas, sehingga saat ini menunjukkan kapabilitasnya yang cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan pluralitas polemik yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, pesantren telah banyak memberikan andil dan kontribusi yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat serta dapat menghasilkan komunitas intelektual yang setaraf dengan sekolah gubernemen.
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu : (1) apa saja bentuk-bentuk manajemen pendidikan satuan keagamaan Islam? (2) bagaimana perbedaan manajemen dari masing-masing bentuk satuan keagamaan Islam tersebut?

B.    PEMBAHASAN

1.1    . Latar belakang Kehadiran MBS
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah pendidikan adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan local, peningkatan kompetensi guru melalui berbagai pelatihan; pengadaan buku dan alat pelajaran; pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan; serta peningkatan mutu manajemen sekolah.
Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama dikota-kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup baik. Namun sebagian lagi masih memprihatinkan, apalagi sekolah-sekolah yang berada didaerah-daerah terpencil, masih jauh dari apa yang diharapkan.
Upaya desentralisasi atau otonomi pendidikan pada dasarnya telah lama diperjuangkan oleh masyarakat pendidikan. Persoalannya, system sentralisasi dirasa sudah tidak relevan untuk konteks Indonesia yang plural, budaya beragam, masyarakat yang heterogen dan kompleks. Oleh karena itu, otonomi pendidikan merupakan sebuah keharusan jika menginginkan pendikan Indonesia  yang maju dan berkualitas.
MBS merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah dalam menentukan arah, kebijakan serta jalannya pendidikan didaerah masing-masing. Oleh karena itu, keberhasilan dalam pelaksanaan MBS sangat ditentukan oleh perwujudan kemandirian manajemen pendidikan pada tingkat kabupaten dan kota. Disamping itu, MBS juga merupakan model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai poros pengambilan keputusan.
Model MBS ini pada dasarnya sudah banyak diterapkan dinegara maju sejak tahun 1970-an dan 1980-an (Braddy, 1992). Namun baru diadaptasi secara resmi di Indonesia sekitar tahun Tahun 1999 oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan proyek perintisan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Secara konseptual ada beberapa istilah yang berkaitan dengan Manajemen berbasis sekolah (MBS), diantaranya school based management atau school based decision making and management. Konsep dasar MBS adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat, kanwil, kandep, dinas ke level sekolah (Samani, 1999:6). Mulyasa (2004:11) mengutip pendapat bank dunia (1999) memberi pengertian bahwa MBS merupakan bentuk alternatif  sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasioanal.
Definisi yang lebih luas tentang MBS dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman (1996), yaitu sebuah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak lain adalah sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar dan siswa.
Istilah school based management atau selanjutnya dikenal dengan MBS tersebut, mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah (Nurkholis,2003:2).
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntunan lingkungan masyarakatnya. Atau dengan kata lain, sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS berfungsi untuk menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada disekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi. Dalam konteks ini, menurut Makmun (1999:15)  ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) gaya kepemimpinan yang dianut harus bersifat demokratis, berjiwa lugas, dan terbuka; (2) budaya dan iklim keorganisasian  yang sehat sehingga setiap anggotanya dapat mengekspresikan pandangan dan pendiriannya secara lugas, dan (3) menjunjung tinggi prinsip profesionalisme di lingkungan kerja yang bersangkutan.
Kehadiran MBS di Indonesia dilatarbelakangi oleh fakta yang menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Itulah yang melatarbelakangi dicetuskannya MBS, sebagai salah satu bentuk manajemen yang dapat mengembangkan mutu pendidikan. Bentuk-bentuk manajemen dalam satuan pendidikan keagamaan Islam meliputi : madrasah pendidikan, pondok pesantren, perguruan tinggi, dsb.

1.2. Bentuk-bentuk manajemen satuan pendidikan keagamaan Islam
Dalam satuan pendidikan keagamaan juga terdapat bentuk-bentuk manajemennya sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam lembaga tersebut, diantaranya:
1.    Madrasah
Standar administrasi dan manajemen madrasah meliputi: (a) perencanaan madrasah, (b) implementasi manajemen madrasah, (c) kepemimpinan madrasah, (d) pengawasan, dan (e) administrasi madrasah.
a)    Perencanaan Madrasah
Madrasah memiliki perencanaan strategis dengan rumusan arah (visi dan misi) dan tujuan yang jelas dan dipahami oleh setiap warga madrasah, yang digunakan sebagai acuan bagi pengembangan rencana operasional dan program madrasah. Madrasah memiliki rencana yang akan dicapai dalam jangka panjang (rencana strategis) yang dijadikan acuan dalam rencana operasional. Dalam rencana ini wawasan masa depan (visi) dijadikan panduan bagi rumusan misi madrasah.
Dengan kata lain, wawasan masa depan atau visi madrasah adalah gambaran masa depan yang dicita-citakan oleh madrasah. Adapun misi madrasah adalah tindakan untuk merealisasikan visi. Visi dan misi dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan madrasah, dan hasil yang diharapkan oleh madrasah. Kegiatan madrasah dilakukan berdasarkan tujuan madrasah yang dirumuskan secara jelas. Kriteria utama mutu perencanaan madrasah adalah sejauhmana warga madrasah memahami dan menyadari visi, misi dan tujuan madrasah dan sejauhmana tujuan itu dicapai. Tujuan yang dirumuskan berdasarkan visi dan misi madrasah ini selanjutnya dijadikan acuan dalam penyusunan rencana operasional tahunan yang bersifat lebih rinci.

b)    Implementasi Manajemen Madrasah
Madrasah menerapkan manajemen berbasis madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitnian, partisipasi, semangat kebersamaan. tanggung jawab, keterbukaan (transparansi), keluwesan (fleksibilitas), akuntabilitas, dan keberlangsungan.
Manajemen madrasah adalah pengelolaan madrasah yang dilakukan dengan dan melalui sumber daya untuk mencapai tujuan madrasah secara efektif dan efisien. Dua hal yang merupakan inti dari manajemen madrasah adalah aspek dan fungsi. Manajemen dipandang sebagai aspek meliputi kurikulum, tenaga atau sumberdaya manusia, peserta didik, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat. Manajemen dipandang sebagai fungsi meliputi pengambilan keputusan, perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, supervisi, dan pengendalian.

Manajemen Tenaga Kependidikan atau sumber daya manusia
Madrasah memiliki tenaga kependidikan profesional yang jumlahnya memadai, dengan kualifikasi, kompetensi, dan tingkat kesesuaian berdasarkan peraturan yang berliiku. Tenaga kependidikan madrasah adalah mereka yang berkualifikasi sebagai pendidik dan pengelola pendidikan. Pendidik bertugas merencanakan, melaksanakan, dan menilai serta mengembangkan proses pembelajaran.
Tenaga kependidikan meliputi guru, konselor, kepala madrasah dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya. Secara umum, tenaga kependidikan madrasah bertugas melaksanakan perencanaan, pembelajaran, pembimbingan, pelatihan, pengelolaan, penilaian, pengawasan, pelayanan teknis dan kepustakaan, penelitian dan pengembangan hal-hal praktis yang diperlukan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran. Tenaga kependidikan merupakan jiwa madrasah dan madrasah hanyalah merupakan wadahnya. Karena itu, tenaga kependidikan merupakan kunci bagi suksesnya pengembangan madrasah.
Madrasah memiliki: (1) tenaga kependidikan yang cukup jumlahnya; (2)- kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditugaskan; (3) tingkat kesesuaian dalam arti kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kependidikan sesuai dengan bidang kerja yang ditugaskan; dan (4) kesanggupan kerja yang tinggi.

Setiap tenaga kependidikan berkewajiban: (1) menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya; (2) melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggungjawabnya; dan (3) meningkatkan kemampuan profesional yang meliputi kemampuan intelektual, integritas kepribadian dan interaksi sosial baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Madrasah memberikan kondisi dan mendorong bagi pengembangan tenaga kependidikan. Sebagai konsekuensi dari kewajiban yang dipikulnya, maka tenaga kependidikan berhak memperolch perlindungan hukum, pengembangan diri, penghasilan yang layak, penghargaan yang sesuai, dan kesempatan untuk menggunakan sumber daya madrasah untuk menunjang kelancaran tugasnya.

Manajemen Sarana dan Prasarana
Madrasah menyediakan sarana dan prusarana yang memungkinkan tercapainya tujuan madrasah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai luntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan perkembangan afektif, kognitif, psikomotor peserta didik.
Madrasah menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan program pendidikan. Penyediaan sarana dan prasarana yang memenuhi tuntutan pedagogik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang ben-nakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai karakteristik mata pelajaran dan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan afektif, kognitif, psikomotor .peserta didik
Madrasah memiliki sarana dan prasarana yang meliputi gedung, ruang pimpinan, ruang tata usaha, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran, bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olahraga tempal beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta prasarana lain sesuai tuntutan program-program pendidikan yang diselenggarakan oleh madrasah.
Ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana merupakan hal penting bagi penyelenggaraan pendidikan di madrasah. Namun hal yang lebih penting lagi adalah pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut untuk proses belajar mengajar. Secara periodik, sarana dan prasarana madrasah perlu dievaluasi secara sistematis sesuai dengan tuntutan kurikulum, guru. dan peserta didik. Pengadaan sarana dan prasarana madrasah sesuai dengan prinsip kecukupan, relevansi, dan daya guna, serta berpegang pada esensi manajemen berbasis madrasah.

Manajemen Peserta Didik
Standar peserta didik mencakup: (a) penerimaan, pengembangan, dan pembinaan peserta didik, serta (b) keluaran.

