PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

KATA PENGANTAR

EDISI KETIGA

Sejak dikumandangkan sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia, penggunaan bahasa

Indonesia makin luas ke berbagai bidang kehidupan, bahkan berpeluang menjadi bahasa ilmu

pengetahuan. Peluang itu makin nyata setelah bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa Negara

(UUD 1945, Pasal 36) yang menepatkan bahasa itu sebagai bahasa resmi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan bahasa pengantar pendidikan serta bahasa dalam pengembangan ilmu penge-tahuan dan teknologi. Untuk itulah, diprlukan pengembangan peristilahan bahasa Indonesia da-lam berbagai bidang ilmu, terutama untuk kepentingan pendidikan anak-anak bangsa.

Kekayaan peristilahan suatu bahasa dapat menjadi indikasi kemajuan peradaban bangsa

pemilik bahasa itu karena kosakata, termasuk istilah, merupakan sarana pengungkap ilmu dan

teknologi serta seni. Sejalan dengn perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

Indonesia dari waktu ke waktu, perkembangan kosakata/istilah trus menunjukkan kemajuan. Ke-majuan itu makin dipacu ketika kerja sama pengembangan bahasa kebangsaan bersama Malaysia

diarahkan pada pengembangan peristilahan. Dalam upaya member panduan dalam pengem-bangan peristilahan itulah disusun  Pedoman Umum Pembentukan Istilah  yang pertama terbit

tahun 1975. Setelah digunakan sekitar 14 tahun, pedoman itu disempurnakan kembali dan diter-bitkan sebagai edisi kedua dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

0389/0/1988 tanggal 11 Agustus 1988. Di dalam prakata Pedoman Umum Pembentukan Istilah

edisi pertama berdasarkan pada Lembaran UNESCO: ISO/TC 32, International Organization for

Standardization, Draft ISO Recommendation, No. 781, Vocabulary of Terminology. Dalam edisi

ini perlu dikemukakan bahwa yang menangani peristilahan internasional bukan ISO/TC 32,

melainkan ISO/TC 37.

Perubahan tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi, telah mengubah pola pikir dan

perilaku  masyarakat.   Seluruh  sendi kehidupan  masyarakat   mengalami   perubahan,  terutama

mengarah pada persiapan memasuki tatanan baru tersebut. Penggunaan bahasa asing, terutama

bahasa   Inggris,   memasuki   berbagai   sendi   kehidupan,   terutama   dalam   perkembangan   ilmu

pengetahuan  dan teknologi. Perubahan itu mewarnai perkembangan  kosakata/istilah  bahasa

3

Indonesia. Kosakata/istilah bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia bersama masuknya

ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan kebudayaan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Berbagai perubahan itu perlu ditampung dalam proses pengalihan kosakata, khususnya istilah

bahasa asing, ke dalam  bahasa Indonesia. Untuk itu, pedoman pembentukan istilah yang tela

digunakan selama 30 tahun perlu ditinjau kembali agar menampung berbagai perubahan tersebut.

Dalam merealisasikan peninjauan kembali oedoman tersebut, pihak Indonesia mem-bentuk tim yang terdiri atas Prof. Dr. Anton M. Moeliono, Prof. Dr. Mien A. Rifai, dan Drs.

Fairul Zabadi (sekretaris) dengan penanggung jawab Dr. Dendy Sugono (Kepala Pusat Bahasa)

yang bertugas menyiapkan bahan penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang

dipaparkan dalam siding ke-15 Pakar Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia

(Mabbim) yang diselenggarakan tanggal 10—14 September di Denpasar. Ihwal peninjauan

kembali pedoman tersebut dibahas dalam Sidang ke-41 Mabbim yang diadakn di Makassar pada

tanggal 13—15 Maret 2002 dan pihak Mabbim Indonesia diberi kepercayaan untuk melakukan

revisi pedoman tersebut. atas dasar itu, pihak Indonesia melanjutkan pembahasan hasil revisi

pedoman tersebut dalam rapat-rapat khusus di Pusat Bahasa Jakarta. hasil revisi pihak Indonesia

itu dibahas dalam sidang ke-42 Mabbim di Brunei Darussalam. Pedoman Umum Pembentukan

Istilah yang telah dibahas tersebut disempurnakan kembali oleh pihak Indonesia berdasarkan

hasil pembahasan dalam sidang tersebut dan selanjutnya dibahas dalam Musyawarah Sekretariat

Mabbim di Jakarta dengan wakil ketiga Negara anggota Mabbim, yaitu Dr. Dendy Sugono, Prof.

Dr. Anton M. Moeliono, Prof. Dr. Mien A. Rifai (Indonesia), Prof. Dr. DAto Hajah Asmah Haji

Omar   (Malaysia),  dan   Dr.  Mataim bin   Bakar  (Brunei  Darussalam).  Pembahasan   terutama

ditekankan   pada   bagan   prosedur   pembentukan   istilah   dan   masing-masing   negara   anggota

menyempurnakan pedoman tersebut. hasil penyempurnaan pedoman itu dibahas oleh Kelompok

Khusus yang dihadiri oleh wakil keiga negara anggota tersebut dalam Sidang Ke-17 Pakar

Mabbim di pulau Langkawi, Malaysia pada tanggal 8—12 September 2003, Indonesia diwakili

oleh Prof. Dr. Anton M. Moeliono. Akhirnya, hasil penyempurnaan pedoman tersebut diterima

sebagai hasil putusan Sidang Ke-43 Mabbim di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 9—11

Maret 2004 untuk diberlakukan di negara anggota Mabbinm dan diterbitkan sesuai dengan gaya

dan tata cara penerbitan yang berlaku di Negara masing-masing.

Pihak Mabbim Indonesia telah menerbitkan  hasil putusan Mabbim tersebut sebagai

Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 146/U/2004 dan diluncurkan pada acara pembukaan Sidang Ke-44 Mabbim di

Mataram, Indonesia pada tanggal 7 Maret 2005. Untuk itu, kepada anggota tim revisi dan semua

pihak   yang   membantu   penyempurnaan   dan   penerbitan   pedoman   edisi   ketiga   ini   saya

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus.

Penerbitan Pedoman Umum Pembentukan Istilah ini diharapkan dapat mempercepat laju

perkembangan istilaj bahasa Indonesia karena masyarakat dapat menciptakan istilah sendiri

berdasarkan tata cara pembentukan istilah yang dimuat dalam buku pedoman ini.

Jakarta, 28 Oktober 2005 Dendy Sugono

Kepala Pusat Bahasa

 

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

No. 146/U/2004 TENTANG PENYEMPURNAAN PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH

 

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang    :

a.   bahwa   dengan   Keputusan   Menteri   Pendidikan   Nasional   dan

Kebudayaan  Nomor  0389/U/ 1988 tanggal 11 Agustus 1988 telah ditetapka

peresmian berlakunya Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Kedua;

b. bahwa sebagai akibat perkembangan kehidupan masyarakat, dipandang perlu

menetapkan kembali Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penyempurnaan Pedoman

Umum Pembentukan Istilah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen,

sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2004;

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 Tahun 2000 tentang

Susunan   Organisasi   dan   Tugas   Departemen,   sebagaimana   telah   diubah   dengan   Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001;

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai

Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama :   Menyempurnakan  Pedoman   Umum   Pembentukan   Istilah,  sebagaimana

ditetapkan dengn Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0389/U/1988, menjadi

sebagimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Kedua :   Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 November 2004

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

ttd

Bambang Sudibyo

PRAKATA

EDISI PERTAMA

Kerja sama dan komunikasi di antara para ahli dan sarjana di lapangan pengetahuan dan

teknologi tambah lama perlu untuk menjamin kemajuan hidup yang dewasa ini dicirikan oleh

besarnya pengaruh ilmu dan teknologi di segala kehidupan dan kegiatan manusia.

Agar pertukaran informasi memperoleh hasil yang baik, istilah khusus, yang merupakan

sendi penting di dalam sistem ilmu pengetahuan, harus mempunyai makna yang sama bagi

semua orang yang menggunakannya. Kesepakatan umum tentang makna nama dan istilah khusus

serta penggunaannya secara konsisten akan menghasilkan keseragaman suatu kosakata khusus

yang memuat konsep, istilah, dan definisinya yang baku. Pembakuan tata nama dan tata istilah

khusus itu akan mempermudah pemahaman bersama dan memperlancar komunikasi ilmiah, baik

pada   taraf   nasional   maupun   pada   taraf   internasional,   serta   mengurangi   kekacauan,

kemaknagandaan, dan kesalahpahaman.

Di dalam pedoman umum ini, yang berdasar pada lembaran UNESCO: ISO/TC 32,

International   for   Standardization,   Draft   ISO   Recommendation,   No.   781,   Vocabulary   of

Terminology,  diberikan sekumpulan patokan dan saran yang dapat dipakai sebagai penuntun

dalam usaha pembentukan istilah. Pedoman khusus yang istimewa berlaku bagi suatu cabang

ilmu atau bidang tertentu sebaiknya   dijabarkan dari pedoman umum ini dan diperlengkapi

dengan peraturan tambahan yang perlu diterapkan.

Konsep pedoman  ini disusun oleh Profesor H. Johannes dan Anton M. Moeliono.

Naskahnya kemudian dibahas lebih lanjut di dalam Sanggar Kerja Peristilahan (Jakarta, 29—30

Juni 1973) yang dihadiri oleh empat puluh ahli terkemuka dari berbagai bidang ilmu. Naskah

yang direvisi, setelah itu, berulang-ulang diolah oleh Komisi Tata Istilah, Panitia Pengembangan

Bahasa Indonesia ( Profesor Andi Hakim Nasution, Ketua) dan Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia (Amran Halim dan Haji Suja bin Rahiman, Ketua).

Penyusunan  Pedoman   Umum   Pembentukan   Istilah  ini   telah   dimungkinkan   oleh

tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra

Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S. W. Rujiati Mulyadi, Ketua).

Kepada   segenap   instansi,   kalangan   masyarakat,   dan   perorangan   yang   telah

memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Agustus 1975 Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

DAFTAR SINGKATAN

K : konsonan

V : vocal

D : dasar

 

I. KETENTUAN UMUM

I.1 Istilah dan Tata Istilah

Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambing dan yang dengan cer-mat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan keten-tuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya.

Misalnya:

Anabolisme pasar modal

Demokrasi pemerataan

Laik terbang perangkap electron

I.2 Istilah Umum dan Istilah Khusus

Istilah umum  adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang karena dipakai secara

luas, menjadi unsur kosakata umum.

Misalnya:

Anggaran belanja penilaian

Daya radio

Nikah takwa

Istilah khusus  adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.

Misalnya:

Apendektomi kurtosis

Bipatride pleistosen

I.3 Persyaratan Istilah yang Baik

Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan kosakata

bahasa Indonesia yang berikut.

a. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan

konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna itu,

b. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang

tersedia yang mempunyai rujukan sama.

11

c. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik.

d. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar (eufonik).

e. Istilah   yang   dipilih   adalah   kata   atau   frasa   yang   bentuknya   seturut   kaidah   bahasa

Indonesia.

I.4 Nama dan Tata Nama

Nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda pengenal benda,

orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal.  Tata nama  (nomenklatur) adalah perangkat

peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu, seperti kimia dan biologi, beserta kumpulan

nama yang dihasilkannya.