Penerimaan dan Pengembangan Peserta didik

Penerimaan peserta didik didasarkan atas kriteria yang jelas, transparan dan akuntabel. Peserta didik memiliki tingkat kesiapan belajar yang memadai, baik mental maupun fisik. Madrasah memiliki program yang jelas tentang pembinuan, pengembangan, dan pembimbingan peserta didik. Madrasah memheri kesempatan yang luas kepada peserta didik untnk berperansertu dalam penyelenggaraan program madrasah. Madrasah melakukan evuluasi kemajuan dan hasil belajar peserta didik yang memenuhi kaidah evaluasi yang baik.
Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Peserta didik mei-upakan salah satu masukan yang sangat menentukan bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Namun demikian prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik pada dasamya merupakan upaya kolektifantara peserta didik dan guru.
Berkaitan dengan peserta didik, ada enam hal yang harus diperhatikan oleh madrasah yaitu penerimaan peserta didik baru, penyiapan belajar peserta didik, pembinaan dan pengembangan, pembimbingan, pemberian kesempatan, dan evaluasi hasil belajar peserta didik. Penerimaan peserta didik dilakukan dengan memperhatikan karakteristik calon peserta didik agar layanan pendidikan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Penyiapan belajar peserta didik, baik mental maupun fisik, merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu proses pembelajaran. Makin tinggi tingkat kesiapan peserta didik, makin tinggi pula mutu pembelajaran. Pembinaan dan pengembangan peserta didik yang meliputi aspek intelektual, spiritual, emosi, dan afektif merupakan tugas penting madrasah.
Pemberian kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai program madrasah seperti misalnya pengembangan kepemimpinan peserta didik, pengembangan kurikulum, pengambilan keputusan, dan perencanaan rekreasi, merupakan contoh pemberian kesempatan kepada peserta didik. Yang tidak kalah penting dalam kaitannya dengan peserta didik adalah evaluasi kemajuan dan hasil belajar peserta didik. Evaluasi hasil belajar peserta didik sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik. Hasil evaluasi, dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan (remedial) agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

Madrasah menghasilkan keluaran yang memadai dalam prestasi akademik dan prestasi non akademik seperti olah raga. kesenian, keagamaan, keterampilan kejuruan, dan sebagainya.
Keluaran madrasah mencakup output dan outcome. Output madrasah adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa baik peserta didik memperoleh pengalaman bermakna dalam proses pembelajaran. Hasil belajar harus mengekspresikan tiga unsur kompetensi, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Mengingat hasil belajar merupakan peleburan ketiga unsur kemampuan tersebut yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, maka hasil belajar dapat dikelompokkan kembali menjadi prestasi akademik, prestasi non-akademik, angka mengulang, dan angka putus madrasah dan persentase kelulusan pada ujian akhir. Prestasi akademik meliputi antara lain hasil ujian, lomba karya ilmiah, lomba Fisika, Matematika, dan Bahasa Inggris. Prestasi non-akademik meliputi, antara lain, karakteristik pribadi, prestasi olah raga, prestasi kesenian, dan prestasi kepramukaan.
Outcome adalah dampak jangka panjang dari hasil belajar, baik dampak bagi tamatan maupun bagi masyarakat. Outcome memiliki dua komponen, yaitu: (1) kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja, dan (2) pengembangan diri lulusan.. Madrasah yang baik memberikan banyak kesempatan kepada lulusannya untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya dan kesempatan untuk memilih pekerjaan. Madrasah yang baik juga membekali kecakapan lulusannya untuk mengembangkan diri dalam kehidupan. Pengembangan diri yang dimaksud adalah pertumbuhan intelektualitas yang dihasilkan dari proses pembelajaran di madrasah.
Madrasah memiliki kepedulian terhadap nasib lulusannya. Kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk penelusuran, atau pelacakan terhadap lulusannya. Penelusuran ini memiliki manfaat ganda yaitu, selain peduli terhadap lulusannya, juga untuk mencari umpan balik bagi perbaikan program di madrasahnya sehingga mutu dan relevansi program madrasah dapat ditingkatkan.

Dengan konsep manajemen madrasah yang meliputi aspek dan fungsi seperti tersebut di atas, maka manajemen madrasah meliputi semua fungsi yang diterapkan pada semua aspek madrasah. Artinya, madrasah menerapkan pengambilan keputusan, perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, supervisi, dan pengendalian pada semua aspek madrasah yang terdiri dari kurikulum, tenaga atau sumberdaya manusia, peserta didik,sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat.
Mengingat perubahan terletak pada inisiatif dan komitmen dari para tenaga kependidikan yang bekerja di madrasah, maka manajemen madrasah yang dimaksud adalah manajemen berpusat pada madrasah atau yang dikenal dengan manajemen berbasis madrasah (MBM). MBM adalah suatu model manajemen yang bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan kebutuhan madrasah, bukan perintah dan petunjuk dari lapisan birokrasi atasan, dengan catatan bahwa apa yang dilakukan oleh madrasah harus tetap dalam lingkup kebijakan pendidikan nasional. Oleh karena itu, MBM membolehkan adanya keragaman dalam pengelolaan madrasah yang didasarkan atas kekhasan dan kemandirian madrasah itu sendiri. Dalam MBM, semua kegiatan harus dikaitkan dengan tujuan yang akan dicapai oleh madrasah (peningkatan mutu, produktivitas, efektivitas, efisiensi, relevansi, dan inovasi) dan dilakukan menurut prinsip-prinsip MBM, yang antara lain. meliputi kemandirian, kemitraan, partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, keterbukaan, keluwesan, akuntabilitas, dan keberlanjutan.
Mengingat MBM berprinsip pada partisipasi masyarakat dalam menyelenggaraan pendidikan. maka pclibatan masyarakat melalui wadah yang disebut Komite Madrasah atau sejenisnya merupakan upaya yang harus dilakukan oleh madrasah. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari besar kecilnya dukungan mereka terhadap madrasah, baik berupa finansial, moral, jasa (pemikiran, keterampilan), dan barang atau benda. Mengingat prinsip-prinsip MBM tersebut, maka seorang kepala madrasah harus memiliki sifat-sifat sebagai manajer profesional.

c)    Kepemimpinan

Kepala madrasah menerapkan pola kepemimpinan yang terbuka dan melakukan pendelegasian tugas dengan baik. Guru dan tenaga lainnya di madrasah memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri. Kepemimpinan kepala madrasah bersifat visioner dan transformatif.
Manajemen memfokuskan diri pada madrasah sebagai sistem di mana kepemimpinan menekankan pada orang sebagai jiwanya. Kepala madrasah berperan sebagai manajer dan pemimpin sekaligus. Tugas dan fungsi manajer adalah mengelola para pelaksananya dengan sejumlah masukan (input) manajemen seperti tugas dan fungsi, kebijakan, rencana, program, aturan main, serta pengendalian agar madrasah sebagai sistem mampu berkembang. Sedang tugas dan fungsi pemimpin adalah memimpin warga madrasah agar posisi mereka sebagai jiwa dari madrasah benar-benar sehat, cerdas, dan dinamis. Kepala madrasah sebagai manajer berurusan dengan sistem dan sebagai pemimpin berurusan dengan tanggung jawab tentang pelaksanaan tugas dari orang-orang yang dipimpinnya.

d)    Pengawasan
Pimpinan madrasah melaksanakan pengawasan secara terencana dan berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan (supervisi) merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen madrasah. Dalam pelaksanaan pengawasan ini terkandung pula fungsi pemantauan yang diarahkan untuk melihat apakah semua kegiatan berjalan lancar dan semua sumber daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien. Pengawasan dan monitoring dilakukan secara berkala dan tepat sasaran sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.

e)    Administrasi Madrasah

Madrasah melaksanakan administmsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyelenggaraan madrasah akan berjalan lancar jika didukung oleh administrasi yang efisien dan efektif. Madrasah yang administrasinya kurang efisien dan kurang efektif akan mengalami hambatan dalam penyelenggaraan program madrasah. Secara umum, administrasi madrasah dapat diartikan sebagai upaya pengaturan dan pendayagunaan seluruh sumber daya madrasah dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan di madrasah secara optimal. Adapun sumber daya madrasah yang dimaksud adalah sumber daya manusia dan sumber daya lainnya (dana, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya).
Menurut lingkupnya, administrasi madrasah meliputi administrasi hasil belajar, proses pembelajaran, kurikulum, ketenagaan, peserta didik, sarana dan prasarana, keuangan, serta hubungan madrasah dengan masyarakat. Madrasah mengadministrasi semua kegiatan pada masing-masing lingkup; administrasi tersebut secara rinci dan jelas.

2.    Pondok Pesantren
Visi dan Misi Pendidikan Pondok Pesantren
Dunia pesantren adalah dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi islam yang dikembangkan ulama dari masa kemasa, dan hal tersebut tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah islam, Karenanya tidak sulit bagi dunia pesantren untuk melakukan readjustment terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Maka itu kemampuan pesantren untuk tetap survive dalam setiap perubahan, bukan sekedar karena karakteristiknya yang khas, tetapi juga karena kemampuannya dalam melakukan adjustment dan readjustment.
Terdapat berbagai visi, misi, karakter dan kecenderungan baru yang terus berkembang dinamis dalam pesantren yang membuatnya tetap dan terus survive dan bahkan berpotensi besar sebagai salah satu alternatif ideal bagi masyarakat transformatif, lebih lebih ditengah pengapnya sistem pendidikan nasional yang kurang mencerdaskan dan cenderung memunculkan ketergantungan yang terus menerus. Visi dan kecenderungan tersebut antara lain :
Pertama, karakternya yang khas dan tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya, yakni mengakar kuat di masyarakat dan berdiri kokoh sebagai menara air (bukan menara api). Menurut Nur Cholis Madjid, pesantren selain identik dengan makna keislaman juga mengandung makna keaslian indonesia. Sebagai indigenous, Pesantren selain memiliki lingkungan, juga menjadi milik lingkungannya. antara pesantren dengan lingkungannya ibarat setali mata uang, atau harimau dan rimbanya yang satu sama lain mempunyai relasi yang erat bersifat simbiotik dan organik. Karena itu posisi pesantren bagi masyarakatnya sering digambarkan seperti pada Qs. Ibrahim : 24 – 25. Laksana pohon yang baik, akarnya kokoh dan rantingnya menjulang kelangit, pohon itu memberi buah setiap musim dengan izin Allah Swt.
Kedua, Di Pesantren terdapat prinsip yang disebut Panca Jiwa, yakni berupa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukuwah islamiyah dan kebebasan (Subahar, 2002 : 5) Menurut Subahar, Hakekat pendidikan pesantren sebenarnya terletak pada pembinaan jiwa ini, bukan pada yang lain, karenanya hasil pendidikan di Pesantren akan mencetak jiwa yang kokoh yang sangat menentukan falsafah hidup santri dihari kemudian, artinya, mereka tidak sekedar siap pakai tetapi yang lebih penting adalah siap hidup. Prinsip inilah yang menjadikan pesantren tetap survive dan terus menjadi oase bagi masyarakat dalam perubahan yang bagaimanapun.
Ketiga, Adanya hubungan lintas sektoral yang akrab antara santri dengan kyai. Artinya Kyai bagi santri tidak sekedar guru Ta’lim, tetapi juga sebagai guru ta’dzib dan guru tarbiyah. Dia tidak sekedar menyampaikan informasi keislaman, tetapi juga menyalakan etos Islam dalam setiap jiwa santri dan bahkan mengantarkannya pada taqarrub ilalloh. Karena itu hubungan kyai dengan santri tidak sekedar bersifat fisikal, tetapi lebih jauh juga bersifat batiniyah.
Keempat, Model pengasramahan. Di pesantren , terdapat istilah santri mukim, dimana santri diasramakan dalam satu tempat yang sama. Dimaksudkan selain menjadikan suasana tidak ada perbedaan antara anak orang kaya atau orang miskin. Juga sang kyai dapat memantau langsung perkembangan keilmuan santri, dan yang lebih penting adalah diterapkannya pola pendampingan untuk melatih pola prilaku dan kepribadian para santri. Selain itu, pola pengasramahan memungkinkan santri melatih kemampuan bersosial dan bermasyarakat, sehingga akan cepat beradaptasi ketika mereka terjun pada kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.
Kelima, Fleksibel terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Menurut Hadi Mulyo, Salah satu faktor yang menjadikan pesantren tetap eksis dan bahkan menjadi alternatif prospektif dimasa yang akan datang, karena ia mempunyai karakter membuka diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan riil, dikalangan pesantren terkenal slogan “Almuhafadatu ala al qodim as soleh wal ajdu bil jahidil aslah” . (1995 : 99)
Namun demikian, tidak berarti pesantren sebagai lembaga pendidikan terbebas dari berbagai kelemahan, Para pakar pendidikan mencatat beberapa kelemahan mendasar, antara lain :
1.    Di Pesantren belum banyak yang mampu merumuskan visi, misi dan tujuan pendidikannya secara sistimatik yang tertuang dalam program kerja yang jelas. Sehingga tahapan pencapaian tujuannya juga cenderung bersifat alamiyah.
2.    System kepeminpinan sentralistik yang tidak sepenuhnya hilang, sehingga acapkali mengganggu lancarnya mekanisme kerja kolektif, padahal banyak perubahan yang tidak mungkin tertangani oleh satu orang.
3.    Dalam merespon perubahan cenderung sangat lamban, konsep “Almuhafadatu ala al qodim as soleh wal ajdu bil jadidil aslah” selalu ditempatkan pada posisi bagaimana benang tak terputus dan tepung tak terserak, padahal ibarat orang naik tangga, ketika salah satu kaki meninggalkan tangga yang bawah, kaki satunya melayang layang diudara, bisa jadi terpeleset atau jatuh, itu resiko, bila takut menghadapi resiko, dia tidak akan pernah beranjak dari tangga terbawah.
4.    Sistem pengajarannya kurang efesien, demokratis dan variatif, sehingga cepat memunculkan kejenuhan pada peserta didik. dsb.
Meskipun perjalanan pesantren terus mengalami fluktuasi perubahan, pada dataran praktis pesantren tetap memiliki fungsi-fungsi sebagai: (1) Lembaga pendidikan yang melakukan transferi lmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic values), (2) Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial (social control), dan (3) Lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering)
Dalam perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk pendidikan di pesantren ini, kini sangat bervariasi, yang dapat diklasifikasikan sedikitnya menjadi lima tipe, yakni : (1) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal yang menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SLTP, SMU, SMK, dan Perguruan Tinggi Umum), seperti pesantren Tebu Ireng Jombang (2) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren Gontor Ponorogo (3) Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah, seperti pesantren Salafiyah Langitan Tuban, (4) Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis ta’lim), dan (5) Kini mulai berkembang pula nama pesantren untuk asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa.
Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Kurikulum pendidikan di pesantren saat ini tidak sekedar fokus pada kita kitab klasik (baca : ilmu agama), tetapi juga memasukkan semakin banyak mata pelajaran dan keterampilan umum, di Pesantren saat ini dikhotomi ilmu mulai tidak populer , beberapa pesantren bahkan mendirikan lembaga pendidikan umum yang berada dibawah DIKNAS, Misalnya Undar Jombang, Pondok pesantren Iftitahul Muallimin Ciwaringin Jawa barat, dll.
Perkembangan yang begitu pesat dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi, menyebabkan pengertian kurikulum selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, namun demikian satu hal yang permanen disepakati bahwa Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani, semula populer dalam bidang olah raga, yaitu Curere yang berarti jarak terjauh yang harus ditempuh dalam olahraga lari mulai start hingga finish. Kemudian dalam konteks pendidikan, kurikulum diartikan sebagai “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya.
Dalam bahasa Arab Menurut Omar Muhammad (1979 : 478), term kurikulum dikenal dengan term manhaj, yakni jalan terang yang dilalui manusia dalam hidupanya. Dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik dan peserta didik untuk menggabungkan pengetahuan, ketampilan, sikap dan seperangkat nilai.
Dalam konteks pendidikan di pesantren, Nurcholis Madjid mengatakan yang dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud dkk, bahwa istilah kurikulum tidak terkenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan), walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren, terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. Secara eksplisit pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikannya dalam bentuk kurikulum. (2002:85)
Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan, termasuk di dalamnya modernisasi pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi, serta disesuaikan dengan tuntutan pembangunan, terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaannya, mulai mengembangkan diri dengan jenis dan corak pendidikannya yang bermacam-macam. Seperti Pesantren Tebuireng Jombang yang di dalamnya telah berkembang madrasah, sekolah umum, sampai perguruan tinggi yang dalam proses pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi pesantren yang mengikuti pola salafi (tradisional), mungkin kurikulum belum dimasukkan secara baik.
Maka dari pada itu kurikulum pondok pesantren tradisional statusnya cuma sebagai lembaga pendidikan non formal yang hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Meliputi : nahwu, sorrof, belaghoh, tauhid, tafsir, hadist, mantik, tasawwuf, bahasa arab, fiqih, ushul fiqh dan akhlak. Dengan demikian pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal, menengah, dan lanjutan.
Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya.
Apabila seorang santri telah mengusai satu kitab atau beberpa kitab dan telah lulus ujian yang diuji oleh Kiainya, maka ia berpindah kepada kitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Sebagai konsekuensi dari cara penjenjangan di atas, pendidikan pesantren biasanya menyediakan beberapa cabang ilmu atau bidang-bidang khusus yang merupakan fokus masing-masing pesantren untuk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasanya keunikan pendidikan sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yang ingin mondok. (Sulthon dan Ridho, 2006: 159-160)
Kurikulum Pendidikan pesantren, menurut Hasan (2001 : 6 ) paling tidak memiliki beberapa komponen, antara lain : tujuan, isi pengetahuan dan pengalaman belajar, strategi dan evaluasi. Biasanya komponen tujuan tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan, yakni tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurekuler dan tujuan instruksional. Namun demikian berbagai tingkat tujuan tersebut satu sama lainnya merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.
Komponen isi meliputi pencapaian target yang jelas, materi standart, standart hasil belajar siswa, dan prosedur pelaksanaan pembelajaran. kepribadian. Komponen strategi tergambar dari cara yang ditempuh di dalam melaksanakan pengajaran, cara di dalam mengadakan penilaian, cara dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yang berlaku dalam menyajikan tiap bidang studi, termasuk cara mengajar dan alat pelajaran yang digunakan.
3.    Perguruan tinggi
Menurut, H. Bashir Barthos tujuan pendidikan tinggi dibagi menjadi dua yaitu :
a)    Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan professional yang dapat menerapkan, mengenbangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
b)    Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan sasaran program studi. Perguruan tinggi dapat mengembangkan kurikulum dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan.
Organisasi Universitas dan Institut
Organisasi Universitas dan Instituit terdiri dari :
1)    Unsur Pimpinan : Rektor dan pembantu rector
2)    Senat Universitas atau Institut
3)    Unsur pelaksana akademik : fakultas, lembaga penelitian, dan lembaga pengabdian kepada masyarakat.
4)    Unsure pelaksanaan administrasi; biro
5)    Unsur penunjang; unit pelaksana teknis.
Tenaga kependidikan
Jenis tenaga kependidikan di perguruan tinggi terdiri atas dosen dan tenaga penunjang akademik. Dosen adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Pemerintah dapat memberi bantuan kepada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam bentuk dosen tetap yang dipekerjakan pada perguruan yang bersangkutan.
Mahasiswa dan alumni
Untuk menjadi mahasiswa seseorang harus :
a)    Memiliki surat tanda tamat Belajar Pendidikan Menengah Atas.
b)    Memiliki kemampuan  yang disyaratkan oleh perguruan Tinggi yang bersangkutan.
Sarana dan Prasarana
Pengelolaan sarana dan Prasarana yang diperoleh dengan dana yang berasal dari pemerintah yang diselenggarakan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pengelolaan kekayaan milik Negara. pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan dana yang berasal dari masyarakat dan pihak luar negeri yang di luar penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dengan persetujuan Senat perguruan tinggi yang bersangkutan. Taata cara pendayagunaan sarana dan prasarana untuk memperoleh dana guna menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi perguruan tinggi, diatur pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan dengan persetujuan Senat.
Pembiayaan perguruan tinggi
Pembiayaan perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber pemerintah, masyarakat dan pihak luar negeri. Penggunaan dana yang berasal dari pemerintah baik dalam bentuk anggaran rutin maupun anggaran pembangunan diatur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dana yang diperoleh dari masyarakat adalah perolehan dana perguruan tinggi yang berasal dari sumber-sumber sebagai berikut:
a.    Sumbangan Pembinaan Pendidikan
b.    Biaya seleksi ujian masuk Perguruan Tinggi.
c.    Hasil kontrak kerja, meliputi kegiatan penelitian, konsultasi, dll.
d.    Hasil penjualan produk yang peroleh dari perguruan tinggi.
e.    Sumbangan dari perorangan atau baik lembaga pemerintah dan non pemerintah.
f.    Penerimaan dari masyarakat lainnya.
Untuk mencapai tujuan PTAI maka dibutuhkan manajemen pendidikan yang profesional. Ciri-ciri bentuk manajemen seperti itu adalah adanya sifat-sifat amanah, visioner, inovasi, dan efisiensi,  di kalangan pengelola khususnya di kalangan manajemen puncak. Selain itu program-programnya harus sesuai dengan kebutuhan agama, perkembangan IPTEKS,  kebutuhan bangsa, dan dinamika khalayak. Secara operasional, sekurang-kurangnya ada tiga dimensi manajemen profesional yang dapat dijabarkan:
(1) Perencanaan strategis berisikan hasil analisis swot yang kemudian digunakan untuk merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi kebijakan perguruan tinggi jangka menengah dan panjang. Perlu secara jelas diuraikan paradigma pendidikan tinggi yang dianut, peran dalam pembangunan, relevansi dan mutu pembelajaran dan lulusan,  peluang pemerataan pendidikan, dan kebijakan anggaran pembelajaran dan organisasi. Sasaran program hendaknya berorientasi ke depan; dalam  hal  pengembangan metode pembelajaran, sumber daya manusia, kurikulum, riset dan pemberdayaan masyarakat, dan  kajian-kajian keislaman  yang kontekstual dengan didukung struktur organisasi yang efisien dan fasilitas yang cukup.
(2) Manajemen kepemimpinan yang amanah. Selain itu dibutuhkan pemimpin yang visioner, keteladanan terpuji, ketrampilan konseptual, integritas akademik tinggi, integritas keorganisasian dan pengelolaan (ketrampilan manajerial) yang adil tanpa membeda-bedakan asal usul latar belakang status organisasi dari dosen kecuali pada kualitasnya. Dengan kata lain dibutuhkan seseorang yang memliki kepemimpinan integratif.
(3) Manajemen Sumberdaya Manusia Strategis (MSDM). Data dari DIKTI, Departemen Agama, menunjukkan persebaran rasio jumlah mahasiswa terhadap jumlah dosen pada tahun 2003  antar PTAI menunjukkan ketimpangan. Di sisi lain secara total, kebutuhan penambahan  dosen tetap cukup besar yakni sekitar 4000 orang. Dengan demikian rekrutmen dosen secara selektif dan proporsional perlu segera dilakukan oleh Departemen Agama. Disamping itu untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan meningkatnya kebutuhan pasar akan alumni yang bermutu, maka pengembangan SDM para dosen PTAI lewat pendidikan pascasarjana tidak bisa ditunda-tunda lagi.
C.    Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu alat untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan di Indonesia yang rendah, yang dapat disalurkan melalui satuan pendidikan keagamaan Islam dengan menggunakan kemandirian manajemen dari masing-masing lembaga tersebut.
Manajemen madrasah adalah pengelolaan madrasah yang dilakukan dan melalui sumber daya untuk mencapai tujuan madrasah secara efektif dan efisien. Mempunyai manajemen, dari segi aspek yaitu kurikulum, tenaga atau sumberdaya manusia, peserta didik, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat.  Sedangkan pesantren, Menurut Nur Cholis Madjid, pesantren selain identik dengan makna keislaman juga mengandung makna keaslian Indonesia yang sekarang telah mengalami modernisasi pendidikan Islam. Kemudian untuk mencapai tujuan PTAI maka dibutuhkan manajemen pendidikan yang professional yaitu ; (1) Perencanaan strategis (2) Manajemen kepemimpinan yang amanah (3) Manajemen Sumberdaya Manusia Strategis (MSDM).