Misalnya:

aldehida Primat

natrium klorida oryza sativa

II. PROSES PEMBENTUKAN ISTILAH

II.1Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya

Upaya kecendikiaan ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) telah dan terus menghasilkan

konsep ilmiah, yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Ada istilah

yang sudah mapan dan ada pula istilah yang masih perlu diciptakan. Konsep ilmiah yang su-

dah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai istilah yang ma-pan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, diguna-kan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia datang dari

luar negeri dan sudah dilambangkan dengan istilah bahasa asing. Di samping itu, ada ke-mungkinan bahwa kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan pencip-taan istilah baru.

II.2Bahan Baku Istilah Indonesia

Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memer-lukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang baru. bahasa Inggris yang kini

dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari ba-hasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari selu-ruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber,

terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur

serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa

Kuno, dan (3) bahsa asing, seperti bhasa Inggris dan bahasa Arab.

II.3Pemantapan Istilah Nusantara

Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti

bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara

luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.

II.4Pemadanan Istilah

Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa

serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan pe-nyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pe-makaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya.

Penulisan istilah serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan

kaidah fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.

II.4.1 Penerjemahan

13

II.4.1.1Penerjemahan Langsung

Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan kesesuaian makna tetapi

bentuknya tidak sepadan.

Misalnya:

Supermarket pasar swalayan

Merger gabungan usaha

Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna.

Misalnya:

Bonded  zone kawasan berikat

Skyscraper pencakar langit

Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosakata In-donesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indo-nesia. Jika timbul kesulitan dalam penyerapan istilah asing yang bercorak Anglo-Sakson ka-rena perbedaan antara lafal dan ejaannya, penerjemahan merupakan jalan keluar terbaik. Da-lam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.

a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata.

Misalnya :

Psychologist ahli psikologi

Medical practitioner dokter

b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk posi-tif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia ben-tuk negatif pula.

Misalnya :

Bound form  bentuk terikat (bukan bentuk takbebas)

Illiterate niraksara

Inorganic takorganik

c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah

terjemahannya.

Misalnya :

Merger (nomina) gabung usaha (nomina)

Transparent (adjektiva) bening (adjektiva)

(to) filter (verba) menapis (verba)

d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah kejamakannya ditang-galkan pada istilah Indonesia.

Misalnya :

Alumni lulusan

Master of ceremonies pengatur acara

Charge d’affaires kuasa usaha

II.4.1.2Penerjemahan dengan Perekaan

Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan isti-lah

baru.  Istilah  factoring,  misalnya,  sulit diterjemahkan  atau diserap  secara utuh. Da-lam

15

khazanah   kosakata   bahasa   Indonesia/Melayu   terdapat   bentuk  anjak  dan  piutang  yang

menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak piu-tang sebagai

padanan istilah factoring. Begitu pula pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention

menjadi rekacipta diperoleh lewat perekaan.

2.4.2 Penyerapan

2.4.2.1 Penyerapan Istilah

Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal

berikut.

a. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan bahasa Indo-nesia secara timbal balik (intertranslatability) mengingat keperluan masa depan.

b. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh pembaca In-donesia karena dikenal lebih dahulu.

c. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan terjemahan Indo-nesianya.

d.  Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar jika padanan ter-jemahannya terlalu banyak sinonimnya.

e. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak mengandung konotasi

buruk.

Proses penyerapn istilah asing, dengan mengutamakan bentuk visualnya, dilakukan dengan

cara yang berikut.

a. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal

Misalnya :

Camera …… kamera

Microphone….. mikrofon

System sistem

b. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal

Misalnya :

Design  desain

File fail

Science sains

c. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi dengan penyesuaian lafal

Misalnya :

Bias bias

Nasal nasal

Radar (radio detecting  radar

and ranging)

d. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal

1) Penyerapan istilah asing tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika ejaan dan

lafal istilah asing itu tidak berubah dalam banyak bahasa modern, istilah itu dicetak

dengan huruf miring.

Misalnya :

Allegro moderato divide et impera

17

Aufklarung dulce et utile

Status quo in vitro

Esprit de corps vis-à-vis

2) Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah itu juga di-pakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu tidak ditulis dengan huruf miring

(dicetak dengan huruf tegak).

Misalnya :

Golf golf

Internet internet

Lift lift

Orbit orbit

Sonar (sound navigation and ranging)  suara

2.4.2.2 Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing

a. Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk Terikat

Prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya

di dalam peristilahan Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Prefiks asing itu, antara lain,

ialah sebagai berikut.

a-, ab-, abs- (‘dari’, ‘menyimpang dari’, ‘menjauhkan dari’) tetap a-, ab-, abs-

amoral amoral

abnormal abnormal

abstract abstrak

a-, an- ‘tidak, bukan, tanpa’ tetap a-, an-

anemia anemia

aphasia afasia

aneurysm aneurisme

ad-, ac- ‘ke’, ‘berdekatan dengan’, ‘melekat pada’, menjadi ad-, ak-adhesion adhesi

acculturation akulturasi

am-, amb- ‘sekeliling’, ‘keduanya’ tetap am-, amb-ambivalence  ambivalensi

amputation amputasi

ana-, an- ‘ke atas’, ‘ke belakang’, ‘terbalik’ tetap ana-, an-anabolism anabolisme

anatropous anatrop

ante- ‘sebelum’, ‘depan’ tetap ante-antediluvian antediluvian

anterior anterior

anti-, ant- ‘bertentangan dengan’ tetap anti-, ant-anticatalyst antikatalis

anticlinal antiklinal

antacid antacid

apo- ‘lepas, terpisah’, ‘berhubungan dengan’ tetap apo-apochromatic apokromatik

apomorphine apomorfin

19

aut-, auto- ‘sendiri’,’bertindak sendiri’ tetap aut-, auto-autarky autarki

autostrada autostrada

bi- ‘pada kedua sisi’, ‘dua’ tetap bi-biconvex bikonveks

bisexual biseksual

cata- ‘bawah’, ‘sesuai dengan’ menjadi kata-cataclysm kataklisme

catalyst katalis

co-, com-, con- ‘dengan’, ‘bersama-sama’, ‘berhubungan dengan’ menjadi ko-, kom-, kon-coordination koordinasi

commission komisi

concentrate konsentrat

contra- ‘menentang’, ‘berlawanan’ menjadi kontra-contradiction kontradiksi

contraindication kontraindikasi

de- ‘memindahkan’, ‘mengurangi’ tetap de-dehydration dehidrasi

devaluation devaluasi

di- ‘dua kali’, ‘mengandung dua…’ tetap di-dichloride diklorida

dichromatic dikromatik

dia- ‘melalui’, ‘melintas’ tetap dia-diagonal diagonal

diapositive diapositif

dis- ‘ketiadaan’, ‘tidak’ tetap dis-disequilibrium disekuilibrium

disharmony disharmoni

eco- ‘lingkungan’ menjadi eko-ecology ekologi

ecospecies ekospesies

em-, en- ‘dalam’, ‘di dalam’ tetap em-, en-empathy empati

encenphalitis ensenfalitis

endo- ‘di dalam’ tetap endo-endoskeleton endoskeleton

endothermal endotermal

epi- ‘di atas’, ‘sesudah’ tetap epi-epigone epigon

epiphyte epifit

ex- ‘sebelah luar’ menjadi eks-exclave eksklave

21

exclusive eksklusif

exo-, ex- ‘sebelah luar’, ‘mengeluarkan’ menjadi ekso-, eks-exoergic eksoergik

exogamy eksogami

extra- ‘di luar’ menjadi ekstra-

extradition ekstradisi

extraterrestrial ekstraterestrial

hemi- ‘separuh’, ‘setengah’ tetap hemi-hemihedral hemihedral

hemisphere hemisfer

hemo- ‘darah’ tetap hemo-hemoglobin hemoglobin

hemolysis hemolisis

hepta- ‘tujuh’, ‘mengandung tujuh…’ tetap hepta-heptameter heptameter

heptarchy heptarki

hetero- ‘lain’, ‘berada’ tetap hetero-heterodox heterodoks

heterophyllous heterofil

hexa- ‘enam’, ‘mengandung enam…’ menjadi heksa-hexachloride heksaklorida

hexagon heksagon

hyper- ‘di atas’, ‘lewat’, ‘super’ menjadi hiper-hyperemia hiperemia

hypersensitive hipersensitif

hypo- ‘bawah’, ‘di bawah’ menjadi hipo-hipoblast hipoblas

hypochondria hipokondria

im-, in-, il- ‘tidak’, ‘di dalam’, ‘ke dalam’ tetap im-, in-, il-immigration imigrasi

induction induksi

illegal ilegal

infra- ‘bawah’, ‘di bawah’, ‘di dalam’ tetap infra-infrasonic infrasonik

infraspecific infraspesifik

inter- ‘antara’, ‘saling’ tetap inter-interference interferensi

international  internasional

intra- ‘di dalam’, ‘di antara’ tetap intra-intradermal intradermal

intracell intrasel

intro- ‘dalam’, ‘ke dalam’ tetap intro-

23

introjections introjeksi

introvert introvert

iso- ‘sama’ tetap iso-isoagglutinin isoaglutinin

isoenzyme isoenzim

meta- ‘sesudah’, ‘berubah’, ‘perubahan’ tetap meta-metamorphosis metamorfosis

metanephros metanefros

mono- ‘tunggal’, ‘mengandung satu’ tetap mono-monodrama monodrama

monoxide monoksida

pan-, pant/panto- ‘semua’, ‘keseluruhan’ tetap pan-, pant-, panto-panacea panasea

pantisocracy pantisokrasi

pantograph pantograf

para- ‘di samping’, ‘erat berhubungan dengan’, ‘hampir’ tetap para-paraldehyde paraldehida

parathyroid paratiroid

penta- ‘lima’, ‘mengandung lima’ tetap penta-pentahedron pentahedron

pentane pentane

peri- ‘sekeliling’, ‘dekat’, ‘melingkupi’ tetap peri-perihelion perihelion

perineurium perineurium

poly- ‘banyak’, ‘berkelebihan’ menjadi poli-polyglotism poliglotisme

polyphagia polifagia

pre- ‘sebelum’, ‘sebelumnya’, ‘di muka’ tetap pre-preabdomen preabdomen

premature premature

pro- ‘sebelum’, ‘di depan’ tetap pro-prothalamion protalamion

prothorax protoraks

proto- ‘pertama’, ‘mula-mula’ tetap proto-protolithic protolitik

prototype prototipe

pseudo-, pseudo- ‘palsu’ tetap pseudo-, pseudo-pseudomorph pseudomorf

pseudepigraphy pseudepigrafi

quasi- ‘seolah-olah’, ‘kira-kira’ menjadi kuasi-quasi-historical kuasihistoris

quasi-legislative kuasilegislatif

25

re- ‘lagi’, ‘kembali’ tetap re-reflection refleksi

rehabilitation rehabilitasi

retro- ‘ke belakang’, ‘terletak di belakang’ tetap retro-retroflex retrofleks

retroperitoneal retroperitoneal

semi- ‘separuhnya’, ‘sedikit banyak’, ‘sebagian’ tetap semi-semifinal semifinal

semipermanent semipermanen

sub- ‘bawah’, ‘di bawah’, ‘agak’, ‘hampir’ tetap sub-subfossil subfosil

submucosa submukosa

super-, sur- ‘lebih dari’, ‘berada di atas’ tetap super-, sur-superlunar superlunar

supersonic supersonik

surrealism surealisme

supra- ‘unggul’, ‘melebihi’ tetap supra-supramolecular supramolekular

suprasegmental suprasegmental

syn- ‘dengan’, ‘bersama-sama’, ‘pada waktu’ menjadi sin-syndesmosis sindesmosis

synesthesia sinestesia

tele- ‘jauh’, ‘melewati’, ‘jarak’ tetap tele-telepathy telepati

telescope teleskop

trans- ‘ke/di seberang’, ‘lewat’, ‘mengalihkan’ tetap trans-transcontinental transkontinental

transliteration transliterasi

tri- ‘tiga’ tetap tri-trichromat trikromat

tricuspid tricuspid

ultra- ‘melebihi’, ‘super’ tetap ultra-ultramodern ultramodern

ultraviolet ultraviolet

uni- ‘satu’, ‘tunggal’ tetap uni-unicellular uniseluler

unilateral unilateral

b. Penyesuaian Ejaan Sufiks

Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks yang utuh. Kata se-perti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar,

implemen, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks tersebut.

-aat (Belanda) menjadi -at

Advocaat advokat

27

Plaat pelat

Tractaat traktat

-able, -ble (Inggris) menjadi -bel

Variable variabel

Flexible flexible

-ac (Inggris) menjadi -ak

Maniac maniak

Cardiac kardiak

Almanac almanac

-age (Inggris) menjadi -ase

Sabotage sabotase

Arbitrage arbitrase

Percentage persentase

-air (Belanda), -ary (Inggris) menjadi -er

Complementair, complementary komplementer

Primair, primary primer

Secundair, secondary sekunder

-al (Inggris) menjadi -al

Credential kredensial

Minimal minimal

Mational nasional

-ance, -ence (Inggris) menjadi –ans, -ens

Ambulance ambulans

Conductance konduktans

Termophosphorescence termosfosforensens

Thermoluminescence termoluminesens

-ancy, -ency (Inggris) menjadi –ansi, -ensi

Efficiency efisiensi

Frequency frekuensi

Relevancy relevansi

-anda, -end, -andum, -endum (Belanda, Inggris) menjadi –anda, -en, -andum, -endum

Propaganda propaganda

Divindend dividen

Memorandum memorandum

Referendum referendum

-ant (Belanda, Inggris) menjadi -an

Accountant akuntan

Informant informan

Dominant dominan

-ar (Inggris) menjadi –ar, -er

Curricular kurikuler

Solar solar

29

-archie (Belanda), -archy (Inggris) menjadi -arki

Anarchie, anarchy anarki

Monarchie, monarchy monarki

-ase, -ose (Inggris) menjadi -ase, -osa

Amylase amilase

Dextrose dekstrosa

-asme (Belanda), asm (Inggris) menjadi -asme

Sarcasm, sarcasm sarkasme

Pleonasme, pleonasm pleonasme

-ate (Inggris) menjadi -at

Emirate emirat

Private privat

-atie (Belanda), -(a)tion (Inggris) menjadi -(a)si

Actie, action aksi

Publicatie, publication publikasi

-cy (Inggris) menjadi -asi, -si

Accountancy akuntansi

Accuracy akurasi

-eel (Belanda) yang tidak ada padanan dalam bahasa Inggris menjadi -el

Materieel materiel

Moreel morel

Principieel prinsipiel

-eel, aal (Belanda), -al (Inggris) menjadi -al

Formeel, formal formal

Ideaal, ideal ideal

Materiaal,material material

-et, ette (Inggris) menjadi -et

Duet duet

Cabinet kabinet

Cassette kaset

-eur (Belanda), -or (Inggris) menjadi -ur

Amateur amatir

Importeur importer

-eur (Belanda) menjadi -ur

Conducteur, conductor kondektur

Directeur, director direktur

Inspecteur, inspector inspektur

-eus (Belanda) menjadi -us

Mesterieus misterius

Serieus serius

-ficatie (Belanda), -fication (Inggris) menjadi -fikasi

Specificatie, specification spesifikasi

31

Unificatie, unification unifikasi

-fiek (Belanda), -fic (Inggris) menjadi -fik

Specifiek, specific spesifik

Honofifiek, honorific honorific

-iek (Belanda), -ic, -ique (Inggris) menjadi -ik

Perodiek, periodic periodik

Numeriek, numeric numerik

Uniek, unique unik

Techniek, technique teknik

-isch (Belanda), -ic, -ical (Inggris) menjadi -is

Optimistisch, optimistic optimistis

Allergisch, allergic alergis

Symbolisch, symbolical simbolis

Practisch, practical praktis

-icle (Inggris) menjadi -ikel

Article artikel

Particle partikel

-ica (Belanda), -ics (Inggris) menjadi –ika, -ik

Mechanica, mechanics mekanika

Phonetics fonetik

-id, -ide (Inggris) menjadi –id, -ida

Chrysalid krisalid

Oxide oksida

Chloride klorida

-ief (Belanda), -ive (Inggris) menjadi -if

Demonstratief, demonstrative demonstratif

Descriptief, descriptive deskriptif

Depressief, depressive depresif

-iel (Belanda), -ile, -le (Inggris) menjadi -il

Kawrtiel, quartile kuartil

Percentile, percentile persentil

Stabile, stable stabil

-iet (Belanda), -ite (Inggris) menjadi -it

Favorite, favorite favorit

Dolomite, dolomite dolomit

Stalactite, stalactite stalaktit

-in (Inggris) menjadi -in

Penicillin penisilin

Insulin insulin

Protein protein

-ine (Inggris) menjadi –in, -ina

Cocaine kokain

33

Quarantine karantina

-isatie (Belanda), -ization (Inggris) menjadi -isasi

Naturalisatie, naturalization naturalisasi

Socialisatie, socialization sosialisasi

-isme (Belanda), -ism (Inggris) menjadi -isme

Expressionism, expressionism ekspresionisme

Modernism, modernism modernism

-ist (Belanda, Inggris) menjadi -is

Extremist ekstremisme

Receptionist resepsionis

-iteit (Belanda), -ity (Inggris) menjadi -itas

Faciliteit, facility falisitas

Realiteit, reality realitas

-logie (Belanda), -logy (Inggris) menjadi -logi

Analogie, analogy analogi

Technologie, technology teknologi

-loog (Belanda), -logue (Inggris) menjadi -log

Catalog, catalogue katalog

Dialog, dialogue dialog

-lyse (Belanda), -lysis (Inggris) menjadi -lisis

Analyse, analysis analisis

Paralyse, paralysis paralisis

-oide (Belanda), -oid (Inggris) menjadi -oid

Anthropoide, anthropoid antropoid

Metalloide, metalloid metaloid

-oir(e) (Belanda) menjadi -oar

Repertoire repertoar

Trottoir trotoar

-or (Inggris) menjadi -or

Corrector korektor

Dictator dictator

-ous (Inggris) ditinggalkan

Amorphous amorf

Polysemous polisem

-se (Belanda), -sis (Inggris) menjadi -sis

Synthese, synthesis sintesis

Anamnese, anamnesis anamnesis

-teit (Belanda), -ty (Inggris) menjadi -tas

Qualiteit, quality kualitas

Universiteit, university universitas

-ter (Belanda), -tre (Inggris) menjadi -ter

Diameter, diameter diameter

35

Theater, theatre teater

-uur (Belanda), -ure (Inggris) menjadi -ur

Proceduur, procedure prosedur

Structuur, structure struktur

-y (Inggris) menjadi -i

Monarchy monarki

philosophy  filosofi

2. 4. 3 Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan

Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap istilah asing

sekaligus.

Misalnya :

Bound morpheme morfem terikat

Clay colloid koloid lempung

Subdivision subbagian

2. 5 Perekaciptaan Istilah

Kegiatan ilmuwan, budayawan dan seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi,

dan seni dapat mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengung-kapkan konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang kegiatannya.

Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat,

dan tebang pilih Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan.

Bhineka tunggal ika batik

pemantapan

Konsep dan istilah yang berasal dari nusantara

Secara langsung

Pencakar langit (skyscraper)

Kawasan berikat (bonded zone)

penerjemahan

Dengan perekaan

Jasa boga (catering)

Sintas (survive)

Pasar swalayan (supermarket)

Dengan penyesuaian ejaan dan lafal

Konsep yang sudah ada

Kamera (camera)

Mikrofon (microphone)

Dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal

KODIFIKASIPenyerap-anPema-danan

Konsep yang berasal dari mancanegara

KONSEP

Desain (design)

Fail (fail)

2. 6 Pembakuan dan Kodifikasi Istilah

Istilah  yang  diseleksi  lewat  pemantapan,   penerjemahan,   penyerapan,   dan  perekaciptaan

dibakukan lewat kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk seturut kaidah dan adat

pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku tata bahasa,

dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk bakunya.

2.7 Bagan Prosedur Pembakuan Istilah

Prosedur pembakuan istilah dapat dilihat pada bagan berikut

Bias (ias)

Nasal (nasal)

Tanpa penyesuaian ejaan dengan penyesuaian lafalKonsep yang baru

Allegro modertor

Esprit de corps

Internet (internet)

Orbit (orbit)

Tanpa penyesuaian ejaan dan lafal

Koloid lmpung (clay colloid)

Morfem terikat (bound morpheme)

Gabungan penerjemahan dan penyerapanPerekacipta-an

Konsep dan istilah yang berasal dari nusantara

(fondasi) cakar ayam

(penyangga) sosrobahu

37

III. ASPEK TATA BAHASA PERISTILAHAN

Istilah dapat berupa (1) bentuk dasar, (2) bentuk berafiks, (3) bentuk ulang, (4) bentuk

majemuk, (5) bentuk analogi, (6) hasil metanalisis, (7) singkatan, (8) akronim.

III.1Istilah Bentuk Dasar

Istilah bentuk dasar dipilih di antara kelas kata utama, seperti nomina, verba, adjektiva,

dan numeralia.

Misalnya :

Nomina :  kaidah rule

busur bow

cahaya light

Verba : keluar out

Uji test

Tekan press

Adjektiva :  kenyal elastic

Acak random

Cemas anxious

Numeralia :  gaya empat four force

(pukulan) satu-dua one-two

(bus) dua tingkat double decker

III.2Istilah Bentuk Berafiks

Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan prefiks, infiks,

sufiks, dan konfiks seturut kaidah pementukan kata bahasa Indonesia, misalnya dari

bentuk  pirsa  menjadi  pemirsa,  bukan  pirsawan  ; dari  hantar  menjadi  keterhantaran,

bukan  kehantaran.  Istilah bentuk berafiks menunjukkan pertalian yang teratur antara

bentuk dan maknanya. Istilah bentuk berafiks tersebut mengikuti paradigm berikut, yang

unsur-unsurnya demi kejelasan dimasukkan dalam berbagai kotak.

39

III.2.1 Paradigma Bentuk Berafiks ber-ber-  tani bertani petani pertanian

bel-  ajar belajar pelajar pelajaran

ber- ubah berubah peubah perubahan

Istilah berafiks petani, pelajar, peubah yang mengacu kepada pelaku atau alat, dan

pertanian, pelajaran, perubahan yang mengacu ke hal, keadaan, atau tempat dibentuk

dari verba bertani, belajar, berubah yang berasal dari bentuk dasar tani, ajar, dan

ubah.

 

III.2.2 Paradigma Bentuk Berafiks meng-men-  tulis menulis penulis penulisan tulisan

meng- ubah mengubah pengubah pengubahan ubahan

mem- besarkan membesarkan pembesar pembesaran besaran

meng- ajari mengajari pengajar pengajaran ajaran

Istilah berafiks penulis, pengubah, pembesar, pengajar, yang mengacu kepada pelaku

atau alat, dan penulisan, pngubahan, pengajaran yang mengacu ke proses atau per-buatan serta tulisan, ubahan, besaran, ajaran yang mengacu ke hasil dijabarkan dari

verba menulis, mengubah, membesarkan, mengajar yang berasal dari bentuk dasar

tu-lis, ubah, besar, dan ajar.

mem- berdayakan memberdayakan  pemberdaya  pemberdayaan

mem- berhentikanmemberhentikan pemberhenti pemberhentian

mem-  belajarkan membelajarkan pembelajar pembelajaran

Istilah berafiks pemberdaya, pemberhenti, pembelajar yang mengacu kepada pelaku

dan  pemberdayaan,   pemberhentian,   pembelajaran  yang   mengacu   ke   perbuatan

dibentuk dari verba memberdayakan, memberhentikan, membelajarkan yang dibentuk

dari berdaya, berhenti, belajar yang berasal dari bentuk dasar daya, henti, dan ajar.