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. Otonomi Pendidikan. Jakarta :P T. Raja Grafindo Persada Cipta, 1996
Manajemen  pendididkan\ilmu manajemen.htm

http://baim32.multiply.com/journal/item/36/Pendidikan_Pondok_Pesantren_Tradisional

http/Pondok pesantren. Html
H. Barthos, Bashir Perguruan tinggi Swasta di Indonesia. BUMI AKSARA : Jakarta. 1992

AL QUR’AN : PENGERTIAN, SEJARAH TURUN DAN KEMUKJIZATANNYA (Makalah Mata Kuliah Studi Islam)


AL QUR’AN  :   PENGERTIAN, SEJARAH TURUN DAN KEMUKJIZATANNYA

Disusun Oleh : Rinawati, STKIP Muhammadiyah Bogor

BAB I  PENGERTIAN  AL QUR’AN

     A. Pengertian Al-Quran Secara Etimologi ( Bahasa )

  1. Al-Lihyani

Al- Quran merupakan nama bagi firman Allah yang diturunkan Kepada nabi kita Muhammada SAW

  1.  Az-Zujaj

Al-Quran merupakan nama bagi firman Allah yang diturunkan  kepada Nabi yang menghimpun surat-surat , dan kisah-kisah, juga  perintah dan larangan atau   menghimpun intisari kitab-kitab suci sebelumnya,

  1.  Al-asya`ri
    Al-Quran adalah kumpulan yang terdiri atas ayat-ayat yangsaling menguatkan danterdapat kepemimpinan antara ayat satu dengan ayat lainnya.
  2.  Al- Farra
    Al-Quran dalah kumpulan yang terdiri atas ayat-ayat yang saling menguatkan dan

dan terdapat klemiripan antara yang satu dengan yang lainnya
e. Pendapat Lain
Al-Quran adalah himpunan intisari kitab-kitab Allah yang lain bahkan

seluruh ilmu  yang ada
 B.Pengertian Al-Quran Secara Terminologi ( Istilah )

  1. a. Al- Jurajani :
    Al- Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan
  2. Manna al-Qatthan :
    Al-Quran adalah kiatb ynag diturunkan Allah kepada Nabi uhammad SAW dan orang    yang membacanya akan memperoleh pahal
  3.  Abu Syahbah :
    Al-Quran adalah kitab yang diturunkan baik lafaz atau makna kepada Nabi terakhir, diriwayatkan secara mutawatir (penuh kepastian dan keyakinan)  ditulis pada mushaf dari surah Al- Fatihah sampai surah An-Nas.
  4. Pakar Ushul Fiqh, dan Bahasa Arab :
    Al-Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Nya, lafaznya dengan  mengandung mukjizat , membacannya mepunyai nilai ibadah, diturunkan secara  mutawatir dan ditulis pada mushaf

BAB II  SEJARAH TURUNNYA AL QUR’AN

a.      Metode Turunnya Wahyu Al Qur’an 
Al-Quran turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari 17 Ramazan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63 dari kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga tahap  yaitu :

  1. Al Quran turun sekaligus dari Allah ke Lukh mahfudh
  2. Al- Quran turun dari laukh mahfudh ke bait Al- izzah (tempat yang berada dilangit dunia
  3. Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi melalui perantara Jibril dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkaan satu surat

Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Berangsur-Angsur yaitu :

Memantapkan Hati Nabi

  1. Menentang dan melemahkan para penantang Al-Quran
  2. Memudahkan untuk di hafal dan di pahami
  3. Mengikuti setiap kejadian (yang menyebabkan turunnya Al-Quran)
  4. Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari Allah yang Maha Bijaksana

   

b. Metode Penulisan Al Qur’an  

Pada masa nabi, wahyu yang diturnakan oleh Allah kepadanya tidak hanya di eksprersikan dalam betuk hafalan tapi juga dalam bentuk tulisan.
Sekretaris pribadi nabi yang bertugas mencatat wahyu yaitu Abu Bakar, Umar bin Kahtab, Khalid Bin Walid dan Mua`wiyah Bin Abi Sofyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana yaitu lontaran kayu, pelepah kurma., tulang-belulang, dan batu.
Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi yaitu membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat dan mempersentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna

  1. 1.         Penulisan Al Qur’an Pada Masa Khulafaurrasyidin

Pada masa Khalifah Abu Bakar beliau memerintahkan untuk mengumpulkan wahyu-wahyu yang tersebar, kedalam satu mushaf, Usaha pengumpulan ini dilakukan setelah terjadi perang Yamamah pada 12 H yang telah menggugurkan nyawa 70 orang penghafal Al-Quran.  Akibat dari kekhawatiran atas kelestarian Al-Quran , maka dipercayakan Zaid bin tsabit untuk mengumpulkan wahyu tersebut. Usaha pengumpulan tersebut selesai dalam waktu ± 1 tahun yaitu pada 13 H.
Kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan terjadi perselisihan paham tentang perbedaan cara baca Al-Quran yang sudah berada pada titik yang menyebabkab umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya menyebabkan perselisihan . Akibat peristiwa tersebut , timbul lah inisiatif khaalifah Usman untuk mengumpulkan Al-Quran. Orang yang melakukan resensi Al-Quran adalah ; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Alsh dan Abdurrahman bin Al- Harish .
Dengan demikian suatu naskah absah Al-Quran yang disebut Mushaf Usmani telah diterapakan dan salinan nya di bagi beberapa wilayah utama daerah Islam

  1. 2.      Penyempurnaan Penullisan Al Qur’an Setelah  Masa Khalifah

Mushaf yang ditulis pada masa khalifah Usman tidak memiliki harakat dan tanda titik, sehingga orang non arab yang memeluk Islam merasa kesulitan membaca mushaf tersebut
Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan penyempurnaan oleh dua tokoh berikut :

  1.  Ubaidilllah bin ziyad, beliau melebihkan alif sebagai pengganti dari huruf yang di buang
  2.  Al-Hajjad bin yusuf Ats- Tsaqafi, beliau  menyempurnakan mushaf Usmani pada sebelas tempat yang memudahkan pembaca mushaf,
  3.  Abu Al-Aswad Ad- Du`Ali , Yahya Bin Ya`Mar, Nashr Bin Asyim Al-Laits  sebagai orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf Usmani.
  4. al-Khalid bin Ahmad Al- Farahidi Al-Azdi , beliau orang yang pertama kali meletakkan hamzah , tasdid, arrum dan Al-Isyamah adalah .

 

  1. 3.      Proses Pencetakan Al-Quran

Berikut ini urutan proses pencetakan Al Qur’an  ;
1.  Pertama kali di cetak di Bundukiyyah pada 1530 M
2. Hinkalman pada masa 1694 M di Hamburg ( jerman )
3. Meracci pada 1698 M di paduoe
4. Maulaya Usman di sain Peter buorgh, Uni Sovyet ( Label Islami )
5. Terbit cetakan di Kazan
6. Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran
7. Ta`di Tabriz pada 1833
8. Ta`di leipez, Jerman pada 1834


BAB III   KEMUKJIZATAN AL QUR’AN

 

Al-Qur`an sebagai kitab samawi terakhir yang diberikan kepada Muhammad sebagai penuntun dalam rangka pembinaan umatnya sangatlah fenomenal. Lantaran di dalamnya sarat nilai-nilai yang unik, pelik dan rumit sekaligus luar biasa. Hal ini lebih disebabkan karena eksistensinya yang tidak hanya sebagai ajaran keagamaan saja, melainkan ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai semenjak hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya.  Diantara nilai-nilai tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya. Saking pelik, unik, rumit dan keluar biasanya tak pelak ia menjadi objek kajian dari berbagai macam sudutnya, yang darinya melahirkan ketakkjuban bagi yang beriman dan cercaan bagi yang ingkar.