41

Mem-   persatukan    mempersatukan  pemersatu  pemersatuan

persatuan

Istilah berafiks pemersatu, pemeroleh, pemelajar yang mengacu kepada pelaku dan

pemersatuan, pemerolehan, pemelajaran  yang mengacu ke perbuatan atau proses

serta  persatuan, perolehan, pelajaran  yang mengacu ke hasil dibentuk dari verba

mempersatukan, memperoleh, mempelajari  yang dibentuka dari  bersatu, beroleh,

belajar yang berasal dari bentuk dasar satu, oleh, ajar.

III.2.3 Paradigma Bentuk Berkonfiks ke—an

ke—an  saksi kesaksian

ke—an bermakna kebermaknaan

ke—an  terpuruk  keterpurukan

ke—an seragam keseragaman

Istilah berkonfiks ke—an yang mengacu ke hal atau  keadaan dibentuk dari pangkal

yang berupa bentuk dasar atau bentuk yang berprefiks ber-, ter-, se-, seperti saksi,

bermakna, terpuruk,dan seragam.

III.2.4 Paradigma Bentuk Berinfiks –er-, -el-, -em-, in-Sabut           serabut   gigi  gerigi

Tunjuk telunjuk gembung gelembung

Kelut kemelut getar gemetar

Kerja kinerja sambung sinambung

Istilah berinfiks  –er-, -el-, -em-, -in-  seperti  serabut, gerigi, telunjuk, gelembung,

kemelut, gemetar, kinerja, sinambung yang mengacu ke jumlah, kemiripan, atau hasil

dibentuk dari dasar sabut, gigi, tunjuk, gembung, kelut, getar, kerja dan sambung.

III.3Istilah Bentuk Ulang

Istilah bentuk ulang dapat berupa ulangan bentuk dasar seutuhnya atau sebagiannya dengan

atau tanpa pengimbuhan dan pengubahan bunyi.

III.3.1 Bentuk Ulang Utuh

43

Istilah bentuk ulang utuh yag mengacu ke kemiripan dapat dilihat pada contoh berikut

Ubur-ubur paru-paru anal-anal langit-langit

Undur-undur kanak-kanak kunang-kunang kuda-kuda

III.3.2 Bentuk Ulang Suku Awal

Istilah bentuk ulang suku awal (dwipurwa) yang dibentuk melalui pengulangan konsonan

awal dengan penambahan ‘pepet’ dapat dilihat pada contoh berikut.

Laki lelaki rata merata

Tangga tetangga buku bebuku

Jarring jejaring tikus tetikus

III.3.3 Bentuk Ulang Berafiks

Istilah bentuk ulang dengan afiksasi dibentuk melalui paradigma berikut

Daun  dedaunan

Pohon pepohonan

Rumput rerumputan

Istilah bentuk ulang dedaunan, pepohonan, rerumputan yang mengacu ke berbagai macam,

keanekaan dibentuk dari dasar daun, pohon, dan rumput yang mengalami perulangan.

III.3.4 Bentuk Ulang Salin Suara

Istilah bentuk ulang salin suara dibentuk melalui pengulangan dengan perubahan bunyi.

Perhatikan contoh berikut.

Sayur sayur-mayur warna warna-warni

Beras beras-petas teka teka-teki

Serta serta-merta balik bolak-balik

Dari segi makna, perulangan dengan cara itu mengandung makna ‘bermacam-macam’.

III.4Istilah Bentuk Majemuk

Istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau

lebih, yang menjadi satuan leksikal baru. Gabungan kata itu berupa (1) gabungan bentuk

bebas dengan bentuk bebas, (2) bentuk bebas dengan bentuk terikat, atau (3) bentuk terikat

dengan bentuk terikat.

III.4.1 Gabungan Bentuk Bebas

Istilah majemuk bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih, yang unsur-unsurnya  dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk bebas meliputi

gabungan (a) bentuk dasar dengan bentuk dasar, (b) bentuk dasar dengan bentuk berafiks

atau sebaliknya, dan (c) bentuk berafiks dengan bentuk berafiks.

III.4.1.1Gabungan Bentuk Dasar

Istilah majemuk gabungan bentuk dasar merupakan penggabungan dua bentuk dasar atau

lebih.

45

Garis lintang kereta api listrik

Masa depan  rumah sangat sederhana

Rawat jalan

III.4.1.2Gabungan Bentuk Dasar dan Bentuk Berafiks

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk berafiks dan bentuk

berafiks atau sebaliknya.

Proses berdaur menembak jatuh

Sistem pencernaan tertangkap tangan

 

III.4.1.3Gabungan Bentuk Berafiks dan Bentuk Berafiks

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk berafiks dan bentuk

berafiks.

Misalnya :

Kesehatan lingkungan

Perawatan kecelakaan

Pembangunan berkelanjutan

III.4.2 Gabungan Bentuk Bebas dengan Bentuk Terikat

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan dua bentuk, atau lebih, yang

salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Ada sejumlah bentuk terikat yang dapat

digunakan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu.

Misalnya :

adi- adikarya masterpiece

adikuasa superpower

aneka- anekabahasa multilingual

anekawarna multicolored

antar- antarkota intercity

antarbangsa international

awa- awaair dewater

awalengas dehumidity

catur- caturwulan quarter

caturlarik quatrain

dasa- dasawarsa decade

dasalomba decathlon

dur- durhaka rebellious

dursila unethical

dwi-  dwimingguan biweekly

dwibahasa bilingual

eka- ekamatra unidimension

ekasuku monosyllable

lajak- lajaklaku overaction

lajakaktif overactive

lewah- lewahumur overage

47

lewahbanyak  abundant

lir-  lirintan  diamondike

lirruang  spacelike

maha-  mahatahu  omniscient

maharatu  empress

nir-  nirlaba  non-profit

nirgelar nondegree

panca- pancamuka multifaceted

pancaragam variegated

pasca-  pascapanen  postharvest

pascasarjana postgraduate

pra-   prasejarah prehistory

prasangka prejudice

pramu- pramugari  stewardess

pramuniaga  salesperson

pramuwisata touristguide

purba- purbawisesa absolute power

purbakalawan  archeologist

purna-  purnawaktu full-time

purnabakti retirement

su- sujana man of good character

susila  good morals

swa- swasembada self-reliance

swalayan self-service

tak- taksa ambiguous

takadil  unjust

tan- tansuara soundless

tanwarna colorless

tri- trilipat  threefold

triunsur triadic

tuna- tunahargadiri inferiority

tunakarya unemployed

Sementara   itu,   bentuk   terikat   yang   berasal   dari   bahasa   asing   Barat,   dengan   beberapa

perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh

gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia adalah sebagai berikut.

Globalization globalisasi

Modernization  modernisasi

Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat  seperti –wan dan –wati  dapat dilihat pada contih

berikut.

Ilmuwan scientist

Seniwati woman artist

49

Mahakuasa omnipotent

III.4.3 Gabungan Bentuk Terikat

Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk terikat, dan bentuk

terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung.

Misalnya :

Dasawarsa decade

Swatantra selfgovernment

III.5Istilah Bentuk Analogi

Istilah bentuk analogi bertolak dari pola bentuk istilah yang sudah ada, seperti berdasarkan

pola bentuk  pegulat, tata bahasa, juru tulis, pramugari,  dengan pola analogi pada istilah

tersebut dibentuk berbagai istilah lain.

Misalnya :

Pegolf  (golfer) peselancar  (surfer)

Tata graham (housekeeping) tata kelola  (governance)

Juru masak (cook) juru bicara (spokesman)

Pramuniaga (salesperson) pramusiwi  (baby-sitter)

III.6Istilah Hasil Metanalisis

Istilah hasil metanalisis terbentuk melalui analisis unsur yang keliru.

Misalnya :

Kata  mupakat  (mufakat) diuraikan menjadi  mu + pakat  ; lalu ada kata

sepakat.

Kata dasar perinci disangka terdiri atas  pe + rinci sehingga muncul istilah

rinci dan rincian.

III.7Istilah Bentuk Singkatan

Istilah bentuk singkatan ialah bentuk yang penulisannya dipendekkan menurut tiga cara

berikut.

a. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang dilisankan sesuai

dengan bentuk istilah lengkapnya.

Misalnya :

cm yang dilisankan sentimeter

l yang dilisankan liter

sin yang dilisankan sinus

tg yang dilisankan tangen

b. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang lazim dilisankan

huruf demi huruf.

Misalnya :

DDT (diklorodifeniltrikloroetana) yang dilisankan de-de-te

KVA(kilovolt-ampere) yang dilisankan ka-ve-a

TL (tube luminescent) yang dilisankan te-el

c. Istilah yang sebagian unsurnya ditanggalkan.

Misalnya :

51

Ekspres yang berasal dari kereta api ekpres

Kawat yang berasal dari  surat kawat

Harian  yang berasal dari  surat kabar harian

Lab yang berasal dari  laboratorium

Info yang berasal dari  informasi

Demo yang berasal dari  demonstrasi

Promo yang  berasal dari promosi

III.8Istilah Bentuk Akronim

Istilah bentuk akronim ialah istilah pemendekan bentuk majemuk yang berupa gabungan

huruf awal suku kata, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf awal dan suku kata dari

deret kata yang  diperlakukan sebagai kata.

Misalnya  :

Air susu ibu asi

Bukti pelanggaran  tilang

Pengawasan melekat waskat

Peluru kendali (guided missile)  rudal

Cairan alir (lotion)  calir

III.9Lambang Huruf

Lambang huruf ialah satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah seperti

kuantitas dan nama unsur. Lambang huruf tidak diikuti tanda titik.

Misalnya :

F gaya

N nitrogen

Hg raksa (kimia)

m meter

NaCl natrium klorida

Rp rupiah

$ dolar

III.10Gambar Lambang

Gambar lambang ialah gambar atau tanda lain yang melambangkan konsep ilmiah menurut

konvensi bidang ilmu yang bersangkutan.

Misalnya :

≅   kongruen (matematika)

≡ identik (matematika)

Σ jumlah beruntun (matematika)

~  setara (matematika)

♂ jantan  (biologi)

♀ betina (biologi)

Х disilangkan dengan; hibrida (biologi)

↓ menunjukkan endapan zat (kimia)

53

◊ cincin benzena (kimia)

✶  bintang  (astronomi)

☼ matahari; Ahad (astronomi)

(atau) bulan; Senin (astronomi)

З dram; 3.887 gram (farmasi)

f° folio (ukuran kertas)

4° kuarto (ukuran kertas)

U pon (dagang)

& dan  (dagang)

pp pianissimo, sangat lembut (musik)

f forte, nyaring (musik)

* asterisk, takgramatikal, (linguistik)

bentuk rekonstruksi

< dijabarkan dari (linguistik)

III.11Satuan Dasar Sistem Internasional (SI)

Satuan dasar sistem Internasional (Système Internasional d’Unités) yang diperjanjikan secara

internasional dinyatakan dengan huruf lambang.

Besaran Dasar Lambang Satuan Dasar

arus listrik/elektrik A ampere

intensitas cahaya  cd kandela

kuantitas zat mol mol

massa kg kilogram

panjang m meter

suhu termodinamika K kelvin

waktu s sekon, detik

Satuan Suplementer Lambang Besar Dasar

sudut datar rad radiah

Lambang satuan yang didasarkan pada nama orang dinyatakan dengan huruf kapital. Bentuk

lengkap satuan ini ditulis dengan huruf kecil untuk membedakannya dengan nama pribadi

orang. Misalnya :

5A arus 5 ampere hukum Ampere

3C muatan 3 coulomb hukum Coulomb

6N gaya 6 newton hukum Newton

293 K suhu 293 kelvin skala suhu Kelvin

8Ci aktivitas 8 curie suhu curie

3.12Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar

Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar atau turunan digunakan nama dan

lambang bentuk terikat berikut.

55

Faktor Lambang Bentuk Terikat Contoh

10¹² T tera- terahertz

109 G giga- gigawatt

106 M mega- megaton

10³ k kilo- kiloliter

10² h hekto- hektoliter

10¹ da deka- dekaliter

10ˉ¹ d desi- desigram

10ˉ² c senti- sentimeter

10ˉ³ m mili- milivolt

10-6 ̀̀µ mikro- mikrometer

10-9 n nano- nanogram

10-12 p piko- pikofarad

10-15 f femto- femtoampere

10-18 a ato- atogram

3.13Sistem Bilangan Besar

Sistem bilangan besar di atas satu juta yang dianjurkan adalah sebagai berikut.

109  biliun jumlah nol 9

1012 triliun jumlah nol 12

1015 kuadriliunjumlah nol 15

1018 kuintiliun jumlah nol 18

1021sekstiliun jumlah nol 21

1024 septiliun jumlah nol 24

1027 oktiliun jumlah nol 27

1030 noniliun jumlah nol 30

1033 desiliun jumlah nol 33

Sistem yang tersebut di atas antara lain juga digunakan di Amerika Serikat, Rusia, dan

Prancis. Di samping itu, masih ada sistem bilangan besar yang berlaku di Inggris, Jerman,

dan Belanda seperti dibawah ini.

109 miliar jumlah nol 9

1012 biliun jumlah nol 12

1018 triliun jumlah nol 18

1024 kuadriliunjumlah nol 24

1030 kuintiliun jumlah nol 30

3.14Tanda Desimal

Sistem Satuan Internasional menentukan bahwa tanda desimal boleh dinyatakan dengan

koma  atau  titik.  Dewasa ini beberapa negeri,  termasuk  Belanda dan Indonesia,  masih

menggunakan tanda koma desimal.

Misalnya :

3,52 atau  3.52

123,45 atau  123.45

57

15,000,000,00 atau 15.000.000,00

Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal, tetapi selalu dimulai dengan

angka.

Misalnya  :

0,52 bukan ,52

0.52 bukan  .52

Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau senarai dapat dikecualikan dari peraturan

tersebut di atas.

Misalnya :

,550 234 atau .550 234

,552 76 .552 76

,554 051 .554 051

,556 1 .556 1

Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel atau daftar dibagi menjadi

kelompok-kelompok tiga angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa penggunaan tanda desimal.

Misalnya  :

3 105 724 bukan      3,105,724  atau     3.105.724

5 075 442     5,075,442     5.075.442

17 081 500   17,081,500   17.081.500

158 777 543 158,777,543 158.777.543

666 123       666,123        666.123

catatan :

dengan mengingat kemungkinan bahwa tanda desimal dapat dinyatakan dengan tanda koma

atau titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana yang diikutinya.

IV. ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN

IV.1Pemberian Makna Baru

Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan dan peluasan makna kata yang lazim dan yang

tidak   lazim.   Artinya,   kata   itu   dikurangi   atau   ditambah   jangkauan   maknanya   sehingga

penerapannya menjadi lebih sempit atau lebih luas.

IV.1.1 Penyempitan Makna

Kata  gaya  yang mempunyai makna ‘kekuatan’ dipersempit maknanya menjadi ‘dorongan

atau tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tak terikat)’ dan menjadi istilah baru

untuk padanan  istilah inggris force. Kata kendala yang mempunyai makna ‘penghalang’,

‘perintang’ dipersempit maknanya menjadi ‘pembatas keleluasaan gerak’, yang tidak perlu

menghalangi atau merintangi, untuk dijadikan istilah baru bidang fisika sebagai padanan

istilah   Inggris  constraint.  Kata   tenaga   yang   mempunyai   makna   ‘kekuatan   untuk

menggerakkan sesuatu’ dipersempit maknanya untuk dijadikan istlah baru sebagai padanan

istilah  energy  dan kata  daya    menjadi padanan istilah  power.  Kata  ranah  dalam bahasa

Minang, yang mempunyai makna ‘tanah rata, dataran rendah’ dipersempit maknanya menjadi

‘lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan yang merupakan kombinasi antara

partisipan, topic, dan tempat’ sebagai padanan istilah domain.

59

IV.1.2 Perluasan Makna

kata garam yang semula   bermakna ‘garam dapur’ (NaCl) diperluas maknanya sehingga

mencakupi semua jenis senyawaan dalam bidang kimia. Kata canggih yang semula bermakna

‘banyak cakap, bawel, ceretwet’ diperluas maknanyauntuk dipakai di bidang teknik, yang

berarti ‘kehilangan kesedarhanaan asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)’. Kata

pesawat  yang semula bermakna ‘alat, perkakas, mesin’ diperluas maknanya di bidang teknik

menjadi ‘kapal terbang’. Kata luah yang berasal dari bahasa Minang, dengan makna ‘(1) rasa

mual; (2) tumpah atau limpah (tentang barang cair)’, mengalami perluasan makna menjadi

‘volume zat cair yang mengalir melalui permukaan per tahun waktu’. Kata pamer yang

semula dalam bahasa Jawa bermakna ‘beraga, berlagak’ bergeser maknanya dalam bahasa

Indonesia menjadi ‘menunjukkan (mendemonstrasi) sesuatu yang dimiliki kepada orang

banyak dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan’.

4. 2 Istilah Sinonim

Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan, disebut

sinonim. Di antara istilah sinonim itu salah satunya ditentukan sebagai istilah baku atau yang

diutamakan.

Misalnya   :

gulma  sebagai   padanan  weed  lebih   baik   daripada  tumbuhan

pengganggu

hutan bakau sebagai padanan mangrove forest lebih baik daripada hutan

payau

mikro- sebagai   padanan  micro-  dalam   hal   tertentu   lebih   baik

daripada renik

partikel sebagai padanan particle lebih baik daripada bagian kecil

atau zarah

Meskipun   begitu,   istilah   sinonim   dapat   dipakai   di   samping   istilah   baku   yang

diutamakan.

Misalnya :

istilah yang Diutamakan Istilah sinonim

absorb  serap absorb

acceleration percepatan akselerasi

diameter garis tengah diameter

frequency frekuensi kekerapan

relative relatif nisbi

temperature suhu temperatur

Berikut kelompok istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan

Misalnya :

zat lemas dihindarkan karena ada nitrogen

saran diri dihindarkan karena ada autosugesti

ilmu pisah  dihindarkan karena ada ilmu kimia

ilmu pasti  dihindarkan karena ada matematika

Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia.

Misalnya :

average, mean  rata-rata (rerata, purata)

grounding, earthing pengetanahan

61

Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang

berlainan.

Misalnya :

axiom aksioma

law hukum

postulate postulat

rule kaidah

4.3 Istilah Homonim

Istilah   homonim   berupa   dua   istilah,   atau   lebih,   yang   sama   ejaan   dan   lafalnya,   tetapi

maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonim dapat dibedakan menjadi

homograf dan homofon.

4.3.1 Homograf

Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.

Misalnya :

pedologi ← paedo ilmu tentang hidup dan perkembangan anak

pedologi ← pedon ilmu tentang tanah

teras inti

teras ‘lantai datar di muka rumah’

4.3.2 Homofon

Istilah homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya.

Misalnya :

bank dengan  bang

massa  dengan masa

sanksi dengan sangsi

4.4 Istilah Polisem

Istilah polisem ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian. Misalnya, kata

kepala (orang)  ‘bagian teratas’ dipakai dalam  kepala (jawatan), kepala (sarung).  Bentuk

asing yang sifatnya polisem diterjemahkan sesuai dengan arti dalam konteksnya. Karena

medan   makna   yang   berbeda,   suatu   istilah   asing   tidak   selalu   berpadanan   dengan   kata

Indonesia yang sama.

Misalnya :

a. (cushion) head topi (tiang pancang)

head (gate) (pintu air) atas

(nuclear) head hulu (nuklir)

(velocity) head tinggi (tenaga kecepatan)

b. (detonating) fuse sumbu (ledak)

fuse sekering

to fuse melebur, berpadu, melakur, terbakar.

4.5 Istilah Hiponim

Istilah   hiponim   ialah   bentuk   yang   maknanya   terangkum   dalam   hiperonim,   atau

63

subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih luas. Kata mawar,

melati,   cempaka,  misalnya,   masing-masing   disebut  hiponim  terhadap   kata  bunga  yang

menjadi hiperonim atau superordinatnya. Di dalam terjemahan, hiperonim atau superordinat

pada umumnya tidak disalin dengan salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa

Indonesia   tidak   terdapat   istilah   superordinatnya.   Kata  poultry,  misalnya   diterjemahkan

dengan  unggas,   dan   tidak   dengan  ayam  atau  bebek.  Jika   tidak   ada   pasangan   istilah

hiperonimnya dalam bahasa Indonesia, konteks situasi atau ikatan kalimat suatu superordinat

asing akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Kata  rice,  misalnya,

dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung pada konteksnya.

4.6 Istilah Taksonim

istilah taksonim ialah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep bawahan dan konsep atasan

yang bertingkat-tingkat. Kumpulan taksonim membangun taksonimi sebagaimana takson

membangun taksonomi. Berikut ini adalah bagan taksonomi makhluk.

Makhluk

Bakteri                                          hewan tumbuhan

mamalia               burung          ikan     serangga

anjing             sapi         unggas    manuk       teri tongkol      semut  capung

pudel     herder                 itik           ayam

yang dimaksud dengan hubungan antara kelas atasan dan kelas bawahan dalam bagan di atas

ialah hubungan  makhluk    dengan  bakteri, hewan,  damn  tumbuhan  atau hubungan  hewan

dengan mamalia, burung, ikan, dan serangga. Sementara itu, hubungan kelas bawahan dan

kelas atasan ialah hubungan bakteri, hewan dan tumbuhan dengan makhluk, atau hubungan

mamalia, burung, ikan, dan serangga dengan hewan.

 

4.7 Istilah Meronim

istilah Meronim ialah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya merupakan bagian dari

maujud lain yang menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu disebut holonim. Berikut ini

adalah bagan meronimi tubuh.

Tubuh

kepala leher dada lengan tungkai

rambu             dahi     mata hidung     telinga mulut

lidah  gigi bibir

bibir atas bibir bawah

bagan di atas memperlihatkan kata yang mengandung makna keseluruhan yang memiliki

kedudukan lebih tinggi daripada kata bagiannya atau makna keseluruhan dianggap meliputi

makna bagian. Kata tubuh mengandung makna keseluruhan yang mencakupi makna dada,

lengan, dan tungkai. Hubungan antara tubuh dan bagiannya disebut hubungan kemeroniman.