Namun demikian, seiring dengan waktu dan kemajuan intelkstualitas manusia yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, sedikit demi sedikit nilai-nilai tersebut dapat terkuak dan berpengaruh terhadap kesadaran manusia akan keterbatasan dirinya, sebaliknya mengokohkan posisi Al-Qur`an sebagai kalam Tuhan yang Qudus yang berfungsi sebagai petunjuk dan bukti terhadap kebenaran risalah yang dibawa Muhammad. Serentetan nilai Al-Qur`an yang unik, pelik, rumit sekaligus luar biasa hingga dapat menundukkan manusia dengan segala potensinya itulah yang lazimnya disebut dengan MUKJIZAT.

  1. 1.       Pengertian Mukjizat

 

Kata “Mukjizat” menurut Quraish Shihab berasal dari bahasa Arabأعجز yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu”, sedangkan ة“” ta’ marbutah pada kata معجزة menunjukkan makna mubalaghoh (superlative)

1. Menurut kamus besar Purwo Darminto adalah “kejadian ajaib/luar bisaa yang sukar dijangkau oleh kemampuan manusia”2. Sedangkan menurut pakar agama Islam adalah “suatu hal atau peristiwa luar bisaa yang terjadi melalui seorang yang disebut Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang di tantangkan pada yang meragukan, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut”.3 Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan bahwa pengertian “Kelemahan” secara umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, sehingga nampaklah kemampuan dari “mu’jis”(sesuatu yang melemahkan). Dan kata I’jas dalam konteks ini adalah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab beserta generasi-generasi setelahnya untuk menghadapi mu’jizatnya yang abadi( Al-Qur`an).4

Dari definisi tersebut di atas dapat diturunkan beberapa pengertian diantaranya:

  1. Kejadian luar bisaa yang “sukar” dijangkau oleh kemampuan manusia, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana ke-luar bisaaan mukjizat? Dan kata “sukar” pada definissi diatas menimbulkan probability tentang adanya kemungkinan bahwa manusia akan bisa sampai pada maqom sukar tersebut, bila demikian masihkah disebut mu’jizat?. Dalam bukunya yang berjudul “Mukjizat Al-Qur`an” Quraish Shihab menjelaskan bahwa kejadian luar bisaa yang dimaksud adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang terdapat secara umum pada hukum-hukum alam (sunatullah) yang diketahui oleh manusia5. Namun demikian penulis lebih berpendapat bahwa semua keajaiban yang terjadi di alam termasuk mukjizat semuanya adalah rasional artinya bahwa sebenarnya akal mampu menerima kebenaran logis terhadap mukjizat. Hal ini didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang gaib termasuk konsekuensi dari pahala dan dosa yang akan diterima oleh manusia besuk di hari pembalasan tetapi kenyataannya banyak manusia tidak percaya, tepatnya dalam QS: Yunus: 39 6 .  Dalam pengertian lain bahwa pengetahuan manusia tentang hukum sebab-akibat yang terdapat di alam hanyalah sebagian kecil dari hukum-hukum sebab akibat yang ada dalam pengetahuan Tuhan. Sebagai contoh adalah untuk mendapatkan hasil angka 7 bisa melalui 4+3 = 7 (hukum alam yang dapat diketahui manusia), sedangkang masih banyak sebab-akibat dari hasil angka 7 yang tidak dapat diketahui manusia karena keterbatasan pengindraan. Misalnya 3+3+1=7, (2×2)+3=7, 10-3=7, 100-99+(2×2)+2=7 dst, yang semua sebab-akibat tersebut ditunjukkan oleh Tuhan maka manusia akan mampu memahaminya. Oleh karena itu termasuk kata “sukar” di atas kurang tepat. Karena yakin bahwa manusia dibatasi oleh hukum-hukum alam yang melekat pada dirinya. Tetapi seandainya Allah memberikan penjelasan maka akal akan mampu menerima kebenaran tersebut, namun kenyataannya Allah tak memberikan penjelasan karena ada tujuan-tujuan tertentu yang tak mudah kita pahami.
  2. Melemahkan, istilah ini juga menggoda pada kita untuk mengkaji ulang. Diantara pendapat datang kaum Sirfah Abu Ishaq Ibrahim An-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah seperti al-Murtadha mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur`an adalah dengan cara shirfah (pemalingan). Artinya bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu, maka pemalingan inilah yang luar bisaa yang selanjutnya pendapat ini di habisi oleh Qadi Abu bakar al-Baqalani ia berkata: “kalau yang luar bisaa itu adalah shirfah maka kalam Allah bukan mukjizat melainkan Shirfah itu sendiri yang mukjizat” dengan berlandasan pada QS. Al-Isra’:88. 7. Berbeda dengan pendapat kaum sirfah, penulis lebih memandang melalui kaca mata dilalah siyaqiyah, bahwa makna “melemahkan-dilemahkan ” cenderung mengarah pada konteks menang dan kalah. Hal inilah yang menurut penulis kurang etis. Dan ternyata kata melemahkan معجزة) يعجز–(أعجز tidak terdapat dalam Al-Qur`an. kalimat yang digunakan adalah أيت (tanda-tanda) dan بينات (penjelasan) yang dari kedua kata tersebut menurut Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA. mempunyai dua pengertian pertama; pengkabaran Ilahi (QS.3:118, 252/QS.6:4/ QS10:7dan QS.2:159/ QS 3:86/ QS 10:150). Kedua; tanda-bukti yang termasuk digolongkan mukjizat (QS.3:49/ QS.7:126/ QS.40:78/ QS.27:13 dan QS.7:105/ QS.16:44/ QS.20:72)8. yang menurut penulis sebenarnya jauh dari makna melemahkan atau bahkan mengalahkan.
  3. Dibawa oleh seorang nabi. Seandainya peristiwa luar bisaa tersebut terjadi bukan pada nabi meskipun secara fungsi ada kesamaan dengan mukjizat, bisakah disebut mukjizat?. Dalam buku yang sama Quraish Shihab menjelaskan, selain yang membawa nabi kejadian luar bisaa tersebut bukan dinamakan mukjizat. Beliau menambahkan kalau terjadi pada seseorang yang kelak akan menjadi nabi maka disebut Irhash, adakalanya terjadi pada hamba Allah yang taat yang disebut karomah, dan apabila terjadi pada hamba yang durhaka disebut Istidroj (rangsangan untuk lebih durhaka) atau Ihanah (penghinaan)9. Semua peristiwa tersebut adalah merupakan tanda-tanda dan bukti atas kebesaran Allah agar siapapun yang menyaksikannya baik melalui akal maupun hatinya dapat beriman kepada Allah.
  1. Sebagai Bukti Kerasulan.  Kata “bukti” menyangkut percaya dan tidak percaya, seandainya seseorang telah percaya pada rasul bahwa Ia adalah utusan Allah, adakah masih disebut mukjizat?. Dari definisi mukkjizat, makna “bukti atau tanda” inilah yang paling utama bukan lemah dan melemahkan karena tujuan risalah (kerasulan) adalah agar seseorang mampu memahami dan meyakini bahwa risalah tersebut benar-benar dari Zat yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Adapaun bagi mereka yang sudah percaya terhadap kerasulan Nabi beserta apa yang disampaikannya yang berupa wahyu dari Tuhan maka peristiwa luar bisaa tersebut tetap disebut mukjizat. Sebab dimensi lain makna mukjizat(ketidak mampuan akal) tetap berlaku pada orang yang sudah percaya tersebut. Oleh karena itu fungsinya disamping sebagai “bukti” juga merupakan penjelasan dan pemantapan terhadap keyakinan seseorang.
  2. Mengandung Tantangan.  Memang kebanyakan ulama diantara misalnya Syahrur juga melihat QS. Al-Isra’: 88 mengandung tantangan dan tantangan tersebut berakhir pada kelemahan mu’jas10, namun hemat penulis bahwa sebenarnya Allah tidak hendak menantang orang-orang kafir. Bagaimana bisa Tuhan menantang mahluknya jelas inpossible, karena maksud dan tujuannya bukan untuk menantang. Dalam ilmu dilaliyah, conten analisis perlu meneropong gaya penuturan Autor, misalnya kalimat ” ayo kalau berani !” ( kondisi marah) mempunyai makna tantangan, sedangkan ” ayo kalau berani ” (kodisi tersenyum) bermakana menguji.
  1. 2.       Makna Kemujizatan Al-Qur`an

Berdasarkan sifatnya, mukjizat (Al-Qur`an) yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW. sangatlah berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu. Jika para nabi sebelumnya bersifat hissiy-matrial sedangkan Al-Qur`an bersifat maknawi / immateri. Perbedaan tersebut bertolak pada dua hal mendasar yaitu pertama, para nabi sebelum Muhammad SAW. ditugaskan pada masyarakat dan masa tertentu. Oleh karenanya mukjizat tersebut hanya sementara. Sedangkan Al-Qur`an tidak terbatas pada masyrakat dan masa tertentu sehingga berlaku sepanjang masa. Kedua, secara historis-sosiologis dalam pemikirannya manusia mengalami perkembangan. Auguste Comte(1798-1857) –sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab- ia berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase. Pertama Fase keagamaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi pada kekuatan Tuhan atau dewa yang diciptakan dari benaknya. Kedua fase metafisika, yaitu manusia berusaha menafsirkan gejala yang ada dengan mengembalikan pada sumber dasar atau awal kejadiannya. Ketiga fase ilmiah, dimana manusia dalam menafsirkan gejala atau fenomena berdasarkan pengamatan secara teliti dan eksperimen sehingga didapatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena tersebut11. Posisi Al-Qur`an sebagai mukjizat adalah pada fase ketiga dimana ditengarahi bahwa potensi pikir-rasa manusia sudah luar biasa sehingga bersifat universal dan eternal.