Hubungan   kemeroniman   dibedakan   atas   hubungan   tubuh   dengan   bagiannya,   hubungan

kumpulan dengan anggotanya, serta hubungan antara massa dengan unsurnya tubuh adalah

65

keseluruhan yang terjadi dari keutuhan seluruh bagiannya; kumpulan adalah keseluruhan

yang terjadi dari gabungan seluruh anggotanya; massa merupakan keseluruhan  yang terjadi

dari peleburan seluruh unsurnya.

 

 

Bahan Kuliah / Makalah :Sejarah Badan Bahasa Kemendiknas


Sejarah Badan Bahasa

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan instansi pemerintah yang ditugaskan untuk menangani masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia. Sebagai badan yang telah lama menangani masalah kebahasaan dan kesastraan, Badan Bahasa mempunyai sejarah panjang. Berikut ini dikemukakan sejarah perkembangan Badan Bahasa.

  1. Tahun 1930

Usaha penelitian dalam bidang bahasa dan budaya telah dilakukan oleh para sarjana Belanda, baik pemerintah maupun swasta.  Pada tahun 1930-an pemerintah kolonial Belanda sudah mulai mengadakan penelitian tentang kebudayaan yang ada di Indonesia. Penelitian itu disalurkan melalui Lembaga Pendidikan Universiter, Kantoor voor Inlandsche Zaken, en Oudheidkundige Dienst. Sementara itu, usaha swasta sejak tahun 1930 diwakili oleh Yayasan Matthes, yang pada tahun 1955 namanya berubah menjadi Yayasan Sulawesi Selatan Tenggara yang berkedudukan di Makassar (Ujung Pandang). Yayasan itu bertujuan mengadakan penelitian bahasa dan kebudayaan daerah Makassar. Selain Yayasan Matthes, ada yayasan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu Yayasan Kirtya Liefrinck van der Tuuk yang berkedudukan di Singaraja, Bali, di bawah pimpinan Dr. R. Goris. Ketua yayasan itu akhirnya bekerja sama dengan cabang lembaga yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

  1. Tahun 1947 (Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek)

Dari masa ke masa, peristiwa bahasa dan kebudayaan Indonesia menarik perhatian para sarjana. Pada tahun 1947 Fakultas Sastra dan Filsafat yang pada saat itu berada di bawah naungan Departemen van Onderwijs, Kunsten en Wetenschappen (Kementerian Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan) meresmikan pembentukan suatu lembaga yang disebut Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek (ITCO) yang bertujuan menampung kegiatan ilmiah universitas, terutama dalam bidang bahasa dan kebudayaan.

Lembaga itu dipimpin oleh Prof. Dr. G.J. Held yang kemudian menjadi pemimpin umum. ITCO mempunyai tiga bagian, yaitu (1) Bagian Ilmu Kebudayaan, (2) Bagian Ilmu Bahasa dan Kesusastraan, dan (3) Bagian Leksikografi. Kegiatan yang dilakukan ITCO, selain penelitian bahasa dan kebudayaan, ialah penyalinan kembali naskah yang ditulis di daun lontar yang berasal dari Yayasan Kirtya Liefrinck van der Tuuk, naskah yang berasal dari Sono Budoyo, Yogyakarta,  dan naskah dari Yayasan Matthes, Makassar. Di samping itu, ITCO membuat film tentang tulisan sastra daerah, seperti tulisan Aceh, Batak Simalungun, Melayu, Makassar, dan Bugis. ITCO juga melakukan tukar-menukar film di Leiden, Pretoria, Kairo, dan New York. Kegiatan lain yang dilakukan ITCO ialah berusaha menarik perhatian para sarjana luar negeri untuk mengadakan penelitian ilmiah dan penerbitan tentang bahasa dan kebudayaan. Kegiatan itulah sebenarnya yang mengawali kegiatan kebahasaan dan kesusastraan yang dilakukan oleh lembaga bahasa yang tumbuh kemudian. Pada tahun 1952 ITCO digabung dengan Bagian Penyelidikan Bahasa, Balai Bahasa Yogyakarta, menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya.

 

  1. Tahun 1947 (Panitia Pekerja)

Pada tahun 1947 Mr. Soewandi selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menugasi R.T. Amin Singgih Tjitrosomo untuk menyiapkan pembentukan suatu lembaga negara yang menangani masalah pemeliharaan dan pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Namun, pembentukan tersebut belum dapat dilaksanakan karena pada saat itu para ahli dan sarjana bahasa banyak yang mengungsi ke luar kota Jakarta. Persiapan yang telah dilakukan baru sampai pada pembentukan Panitia Pekerja berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Nomor 700/Bhg.A. tanggal 18 Juni 1974. Panitia Pekerja itu merupakan satu unit yang dikepalai oleh Mr. St. Takdir Alisjahbana dengan R.T. Amin Singgih Tjitrosomo sebagai sekretaris, dan dibantu oleh lima orang anggota, yaitu Adinegoro, W.J.S. Porwadarminta, Ks. St. Pamuntjak, R. Satjadibrata, dan R.T. Amin Singgih Tjitrosomo.

 

  1. Tahun 1948 (Balai Bahasa)

Ketika terjadi pendudukan tentara Belanda, Panitia Pekerja di Jakarta belum berhasil membentuk suatu lembaga penelitian bahasa seperti yang diharapkan. Baru beberapa bulan setelah Pemerintah Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Santoso, menugasi R.T. Amin Singgih Tjitrosomo untuk menyiapkan pembentukan lembaga bahasa secara lengkap. Beberapa bulan setelah itu, dibentuklah suatu lembaga otonom yang berada langsung di bawah Jawatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Lembaga tersebut bernama Balai Bahasa, yang diresmikan pada bulan Maret 1948 di Yogyakarta atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Ali Sastroamidjojo, Nomor 1532/A tanggal 26 Februari 1948. Pemimpin umum Balai Bahasa mula-mula adalah P.F. Dahler alias Amin Dahlan, kemudian R.T. Amin Singgih Tjitrosomo sebagai pejabat sementara. Karena P.F. Dahler meninggal dunia, selanjutnya pemimpin umum dipegang oleh Prof. Dr. Prijana. Adapun sekretaris Balai Bahasa adalah I.P. Simandjuntak. Balai Bahasa mempunyai empat seksi, yaitu (1) Seksi Bahasa Indonesia, (2) Seksi Bahasa Jawa, (3) Seksi Bahasa sunda, dan (4) Seksi Bahasa Madura. Tugas dan kegiatan Balai Bahasa ialah (1) meneliti bahasa Indonesia dan bahasa daerah, baik lisan maupun tulis, baik yang masih hidup maupun yang sudah tidak digunakan lagi, (2) memberi petunjuk dan pertimbangan tentang bahasa kepada masyarakat, dan (3) membina bahasa. Pada saat itu Balai Bahasa sudah mempunyai kantor cabang yang berkedudukan di Bukittinggi.

 

  1. Tahun 1952 (Lembaga Bahasa dan Budaya)

Atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 1 Agustus 1952, Balai Bahasa menjadi bagian Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Tugas Balai Bahasa itu dilaksanakan oleh Lembaga Bahasa dan Budaya, yang merupakan gabungan dari Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan (ITCO) dan Bagian Penyelidikan Bahasa, Balai Bahasa, dan Jawatan Kebudayaan. Pimpinan Lembaga Bahasa dan Budaya ialah Prof. Dr. Prijana yang merangkap sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sejak tanggal 1 Mei 1957–karena beliau diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan–jabatan pimpinan Lembaga dipegang oleh Prof. Dr. P.A. Hoesein Djajadiningrat yang juga merangkap sebagai guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jabatan sekretaris umum dipegang oleh Darsan Martadarsana dan pada tahun 1956 digantikan oleh Sjair. Pada tahun 1958 Sjair, karena pensiun, diganti oleh Dra. Lukijati Gandasubrata. Lembaga Bahasa dan Budaya mempunyai struktur oraganisasi yang lebih baik daripada Balai Bahasa. Lembaga Bahasa dan Budaya mempunyai tujuh bagian dengan tiga cabang. Bagian tersebut ialah (1) Bagian Penyelidikan Bahasa dan Penyusunan Tata Bahasa, (2) Bagian Lesksikografi, (3) Bagian Penyelidikan Kebudayaan, (4) Bagian Komisi Istilah, (5) Bagian Penyelidikan Kesusastraan, (6) Bagian Perpustakaan, dan (7) Bagian Terjemahan.

 

  1. Tahun 1959 (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69626/B/S, tanggal 1 Juni 1959, Lembaga Bahasa dan Budaya berganti nama menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan. Sejak itu lembaga tersebut beserta cabangnya terlepas dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan langsung di bawah Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Bagian Bahasa, Jawatan Kebudayaan dilebur dan pegawainya masuk ke Lembaga Bahasa dan Kesusastraan. Demikian pula, sejak bulan Juni 1964, Urusan Pengajaran Bahasa Indonesia dan Daerah, Jawatan Pendidikan Umum,  dimasukkan ke dalam lembaga itu.

Pimpinan pertama Lembaga Bahasa dan Kesusastraan adalah Prof. P.A. Hoesein Djajadiningrat dan Sekretaris Umum Dra. Lukijati Gandasubrata. Pada tahun 1960 jabatan pimpinan umum dipegang oleh sekretaris umum karena pimpinan umum meninggal dunia. Pada tahun 1962 Dra. Lukijati Gandasubrata pindah ke Semarang. Pada tahun 1966, pimpinan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan itu digantikan oleh Dra. S.W. Rudjiati Muljadi. Lembaga Bahasa dan Kesusastraan terdiri atas delapan urusan, yakni (1) Urusan Tata Bahasa, (2) Urusan Peristilahan, (3) Urusan Kesusastraan Indonesia Modern, (4) Urusan Kesusastraan Indonesia Lama, (5) Urusan Bahasa Daerah, (6) Urusan Perkamusan, (7) Urusan Dokumentasi, dan (8) Urusan Terjemahan.

 

  1. Tahun 1966 (Direktorat Bahasa dan Kesusastraan)

Berdasarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Nomor 75/V/Kep/i/1966, tanggal 3 November 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan diubah namanya menjadi Direktorat Bahasa dan Kesusastraan di bawah pimpinan Dra. S.W. Rudjiati Muljadi.

Direktorat Bahasa dan Kesusastraan mempunyai bagian sebagai berikut:  (1) Dinas Bahasa Indonesia, (b) Dinas Kesusastraan Indonesia, (c) Dinas Bahasa dan Kesusastraan Daerah, (d) Dinas Bahasa dan Kesusastraan Asing, (e) Dinas Peristilahan dan Perkamusan, dan (f) Sekretariat.

 

  1. Tahun 1969 (Lembaga Bahasa Nasional)

Atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mashuri, S.H., Nomor 034/1969 Tahun 1969, mulai tanggal 24 Mei 1969 nama Direktorat Bahasa dan Kesusastraan diganti menjadi Lembaga Bahasa Nasional. Secara struktural, lembaga itu berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dra. S.W. Rujiati Mulyadi diangkat sebagai Kepala Lembaga Bahasa Nasional dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 035/1969. Namun, dari tanggal 1 Januari — 31 Desember 1970  Kepala Lembaga Bahasa Nasional dijabat oleh Drs. Lukman Ali karena Dra. S.W. Rujiati Mulyadi bertugas di luar negeri (Leiden).