Umumnya mukjizat para rasul berkaitan dengan hal yang dianggap bernilai tinggi dan sebagai keunggulan oleh masing-masing umatnya pada masa itu. Misalnya pada zaman nabi Musa lagi ngeternnya tukang sihir, maka mukjizatnya sebagaimana tertera dalam QS. Al-a’raf: 103-126, As-Su’ara’: 30-51, dan Thoha: 57-73. pada nabi Isa adalah zaman perdukunan / tabib maka mukjizatnya adalah seperti pada QS. Ali Imran: 49 dan Al-Maidah: 110. Dan pada zaman Muhammad lagi marak-maraknya sastra sehingga mukjizat yang mach adalah Al-Qur`an12. Dari sinilah sebagian ulama berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur`an yang utama saat itu adalah kebahasaan dan kesastraannya di samping isi yang terkandung di dalamnya.

  1. 3.       Kemukjizatan Al-Qur`an dari aspek Bahasa dan Sastra

 

Dari segi kebahasaan dan kesastraannya Al-Qur`an mempunyai gaya bahasa yang khas yang sangat berbeda dengan bahasa masyarakat Arab, baik dari pemilihan huruf dan kalimat yang keduanya mempunyai makna yang dalam. Usman bin Jinni(932-1002) seorang pakar bahasa Arab -sebagaimana dituturkan Quraish Shihab- mengatakan bahwa pemilihan kosa kata dalam bahasa Arab bukanlah suatu kebetulan melainkan mempunyai nilai falsafah bahasa yang tinggi13. Kalimat-kalimat dalam Al-Qur`an mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada fenomena yang konkrit sehingga dapat dirasakan ruh dinamikanya, termasuk menundukkan seluruh kata dalam suatu bahasa untuk setiap makna dan imajinasi yang digambarkannya. Kehalusan bahasa dan uslub Al-Qur`an yang menakjubkan terlihat dari balgoh dan fasohahnya, baik yang konkrit maupun abstrak dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi makna yang dituju sehingga dapat komunikatif antara Autor(Allah) dan penikmat (umat)14.

Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-16) yang diakhiri vocal “a” dan diiringi konsonan yang berfariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style Quran adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila.15 Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke -cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.16

Selain efek fonologi terhadap irama, juga penempatan huruf-huruf Al-Qur`an tersebut menimbulkan efek fonologi terhadap makna, contohnya sebagaimana dikutip Shihabuddin Qulyubi dalam bukunya Najlah “Lughah Al-Qur`an al-karim fi Juz ‘amma”, bunyi yang didominasi oleh jenis konsonan frikatif (huruf sin) memberi kesan bisikan para pelaku kejahatan dan tipuan, demikian pula pengulangan dan bacaan cepat huruf ra’ pada QS. An-Naazi’at menggambarkan getaran bumi dan langit. Contoh lain dalam surat Al-haqqah dan Al-Qari’ah terkesan lambat tapi kuat, karena ayat ini mengandung makna pelajaran dan peringatan tentang hari kiyamat.17

Dari pemilihan kata dan kalimat misalnya, Al-Qur`an mempunyai sinonim dan homonym yang sangat beragam. contohnya kata yang berkaitan dengan perasaan cinta. علق diungkapkan saat bertatap pandang atau mendengar kabar yang menyenangkan, kemudian jika sudah ada perasaan untuk bertemu dan mendekat menggunakan ميل, seterusnya bila sudah ada keinginan untuk menguasai dan memiliki dengan ungkapan مودة, tingkat berikutnya محبة, dilanjutkan dengan خلة, lalu الصبابة , terus الهوى , dan bila sudah muncul pengorbanan meskipun membahayakan diri sendiri namanya العشق , bila kadar cinta telah memenuhi ruang hidupnya dan tidak ada yang lain maka menjadi التتيم , yang semua itu bila berujung pada tarap tidak mampu mengendalikan diri, membedakan sesuatu maka disebut وليه .18 yang semua kata-kata tersebut mempunyai porsi dan efek makna masing-masing. Meminjam bahasanya Sihabuddin disebut lafal-lafal yang tepat makna artinya pemilihan lafal-lafal tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing. Misalanya, dalam menggambarkan kondisi yang tua renta (Zakaria) dalam QS. Maryam: 3-6, Wahanal ‘Azmu minni bukan Wahanal lahmu minni. Juga Wasyta’alar-ra’su syaiba (uban itu telah memenuhi kepala) bukan Wasyta’alas- syaibu fi ra’si (uban itu ada di kepala).19

Masih dalam konteks redaksi bahasa Al-Qur`an berlaku pula deviasi(penyimpangan untuk memperoleh efek lain) misalnya dalam QS. Asy-Su’ara’, ayat 78-82. Pada ayat 78, 79 dimulai dengan lafal allazi, pada ayat 80 dimulai waidza, namun pada ayat 81, 82 kembali dengan allazi, dan fail pada ayat 78,79,81,82 adalah Allah, sedang pada ayat 80 faiilnya orang pertama (saya) tentu kalau di’atofkan pada ayat 78,79,81,82 maka terjadi deviasi pemanfaatan pronomina hua (هو). Lafal yahdiin, yumiitunii wa yasqiin dan yasfiin tanpa didahului promnomina tersebut. Pengaruh dan efek deviasi yang ditimbulkan adalah munculnya variasi struktur kalimat sehingga kalimat-kalimat tersebut tersa baru dan tidak menjemukan20.

Selain itu keseimbangan redaksi Al-Qur`an telah membuat takjub para pemerhati bahasa, baik keseimbangan dalam jumlah bilangan kata dengan antonimnya, jumlah bilangan kata dengan sinonimnya, jumlah kata dengan penyebabnya, jumlah kata dengan akibatnya, maupun keseimbangan-keseimbangan yang lain(khusus). Misalnya الحياة dan الموت masing-masing sebanyak 145 kali. النفع dan الفساد sebanyak 50 kali dan seterusnya. Kata dan sinonimnya misalnya, الحرث dan الزراعة sebanyak 14 kali,العقل dan النور sebanyak 49 kali dan lain sebagainya. Kata dengan penyebabnya misalnya, الاسرى (tawanan) dan الحرب sebanyak 6 kali, السلام dan الطيبات sebanyak 60 kali dan lain-lainnya. Kata dan akibatnya contohnya, الزكاة dan البركات sebanyak 32 kali,الانفاق dan الرضا sebanyak 73 kali.21

Secara umum Said Aqil merangkum keistimewaan Al-Qur`an sebagai berikut:

  1. Kelembutan Al-Qur`an secara lafziyah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasa.
  2. Keserasian Al-Qur`an baik untuk orang awam maupun cendekiawan.
  3. Sesuai dengan akal dan perasaan, yakni Al-Qur`an memberi doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran serta keindahan sekaligus.
  4. Keindahan sajian serta susunannya, seolah-olah suatu bingkai yang dapat memukau akal dan memusatkan tanggapan dan perhatian.
  5. Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam bentuknya.
  6. Mencakup dan memenuhi persyaratan global(ijmali) dan terperinci (tafsily).
  7. Dapat memahami dengan melihat yang tersurat dan tersirat.22

Semua data-data yang penulis paparkan, hanyalah sekelumit kandungan kemukjizatan dari sisi kebahasaan dan tentunya masih banyak hal terkait dengan kontek ini yang tak mungkin penulis bahas. Singkat kata bahwa ditinjau dari kebahasaan Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar bisa baik pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat komunikatif lagi fenomenal. Eksistensinya yang sedemikian luarbisa, membuat bangsa Arab khususnya saat itu bertekuk lutut dan tak mampu berbuat apa-apa.

4. Kemukjizatan Al-Qur`an dari Aspek Isyarat Ilmiah

 

Selain keistimewaan pada kebahasaan, Al-Qur`an juga mempunyai isyarat-isyarat ilmiyah yang sebagian ulama menganggap sebagai bentuk kemukjizatan Al-Qur`an. Diantara isyarat-isyarat itu adalah bagaimana Al-Qur`an berbicara tentang reproduksi manusia. Setidaknya ada beberapa ayat yang menjelaskan proses kejadian manusia yang berasal dari Nutfah (air mani), yaitu surat Al-Qiyamah (75:36 -39):

Artinya :

(36) Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?  (37) Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim) (38) Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya (39) Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.

Surat An-. Najm (53: 45-46):

¼çm¯Rr&ur t,n=y{ Èû÷üy_÷r¨“9$# tx.©%!$# 4Ós\RW{$#ur ÇÍÎÈ `ÏB >pxÿôܜR #sŒÎ) 4Óo_ôJè? ÇÍÏÈ

Artinya :

(45)  Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. (46) Dari air mani, apabila dipancarkan

Surat Al-Waqi’ah (56: 58-59)

Artinya :

58. Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.

59. Kamukah yang menciptakannya, atau kamikah yang menciptakannya?

Ayat-ayat di atas pada zaman modern sesuai dengan penemuan para ahli genetika bahwa air mani yang menyembur dari laki-laki mengandung 200.000.000 lebih sel sperma yang salah satu darinya akan menembus rahim dan membuahi ovum. Dalam konsep tersebut bahwa sel sperma mempunyai kromosum yang dilambangkan hurup XY, sedangkan perempuan XX. Apabila sel sperma yang berkromosum X lebih dominan maka akan lahir perempuan sedang apabila yang lebih dominan Y maka akan lahir laki-laki. Barang kali inilah penjelasan sementara tentang informasi ayat ke 39 surat Al-Qiyamah. Kemudian setelah ovum terbuahi akan menjadi zigot atau yang dalam ayat ke 38 disebut ‘Alaqoh.23

Selain itu, Al-Qur`an juga mengisyaratkan tentang kejadian alam semesta, bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan seperti digambarkan dalam QS. Al-Anbiya`21: 30.

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Pada tahun 1929 Edwin P. Hubbel (1889-1953) mengadakan observasi yang menunujukkan adanya pemuaian alam semesta. Hal ini sesuai dengan QS. Azdariyat ayat 57 bahwa alam semesta berekspansi bukan statis sebagaimana diduga Enstin. Ekspansi itu melahirkan sekitar seratur milyar galaksi yang masing-masing mempunyai 100 milyar bintang. Pada awalnya semua benda-benda langit tersebut merupakan gumpalan gas padat terdiri dari proton dan neutron yang mempunyai kisaran secara teratur, dan pada derajat temperature tertentu gumpalan tersebut meledak yang proses ini lazimnya disebut Big Bang.24

Diantara isyarat ilmiyah lain adalah gunung. Secara eksplisit kata gunung dalam Al-Qur`an disebutkan sebanyak 39 kali dan secara implisit terdapat 10 kali. Dari 49 ayat tersebut 22 diantaranya menggambarkan gunung sebagai pasak atau pancang bumi. Misalnya dalam surat An Naba` 78:7

Artinya : Dan gunung-gunung sebagai pasak.

Begitu juga dalam QS. 13:3, 15:19, 16:15, 21:31, 27:61, 31:10, 50:7, 77:27 dan 79:32.

Fakta-fakta mengenai gunung, baru tersingkap oleh para pakar pada akhir tahun 1960-an, bahwa gunung mempunyai akar, dan peranannya dalam menghentikan gerakan menyentak horizontal lithosfer, baru dapat difahami dalam kerja teori lempengan tektonik(plate tetonics). Hal ini dapat dimengerti karena akar gunung mencapai 15 kali ketinggian di permukaan bumi sehingga mampu menjadi stabilisator terhadap goncangan dan getaran.25

Lebih lanjut Airy(1855) mengatakan bahwa lapisan di bawah gunung bukanlah lapisan yang kaku melainkan gunung itu mengapung pada lautan bebatuan yang lebih rapat. Namun demikian massa gunung yang besar tersebut diimbangi defisiensi massa dalam bebatuan sekelilingnya di bawah gunung dalam bentuk akar. Akar gunung memberikan topangan buoyancy serupa dengan semua benda yang mengapung. Ia menggambarkan kerak bumi yang berada di atas lava dapat dibandingkan dengan kenyataan sehari-hari yaitu seperti rakit kayu yang mengapung di atas air, dimana permukaan rakit yang mengapung lebih tinggi dari permukaan lainnya juga mempunyai permukaan yang lebih dalam. Dengan demikian permukaan bumi tetap dalam Equilibrium Isostasis, artinya bawa permukaan bumi berada dalam titik keseimbangan akibat perbedaan antara Volume dan daya grafitasi.26

Masih banyak lagi isyarat-isyarat ilmiyah yang disinggung Al-Qur`an misalnya tentang kejadian awan, sistem kehidupan lebah, tumbuhan-tumbuhan yang berklorofil dan seterusnya, yang semua itu merangsang terhadap adanya pembuktian-pembuktian secara empiris dan rasionalis. Dan semakin bukti-bukti itu terkuak semakin nyatalah kebenaran Al-Qur`an bahwa ia bukan buatan Muhammad. Bagaimana mungkin seorang Muhammad yang 14 abad silam tak mengenal pendidikan tidak bisa baca-tulis mampu menjelaskan hal itu semua.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana posisi kebenaran ilmiyah terhadap isyarat-isyarat ilmiyah Al-Qur`an?. Satu hal yang harus dipahami adalah bahwa Al-Qur`an bukanlah buku kumpulan teori ilmiyah, ia lebih merupakan suatu petunjuk untuk menuju pada tujuan yang benar. Apabila kita menganalisa sedikit ayat-ayat diatas bahwa Al-Qur`an tidak hanya berhenti pada isyarat ilmiyah tetapi lebih pada bagaimana setelah manusia itu memahami dan mengerti terhadap isyarat-isyarat ilmiyah tersebut. Adapun ke-ilmiyah-an Al-Qur`an hanya sebatas juklak agar tujuan-tujuan Tuhan lebih komunikatif dan efektif. Sehingga ada perbedaan mendasar atas ke-ilmiyah-an Al-Qur`an dan “ke-ilmiyah-an” dalam pengetahuan manusia. Sehingga dapat di analogkan ke-ilmiyah-an Al-Qur`an adalah peta dan “ke-ilmiyah-an” manusia adalah proses penelusuran jejak-jejak tersebut, oleh karenanya hanya bersifat justifikasi andaikata benar. Sebab sevalid apapun ke-ilmiyah-an manusia ia tetap tunduk pada hukum-hukum dan teori-teori ke-probabilitas-an manusia yang notabene bersifat serba terbatas.

5. Kemukjizatan Al-Qur`an Dari Aspek Kisah-kisah Purba

Diantara hal yang menarik dari Al-Qur`an adalah bahwa Al-Qur`an memuat beberapa cerita kaum-kaum terdahulu, hingga jauh ke hulu sejarah peradaban umat manusia yang tak mungkin buku sejarah manapun mampu mengcover secara akurat. Memang Al-Qur`an tidak memaparkan secara kronologis-histories, karena memang Al-Qur`an bukanlah buku sejarah. Al-Qur`an menggunakan sejarah purba tersebut hanya sebagai icon terhadap sebuah fenomena tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu. Sehingga starting pointnya dalam memahami kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur`an bukan dari dimensi histories ansih, melainkan dari dimensi agama kisah merupaka metode Tuhan dalam rangka menyampaikan ajaran yang terkandung di dalamnya. Bahkan Al-Qur`an juga memberi informasi terhadap kejadian-kejadian yang bakal terjadi, misalnya kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia pada masa sekitar sembilan tahun sebelum peristiwa tersebut terjadi. Juga cerita tentang datangnya seekor binatang yang dapat bercakap-cakap menjelang hari kiyamat, yang terdapat dalam surat An-Naml 27: 82.27

Artinya : Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.

Manna’Kholil Khattan menyebutkan macam-macam kisah yang terdapat di Al-Qur`an. Pertama, kisah-kisah para Nabi dan segala hal yang menyangkut perjuangannya. Seperti Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, Muhammad SAW. dan seterusnya. Kedua, kisah-kisah yang berhubungan dengan masa lulu dan orang-orang yang belum bias dipastikan kenabiaanya. Misalnya kisah beribu-ribu orang yang pergi dari kampungnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putra Adam, Ashaabul kahfi, Zulkarnain, ashaabul Sabt, Karun dan lain-lainnya. Ketiga, kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW. seperti perang badar, prang uhud, perang Hunain, perang Ahzab, tentang Isra` dan Mi’raj dan lain-lain.28

Sementra diantara kritikus baik dari orientalis maupun oksidentalis ada yang meragukan. Salah satunya seperti yang dikutip Manna’Kholil Khattan, bahwa salah satu kandidat doctor di Mesir mengajukan judul Al Fannul Qasasiy fil Qur`an, yang intinya dalam disertasi tersebut menyatakan bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur`an merupakan karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas kaidah-kaidah seni, tanpa harus memegangi sisi kebenaran sejarah. Dari pernyataan ini jelas sekali bahwa ia meragukan kebenaran terhadap kisah-kisah dalam Al-Qur`an.29

Dalam Al-Qur`an surat Al-Hadid (57) :26 disebutkan:

Artinya : “Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al kitab, Maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik”.

Barang kali kita merasa tertohok jika ada orang bertanya kapan dan dimana Nabi Nuh itu hidup adakah bukti-bukti secara empiris terhadap hal itu?. Untuk menelusuri pertanyaan ini kita dapat murujuk pada tradisi Islam yaitu Al-Qur`an-hadis dan sebagainya, tradisi Semitis yang meliputi injil, data arkeologis dan antropologis.

Al-Qur`an surat 11:44, mengisahkan bahwa perahu Nabi Nuh terdampar di gunung Judy. Maulana Yusuf menafsirkan, gunung Judy terletak di daerah yang meliputi distrik Bohran di Turki; yaitu dekat perbatasan Turki sekarang dan Irak dan Syiria. Yakni pegunungan besar Plateau Ararat yang mendomonasi distrik ini.

Dalam teradisi Islam dari Imam Abu al-Fida’ Al-Tadmuri (Mattewhs 1949) dapat disimpulkan bahwa sejarah Nabi Nuh AS mulai sekitar 6000 tahun yang lalu atau 4000 SM. Sementara daerah sekitar seperti ayat di atas di huni oleh penduduk lembah Trigis Hulu atau keturunan mereka. Di samping itu pertemuan tadisi Islam dan Injil menguatkan hal tersebut. Menurut Al-Tadmuri nabi Nuh mempunyai tiga putra yaitu Sam, Ham dan Yafat. Menurut tradisi Injil dan Yahudi putra Nabi Nuh adalah Shem, Ham dan Japhet. Sementara Kanaan masih polemic ada yang mengatakan termasuk putranya atau cucunya dari Ham, yang jelas masih keluarga Nabi Nuh.30

Para sarjan Yahudi percaya bahwa Sam adalah cikal-bakal kelompok ras yang umumnya sekarang disebut Timur Tengah. Ham dianggap sebagai nenek moyang oaring yang tinggal di Afrika Utara sedangkan kanaan sebagai asal-usul Canaanites yaitu Hittites, Amorites, Jebusites, Hivites, Girghasites dan Perrizites. Dan Yafat dianggap sebagai bapak dari bangsa yang mendiami daerah utara dan barat Palestina.

Keterangan yang mirip di tuturkan oleh Al-Tadmuri dalam bukunya Muthir Al-Gharam Fi Fadl Zuyarat Al-Khalili dengan mengutip riwayat At-Tha’labi bahwa Sam adalah bapak dari orang Arab, Parsi dan Yunani, Ham adalah bapaknya orang Negro dan Yafat adalah bapaknya orang Turki, Barbar dan Ya’juj dan Ma’juj.31

Dari perkawinan tradisi di atas nampak formasi kehidupan Nabi Nuh sekaligus mempertegas terhadap kisah yang ada dalam Al-Qur`an bukanlah mengada-ada. Meskipun dari sudut latar, setting, plot dan alur tidak jelas. Karena Al-Qur`an tidak hendak me-narasi-kan suatu peristiwa dengan pendekatan sastra. Dan menurut penulis eksistensinya Al-Qur`an sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan -terkait dengan masalah kisah-kisah ini- maka bila satu kisah sudah dapat dibuktikan secara empiris maka ini sekaligus membuktikan bahwa seluruh kisah dalam Al-Qur`an adalah benar dan non fiktif adanya.