Lembaga Bahasa Nasional mempunyai tugas (1) membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dan daerah dalam bidang tata bahasa, peristilahan, perkamusan, sastra, dialek, terjemahan, dan kepustakaan; (2) mengadakan penelitian setempat, seminar, simposium, dan musyawarah bersama-sama instansi lain dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, badan, dan organisasi masyarakat, baik di dalam maupun di luar negeri; (3) memberikan bantuan, keterangan, pertimbangan, dan nasihat mengenai masalah bahasa dan sastra Indonesia dan daerah kepada instansi di lingkungan departemen, badan, organisasi masyarakat, atau perseorangan, baik di dalam maupun di luar negeri; (4) menyelenggarakan penerbitan dan penyebaran hasil penelitian untuk kepentingan pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan pada khususnya, serta bangsa dan negara Indonesia pada umumnya; (5) menyelenggarakan ketatausahaan selengkapnya; serta (6) memberi saran dan pertimbangan kepada Direktur Jenderal Kebudayaan demi kesempurnaan tugas pokok.

Karena tugas pembinaan, penelitian, dan pengembangan bahasa dan sastra nasional semakin luas, dengan Surat Keputusan Nomor 038/1970, tanggal 1 Mei 1970, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, memutuskan pembentukan kembali cabang Lembaga Bahasa Nasional, yaitu Cabang I di Singaraja, Cabang II di Yogyakarta, dan Cabang III di Makassar.

 

  1. Tahun 1974 (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa)

Dalam rangka reorganisasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, atas dasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 dan 45 Tahun 1974, Lembaga Bahasa Nasional diubah namanya menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  079/O Tahun 1975, yang diubah dan disempurnakan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0222/O/ 1980, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditetapkan sebagai pelaksana tugas di bidang penelitian dan pengembangan bahasa dan sastra yang berada langsung di bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dipimpin oleh seorang kepala yang dalam melaksanakan tugas sehari-hari bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan. Sejak 1975 secara berturut-turut kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dijabat oleh Prof. Dr. Amran Halim (1975–1984), Prof. Dr. Anton M. Moeliono (1984–1989), Drs. Lukman Ali (1989–1991), dan Dr. Hasan Alwi (1991–2000). Dalam menyelenggarakan tugas di bidang penelitian dan pengembangan bahasa dan sastra, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mempunyai fungsi sebagai (1) perumus kebijakan Menteri dan kebijakan teknis di bidang penelitian dan pengembangan bahasa; (2) pelaksana penelitian dan pengembangan bahasa serta pembina unit pelaksana teknis penelitian bahasa di daerah; (3) pelaksana urusan tata usaha pusat.

Susunan organisasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sebagai pelaksana tugas di bidang penelitian dan pengembangan bahasa dan sastra adalah sebagai berikut: (1) Bagian Tata Usaha, (2) Bidang Bahasa Indonesia dan Daerah, (3) Bidang Sastra Indonesia dan Daerah, (4) Bidang Perkamusan dan Peristilahan, dan (5) Bidang Pengembangan Bahasa dan Sastra. Dalam melaksanakan tugas itu, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa–hingga tahun 1999–hanya didukung oleh 3 unit pelaksana teknis (UPT), yaitu (1) Balai Bahasa Yogyakarta, (2) Balai Bahasa Denpasar, dan (3) Balai Bahasa Ujungpandang.

Sejalan dengan semakin luas cakupan tugas Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 226/O/1999 tanggal 23 September 1999 dan Nomor 227/O/ 1999 tanggal 23 September 1999, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mendapat tambahan empat belas UPT. Keempat belas UPT itu ialah (1) Balai Bahasa Banda Aceh, (2) Balai Bahasa Medan, (3) Balai Bahasa Pekanbaru, (4) Balai Bahasa Padang, (5) Balai Bahasa Palembang, (6) Balai Bahasa Bandung, (7) Balai Bahasa Semarang, (8) Balai Bahasa Surabaya, (9) Balai Bahasa Banjarmasin, (10) Balai Bahasa Jayapura, (11) Kantor Bahasa Pontianak, (12) Kantor Bahasa Palangkaraya, (13) Kantor Bahasa Manado, dan (14) Kantor Bahasa Palu.

 

  1. Tahun 2000 (Pusat Bahasa)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 010/ MPN.A2/KP/2000 tanggal 25 Juli 2000, Dr. Hasan Alwi diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa karena telah memasuki masa purnabakti dan diangkat sebagai Plh. Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sejak saat itu, nama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menjadi Pusat Bahasa. Kemudian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11/MPN.A4/ KP/2001, Dr. Dendy Sugono diangkat sebagai Kepala Pusat Bahasa.

Setelah Dr. Dendy Sugono pensiun 1 Juni 2009, jabatan Kepala Pusat Bahasa sementara dijabat Agus Dharma, S.H., Ph.D. sebagai wakil sementara (Wks.) dan Dra. Yeyen Maryani, M.Hum. sebagai koordinator intern (korin). Pada tanggal 16 September 2010 Prof. Drs. Endang Aminuddin Aziz, M.A., Ph.D. diangkat sebagai Kepala Pusat Bahasa. Namun, tanggal 27 Desember 2010, Prof. Drs. Endang Aminuddin Aziz, M.A., Ph.D. mengundurkan diri dari jabatannya.

 

  1. Tahun 2010 (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa)

Pada tahun 2009 Pemerintah dan DPR RI periode 2004 – 2009 mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Serta Lagu Kebangsaan. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, Pusat Bahasa berganti nama menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dibawah Kementerian Pendidikan Nasional. Pusat Bahasa yang dulu secara organisasi berada di tingkat Eselon II kini setelah menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menjadi unit utama (Eselon I) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dengan mengacu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010, Agus Dharma, S.H., Ph.D. diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dengan Sekretaris Badan Bahasa, Dra. Yeyen Maryani, M.Hum., Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Prof. Dr. Cece Sobarna, dan Kepala Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Qudrat Wisnu Aji, S.E, M.Ed.

Pada tanggal 30 November 2011, Qudrat Wisnu Aji, S.E, M.Ed  menempati posisi sebagai Kepala Biro Umum, Sekretariat Jenderal, Kemdikbud, dan digantikan oleh Drs. Muhadjir, M.A. sebagai  Kepala Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan. Prof Dr. Cece Sobarna sebagai Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan digantikan oleh Dr. Sugiyono.

Karena Plt. Kepala Badan Bahasa pada bulan Desember 2011 memasuki masa purnabakti, berdasarkan Surat Perintah Mendikbud Nomor 327/MPN.A4/KP/2011, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dijabat oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang membidangi kebudayaan, Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch. Ph.D., sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Sejak tanggal 16 April 2012, Prof. Dr. Mahsun, M.S. ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan Surat Perintah Mendikbud Nomor 139/MPN.A4/KP/2012.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mempunyai 1 Sekretariat Badan dengan 4 Kepala Bagian dan 12 Kepala SubBagian serta 2 Kepala Pusat dengan 6 Kepala Bidang dan 12 Kepala SubBidang. Di samping itu, Badan Bahasa memiliki 17 balai bahasa  dan  13  kantor bahasa.

Visi Misi

Visi:

Terwujudnya lembaga yang andal di bidang kebahasaan dan kesastraan dalam rangka mencerdaskan serta memperkukuh jati diri, karakter, dan martabat untuk memperkuat daya saing bangsa

 

Misi:

1. Mengembangkan dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia

2. Meningkatkan mutu penelitian bahasa dan sastra Indonesia

3. Meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra

4. Meningkatkan mutu pelayanan informasi kebahasaan dan kesastraan

5. Meningkatkan mutu tenaga kebahasaan dan kesastraan

6. Meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional

7. Mengembangkan kerja sama kebahasaan dan kesastraan

8. Mengembangkan pengelolaan organisasi dan kelembagaan

Tugas dan Fungsi

Tugas

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mempunyai tugas melaksanakan pengembangan,pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia.

 

Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyelenggarakan fungsi

  1. penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra;
  2. pelaksanaan pengembangan, pembinaan,  dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia;
  3. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia, dan
  4. pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Program Kerja

Untuk mewujudkan visi dan misi, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa membuat program dan kegiatan untuk mengatasi berbagai masalah kebahasaan dan kesastraan. Program dan kegiatan tersebut dibagi dalam tiga kelompok besar sebagai berikut.

1. Sekretariat

Program dan kegiatan Sekretariat Badan dibagi dalam lima besar, yaitu manajemen, kelembagaan, kerja sama, sarana dan prasarana, serta pendukung manajemen lainnya.

2. Pengembangan dan Pelindungan

Bahasa dan sastra di Indonesia perlu dikembangkan agar mampu mempertahankan fungsinya, baik sebagai wahana komunikasi maupun sebagai wadah ekspresi estetika. Dengan demikian, upaya peningkatan mutu penggunaan bahasa serta mutu penelitian bahasa dan sastra dapat dilakukan dengan baik melalui pengkajian, pembakuan, pelindungan, serta publikasi dan informasi.

3. Pembinaan dan Pemasyarakatan            

Pembinaan bahasa adalah upaya untuk meningkatkan mutu pemakai bahasa. Upaya pembinaan itu mencakup peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa yang dilakukan, antara lain melalui pengajaran dan pemasyarakatan. Pembinaan sastra adalah upaya yang dikembangkan untuk memelihara karya sastra, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra Indonesia dan daerah, serta memanfaatkan sastra asing supaya memenuhi fungsi dan kedudukannya.

 

Program Strategis

  • Penguatan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan
  • Sertifikasi penggunaan bahasa di ruang publik, terutama di wilayah perbatasan
  • Peningkatan mutu dan jumlah karya dan kritik sastra
  • Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional
  • Pengembangan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan
  • Standardisasi kemahiran berbahasa Indonesia
  • Peningkatan kemahiran membaca, menulis, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia pada pendidikan keaksaraan
  • Pelindungan bahasa dan sastra
  • Fasilitasi program studi bahasa dan sastra Indonesia di SMA/MA dan perguruan tinggi

 

Bahan Ajar Kepanduan : Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka


Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961. Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu. Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu 1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
· Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
· Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
2. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.

Gerakan Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan\ Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya. Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian. Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang. Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang
penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan
Presiden dan berkeliling Jakarta. Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai. Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka
Diperoleh: “http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Gerakan_Pramuka_Indonesia”

 

Catatan redaksi : Ada Sesuatu yang menarik, mengapa yang menandatangani Kepres Tentang  Gerakan  Pramuka adalah Ir. Juanda ? Bilamana Presiden saat itu tengah mengadakan kunjungan ke Jepang, mengapa tidak menunggu beliau pulang dari lawatannya ?

Andakah yang tahu ?

 

 

 

 

 

 

 

Trik cepat hapal morse

 

Kadang kita kesulitan menghapal atau mengingat kembali isyarat morse, padahal besok mau ikut lomba Galang apalagi jarang berlatih secara periodic. Berikut ini tips menghapal morse dengan cepat. Lihat gambar di bawah ini :

 

 

 

Petunjuk Penggunaan :

1. Gambar di atas terbagi menjadi dua bagian, kanan, dan kiri.
2. Cara membacanya dari atas ke bawah.
3. Blok putih menunjukkan kode titik (  .  ) dan blok hitam kode strip (    ).
4. Contoh sebelah kiri: Jika isyarat menunjukan satu kali putihsama dengan satu kali titik artinya huruf E.

Contoh lain : ( dibaca dari atas, ya ) putih-putih-putih-putih artinya 4 titik ( …. )

Berarti huruf H.

Contoh lagi : hitam-hitam-putih artinya 2 strip 1 titik (  – – . ) berartihuruf G

5. Ingat blok sebelah kiri selalu diawali dengan blok Titik ( Putih ) dan blok kanan selalu diawali dengan blok strip ( Hitam ).

 

Selamat mencoba, beritahukan teman-temanmu dan ajaklah belajar morse bersama.

 

 

 

 

 

 

 

Trik Mudah Kuasai Semaphore

 

Sebenarnya ada berbagai macam cara untuk dapat menguasai isyarat semaphore dengan cepat dan mudah.