 

6. Kemukjizatan Al-Qur`an dari aspek Tasyri’ (hukum)

Tak kalah menakjubkan lagi ketika Al-Qur`an berbicara tentang hukum(tasyri’) baik yang bersifat individu, sosial(pidana, perdata, ekonomi serta politik) dan ibadah. Sepanjang sejarah peradaban umat, manusia selalu berusaha membuat hukum-hukum yang mengatur sekaligus sebagai landasan hidup mereka dalam kehidupan mereka. Namun demikian hukum-hukum tersebut selalu direkonstruksi diamandement bahkan dihapuskan sesuai dengan tingkat kemajuan intelekstualitas dan kebutuhan dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks. Perkara ini tak berlaku pada Al-Qur`an. Hukum-hukum Al-Qur`an selalu kontekstual berlaku sepanjang hayat, dimanapun dan kapanpun karena Al-Qur`an datang dari Zat yang Maha Adil lagi Bijaksana.

Dalam menetapkan hukum Al-Qur`an menggunakan cara-cara sebgai berikut; pertama, secara mujmal. Cara ini digunakan dalam banyak urusan ibadah yaitu dengan menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula tentang mu’amalat badaniyah Al-Qur`an hanya mengungkapkan kaidah-kaidah secara kuliyah.sedangkang perinciannya diserahkan pada As-Sunah dan ijtihad para mujtahid. Kedua, hukum yang agak jelas dan terperinci. Misalnya hukum jihad, undang-undang peranghubungan umat Islam dengan umat lain, hukum tawanan dan rampasan perang. Seperti QS. At-Taubah 9:41. Ketiga, jelas dan terpeinci. Diantara hukum-hukum ini adalah masalah hutang-piutang QS. Al-Baqarah,2:282. Tentang makanan yang halal dan haram, QS. An-Nis` 4:29. Tentang sumpah, QS. An-Nahl 16:94. Tentang perintah memelihara kehormatan wanita, diantara QS. Al-Ahzab 33:59. dan perkawinan QS. An-Nisa` 4:22.32

Yang menarik diantara hukum-hukum tersebut adalah bagaimana Tuhan memformat setiap hukum atas dasar keadilan dan keseimbangan baik untuk jasmani dan rohani, individu maupun sosial sekaligus ketuhanan. Misalnya shalat yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang sudah aqil-balig dan tidak boleh ditinggalkan atau diganti dengan apapun. Dari segi gerakan banyak penelitian yang ternyata gerakan shalat sangat mempengaruhi saraf manusia, yang intinya kalau shalat dilakukan dengan benar dan khusuk (konsentrasi) maka dapat menetralisir dari segala penyakit yang terkait dengan saraf, kelumpuhan misalnya. Juga shalat yang kusuk merupakan bentuk meditasi yang luar biasa, sehingga apabila seseorang melakukan dengan baik maka jiwanya akan selamat dari goncangan-goncangan yang mengakibatbatkan sters hingga gila.

Dalam konteks sosial shalat mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar seperti dalam QS. Al-‘Ankabut 29: 45,

Artinya :

45. Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

yang kedua perbuatan tersebut merupakan biang kerok penyakit sosial. Semua bentuk kejahatan sosial seperti politik kotor, korupsi, kriminalitas pelecehan seksual yang semua itu disebabkan oleh nafsu (potensi) syaitoniyah dan shalat adalah obat mujarab untuk itu. Contoh lain misalnya Al-Qur`an Ali iIran 2:159 yang menanamkan sistem hukum sosial dengan berdasar pada azas musyawarah.

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[33]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Ayat diatas menganjurkan untuk menyelesaikan semua problem sosial dengan azaz musyawarah agar dapat memenuhi keadilan bersama dan tidak ada yang dirugikan. Nilai yang dapat diambil adalah bagaimana manusia harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompoknya, karena hasil keputusan dengan musyawarah adalah keputusan bersama. Dengan demikian keutuhan masyarakat tetap terjaga. Ayat selanjutnya apabila sudah sepakat dan saling bertanggung jawab maka bertawakkal kepada Allah. Hal ini mengindikasikan harus adanya kekuasaan mutlak yang menjadi sentral semua hukum dan sistem tata nilai manusia.

Demikianlah karakteristik sekaligus rahasia hukum-hukum Tuhan yang selalu menjaga keadilan dan keseimbangan baik individu, sosial dan ketuhanan yang tak mungkin manusia mampu menciptakan hukum secara kooperatif dan holistic. Oleh karena itu tak salah bila seorang Rasyid Rida -sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab- mengatakan dalam Al-Manarnya bahwa petunujuk Al-Qur`an dalam bidang akidah, metafisika, ahlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan agama, sosial, politik dan ekonomi merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Dan jarang sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh danmempelajarinya bertahun-tahun. Padahal sebagaimana maklum Muhammd sang pembawa hukum tersebut adalah seorang Ummy dan hidup pada kondisi dimana ilmu pengetahuan pada masa kegelapan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV  KESIMPULAN

 

Al-Quran turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari 17 Ramazan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63 dari kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga tahap  yaitu  Al Quran turun sekaligus dari Allah ke Lukh mahfudh, Al- Quran turun dari laukh mahfudh ke bait Al- izzah dan Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi melalui perantara Jibril dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkan satu surat

Berbagai metode penulisan Al Qur’an  dari masa ke masa dilakukan untuk menjaga keaslian Al Qur’an hingga akhir zaman.

Menanggapi masalah definisi mukjizat yang telah dihadirkan para ulama, penulis lebih cenderung pada makna “bukti”, hal ini didasarkan pada bahwa kata “mukjizat” tidak ditemukan dalam al-quran melainkan kata “ayat”. Bukti-bukti inilah yang luar biasa sehingga manusia khusunya masyarakat Arab ketika itu bertekuk lutut atau paling tidak sebenarnya mereka mengakuinya. Diantara bukti-bukti yang luar biasa tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya.

Ditilik dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar biasa baik yang dihasilkan dari pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna. Ditambah lagi adanya keseimbangan redaksinya serta keseimbangan antara jumlah bilangan katanya. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat kominikatif lagi fenomenal.

Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah. Bagaimana Al-Qur`an mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal proses penciptaan alam beserta frora dan faunanya tentang awan peredaran matahari dan seterusnya yang semua itu dapat dibuktikan keabsahannya melalui kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al-Qur`an sejalan dengan rasio dan akal manusia.

Adanya kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, menempatkannya sebagai ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai mulai hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya. Bahwa peristiwa-peristiwa tersebut sengaja dihadirkan oleh Tuhan agar manusia mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah kehidupan. Ia merupakan sebuah metode yang dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai yang terkandung didalamnya.

Keistimewaan Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk hukum secara kooperatif, komprehensif dan holistik baik yang berkenaan masalah akidah, agama, sosial, pilitik dan ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz keadilan dan keseimbangan, baik secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat atau manusia sebagai indifidu, social masyarakat atau dengan Tuhannya. Demikianlah yang dapat penulis paparkan dan akhirnya wallahu ‘alam bish-shawab.

DAFTAR PUSTAKA

Rosihan Anwar. 2004. Ulumul Quran . Bandung : Pustaka Setia Al- Shalih Subhi. 1990.  Mabahis Fi Uluimil Quran . Jakarta: Tim Pustaka

Al-Qur`an Terjemah versi مجمع الملك المدينة المنورة 1418 H

Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596, Balai Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989

M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur`an, Misan Bandung, cetakan V April 1999

Manna’ Khalil al_Qattan, Studi Ilmu Qur’an ( terjamahan dariمباحث في علوم القرآن ), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998

Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Qur`an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002

Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Qur`an, Titan Ilahi Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997

M. Syahrur, al-Kitab wa Al-Qur`an (qiraatun mu’asharatun), Syarikah Al-matbuu’ah littauzii’ wa an-nasyr Beirut Libanon cetakan ke VI 2000.

Ahmad Ash Showy (et.al) Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah tentang IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999

1 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal 23

2 Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596, Balai Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989

3 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal 23

4 Manna’ Khalil al_Qattan, Studi Ilmu Qur’an ( terjamahan dariمباحث في علوم القرآن ), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998 hal. 371

5 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 24

6 Dalam Al-quran versi مجمع الملك المدينة المنورة diterjemahan . Padahal belum datang kepada mereka penjelasannya , hal ini mengandung arti bahwa sebenarnya akal manusia mampu menerima kebenaran atas ayat-ayat Allah khususnya yang terkait dengan al-quran sebagai mukjizat atas isi dan susunan bahasanya. Karena dalam hal ini bahwa keluarbiasaan tersebut berlaku di alam untuk manusia.

7 Manna’ Khalil al_Qattan, (Studi Ilmu Qur’anterjemahan dari مباحث في علوم القرآن ), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998 hal. 375

8 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002, hal. 30

9 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 24

10 Lih. M. Syahrur dalam bukunya al-Kitab wa al-Quran (qiraatun mu’sharatun), Syarikah Al-matbuu’ah littauzii’ wa an-nasyr Beirut Libanon cetakan ke VI 2000. hal 179

11 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 36-37

12 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002, hal. 31

13 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 90

14 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002, hal. 33-34

15 Lihat Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan Ilahi Pers yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 39-41

16 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 119

17 Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan Ilahi Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 45-46

18 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 97

19 Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan Ilahi Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 54

20 Ibid. hal. 60

21 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 141-142

22 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002, hal. 35

23 Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 166-170

24 Ibid. hal 171-172

25 Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah tentang IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999, hal 122

26 Ibid, hal. 180

27 Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 194

28 Manna’ Khalil al_Qattan, (Studi Ilmu Qur’an مباحث في علوم القرآن terjemahan dari ), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998 hal. 436

29 Ibid, hal. 438-439

30 Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah tentang IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999, hal 67-68

31 Ibid. hal 68-69

32 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002, hal. 49-52

33 Maksudnya urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi dan hal-hal kemasyarakatan lainnya. Terjemahan Al-quran versi مجمع الملك المدينة المنورة 1418. hal. 103

Bahan Kuliah : Pengertian Al Qur’an


Pengertian Al-Qur’an

Secara Bahasa (Etimologi)

Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*

Secara Syari’at (Terminologi)

Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.

Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)

Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka tipudayanya.

Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan keuniversalannya serta menunjukkan bahawa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)

Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)

Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad:29)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)

Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)

Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)

Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)

Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)

Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)

Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,

Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)

Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)

Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)

Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)

Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)

* Maksudnya, al-Qur’an adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab yang sebelumnya. (al-Qur’an dan terjemahannya, DEPAG RI)

(SUMBER: Ushuul Fii at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin, hal.9-11)

sumber dari http://hikmatun.wordpress.com/2007/01/03/pengertian-al-qur%E2%80%99a