Berikut ini adalah salah satunya, dengan model Jarum Jam, tinggal mengingat angka dan hurufnya. Selamat mencoba……….

 

Top of Form

Bottom of Form

 

 

 

 

 

Alat dan Cara Pengiriman Isyarat dengan Morse

 

Kita mengenal berbagai macam cara dan alat untuk menyampampaikan isyarat morse antara lain sebagai berikut

 

ALAT CARA
Peluit Bunyi Panjang dan Pendek
Bendera Kibaran Panjang dan Pendek
Api/ Cahaya Nyala Pendek dan Panjang
A s a p Gumpalan Kecil dan Besar
Telegrap Tulisan Titik dan Garis
Cermin dengan bantuan cahaya matahari Sinar Sebentar dan Lama

 

Berikut ini aneka arti untuk pengiriman tanda morse dengan menggunakan peluit atau lainnya :

Untuk menyampampaikan isyarat morse dengan alat bendera dilakukan seperti di bawah ini :

 

Top of Form

Bottom of Form

 

 

 

 

 
Pionering

 

 

Bidang Tali Temali

Dalam tali temali kita sering mencampuradukkan antara tali, simpul dan ikatan. Hal ini sebenarnya berbeda sama sekali. Tali adalah bendanya. Simpul adalah hubungan antara tali dengan tali. Ikatan adalah hubungan antara tali dengan benda lainnya, misal kayu, balok, bambu dan sebagainya.

 

Macam simpul dan kegunaannya

1.         Simpul ujung tali

Gunanya agar tali pintalan pada ujung tali tidak mudah lepas

2.         Simpul mati

Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang sama besar dan tidak licin

3.         Simpul anyam

Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang tidak sama besarnya dan dalam keadaan kering

4.         Simpul anyam berganda

Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang tidak sama besarnya dan dalam keadaan basah

5.         Simpul erat

Gunanya untuk memendekkan tali tanpa pemotongan

6.         Simpul kembar

Gunanya untuk menyambung 2 utas tali yang sama besarnya dan dalam keadaan licin

7.         Simpul kursi

Gunanya untuk mengangkat atau menurunkan benda atau orang pingsan

8.         Simpul penarik

Gunanya untuk menarik benda yang cukup besar

9.         Simpul laso

 

Untuk gambar macam-macam simpul dapat dilihat di bawah ini

 

 

 

Macam Ikatan dan Kegunaannya

1.         Ikatan pangkal

Gunanya untuk mengikatkan tali pada kayu atau tiang, akan tetapi ikatan pangkal ini dapat juga

digunakan untuk memulai suatu ikatan.

2.         Ikatan tiang

Gunanya untuk mengikat sesuatu sehingga yang diikat masih dapat bergerak leluasa misalnya

untuk mengikat leher binatang supaya tidak tercekik.

3.         Ikatan jangkar

Gunanya untuk mengikat jangkar atau benda lainnya yang berbentuk ring.

4.         Ikatan tambat

Gunanya untuk menambatkan tali pada sesuatu tiang/kayu dengan erat, akan tetapi mudah untuk melepaskannya kembali. Ikatan tambat ini juga dipergunakan untuk menyeret balik dan bahkan ada juga dipergunakan untuk memulai suatu ikatan.

5.         Ikatan tarik

Gunanya untuk menambatkan tali pengikat binatang pada  suatu tiang, kemudian mudah untuk

membukanya kembali. Dapat juga untuk turun ke jurang atau pohon.

6.         Ikatan turki

Gunanya untuk mengikat sapu lidi setangan leher

7.         Ikatan palang

8.         Ikatan canggah

9.         Ikatan silang

10.       Ikatan khaki tiga

 

Untuk gambar macam-macam ikatan dapat dilihat di bawah ini.

 

 

 

Penulis : Kakak Drs. Ringsung Suratno, M.Pd

 

 

 

Top of Form

Bottom of Form

 
Peta Panorama

 

 

Tujuan dari pembuatan peta panorama ini adalah untuk menggambarkan keadaan suatu daerah dengan range atau sudut pandang tertentu.

Peralatan yang perlu dipersiapkan dalam pembuatan peta panorama ini adalah :

1.             Pensil Teknik 2B

2.             Penggaris panjang

3.             Kertas buffalo

4.             Kompas bidik

5.             Meja kerja

Yang harus diperhatikan dalam pembuatan peta panorama ini adalah :

1.             Arah Pandang atau Sudut Pandang

Batas sudut pandang yang diberikan dalam pembuatan peta panorama dapat berupa satu sudut atau dua sudut sebagai arah untuk penggambaran panorama atau pemandangannya. Untuk dua sudut pandang tidak akan menjadi masalah yang berarti karena kita tinggal membidik sudut yang telah ditetapkan tersebut untuk batas penggambaran panorama. Untuk satu sudut pandang maka untuk menentukan batas sudut pandang yang akan kita gunakan untuk menggambar panorama kita harus menambahkan sudut tersebut dengan 30  untuk daerah kanan dan mengurangi sudut tersebut dengan 30 untuk daerah kiri. Kemudian baru menggambar peta panoramanya.

2.             Penggambaran Batas Daerah

Setelah diketahui batas daerah yang akan digambar, maka langkah selanjutnya adalah membuat sket batas daerah satu dengan daerah lainnya, antara satu perbukitan dengan perbukitan atau perumahan dan lain sebagainya. Untuk penggambaran sket ini dibuat setipis mungkin karena hanya untuk pembatas dalam pembatas dalam penafsiran nanti.

3.             Pembuatan Arsiran

Untuk pembuatan arsiran ini merupakan tahapan penting dalam membuat peta panorama. Yang perlu diperhatikan adalah untuk daerah yang dekat dengan pandangan kita maka arsirannya dibuat berdekatan

sekali, demikian seterusnya sampai pada daerah terjauh atau lapis paling atas dibuat renggang. Arsiran horisontal dipergunakan untuk daerah lautan, arsiran tegak atau vertikal untuk gunung, sedangkan untuk daerah yang landai (seperti perumahan, pepohonan) maka arsirannya dibuat agak miring (mendekati horisontal), untuk daerah yang agak curam (seperti perbukitan atau jurang terjal) maka arsiran dibuat miring mendekati tegak.

4.             Pembuatan Arah Utara

Arah utara ini diperlukan untuk mengetahui posisi menggambar kita dan juga sekaligus sebagai koreksi apakah arah yang digambar itu sudah benar. Biasanya arah utara dibuat pada posisi pojok kiri atas dengan gambar anak panah dan arahnya disesuaikan dengan arah kompas

5.             Penulisan Sudut Batas dan Keterangan Batas

Untuk sudut pandang sebelah kiri dan kanan hendaknya dicantumkan sekaligus dengan keterangan gambar yang sesuai dengan keadaan kemudian jangan lupa untuk memberikan penomeran pada masing-masing daerah sehingga mempermudah untuk pemberian keterangan nantinya.

Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh berikut ini.

 

Penulis : Kakak Drs. Ringsung Suratno, M.Pd

 

Top of Form

Bottom of Form

Semaphore

 

Semaphore adalah suatu cara untuk mengirimdan menerima berita dengan menggunakan 2 bendera, dimana masing-masing bendera tersebut berukuran 45 cm x 45 cm. Sedangkan warna yang sering dipergunakan adalah merah dan kuning dengan warna merah selalu berada dekat tangkainya.

 

Penulis : Kakak Dr

 

Baris Berbaris (Bag.III)

 

 

PERATURAN BARIS BARIS (P.B.B)

( Bag. III )
Peraturan Baris Berbaris yang digunakan di lingkungan Pramuka ada dua macam yakni Baris berbaris menggunakan tongkat dan tanpa tongkat. Untuk baris berbaris menggunakan tongkat memiliki tata cara tersendiri di lingkungan Pramuka. Adapun baris berbaris tanpa menggunakan tongkat mengikuti tata cara yang telah diatur dalam Peraturan Baris Berbaris milik TNI/POLRI .

a)       Bubar

Aba-aba : Bubar – JALAN

Pelaksanaannya;

Pemberian  aba aba tersebut dilaksanakan dalam keadaan sikap sempurna. Setelah melakukan penghormatan kemudian balik kanan dan setelah menghitung dua hitungan  dalam hati, lalu bubar.

b)       Jalan di tempat

Aba-aba: Jalan ditempat – GERAK

Pelaksaannya:

Gerakan dimulai dengan mengangkat kaki kiri, lutut berganti-ganti diangkat, paha rata-rata, ujung kaki menuju ke bawah, tempo langkah sesuai dengan langkah biasa, badan tegak, pandangan mata tetap ke depan, lengan dirapatkan pada badan (tidak melenggang)

Dari jalan ke tempat berhenti.

Aba-aba : Henti – GERAK

Pelaksanaannya:

Pada aba-aba pelaksanaan dapat dijatuhkan kaki kiri/kanan,pada hitungan ke dua kaki kiri/kanan diharapkan pada kaki kiri/kanan dan kembali ke sikap sempurna.

c)        Membuka/menutup barisan.

Aba-aba : Buka barisan – JALAN

Pada aba-aba pelaksanaan regu kanan dan kiri membuat satu langkah ke samping kanan dan kiri, sedang regu tangah tetap di tempat.

Catatan :

Membuka barisan gunanya untuk memudahkan pemeriksaan.

Tutup barisan

Aba-aba :tutup barisan – JALAN

Pelaksanannya :

Pada aba-aba pelaksanaan regu kanan dan kiri membuat satu langkah kembali ke samping kanan dan kiri, sedang regu tengah tetap ditempat.

 

Gerakan berjalan dengan panjang tempo dan macam langkah

  Macam langkah Panjangnya Tempo
1. Langkah biasa 65cm 120 tiap menit
2. Langkah tegap 65cm 120 tiap menit
3. Langkah perlahan 40cm 30 tiap menit
4. Langkah kesamping 40cm 70 tiap menit
5. Langkah ke belakang 40cm 70 tiap menit
6. Langkah ke depan 60cm 70 tiap menit
7. Langkah di waktu lari 80cm 165 tiap menit

 

A.       MAJU – JALAN

Dari sikap sempurna

Aba-aba : Maju – JALAN

Pelaksanaannya:

1)       Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri diayunkan ke depan, lutut lurus, telapak kaki diangkat rata sejajar dengan tanah setinggi ± 15 cm, kemudian dihentakkan ke tanah dengan jarak setengah langkah dan selanjutnya berjalan dengan langkah biasa.

2)       Langkah pertama dilakukan dengan melenggangkan lengan kanan ke depan 90°, lengan kiri 30° ke belakang, pada langkah selanjutnya lengan atas dan bawah lurus dilenggangkan ke depan 45°, dan ke belakang 30°.

Seluruh anggota meluruskan barisan ke depan dengan melihat pada belakang leher.

Dilarang keras : berbicara-melihat kanan/kiri

Pada waktu melenggangkan tangan supaya jangan kaku.

B.       LANGKAH BIASA

1)       Pada waktu berjalan, kepala dan badan seperti pada waktu sikap sempurna. Waktu mengayunkan kaki ke depan lutut dibengkokkan sedikit (kaki tidak boleh diseret). Kemudian diletakkan ke tanah menurut jarak yang telah ditentukan.

2)       Cara melangkahkan kaki seperti pada waktu berjalan biasa. Pertama tumit diletakkan di tanah selanjutnya lurus ke depan dan ke belakang di samping badan. Ke depan 45°, ke belakang 30°. Jari-jari tangan digenggam, dengan tidak terpaksa, punggung ibu jari menhadap ke atas.

C.       LANGKAH TEGAP

1)       Dari sikap sempurna

Aba-aba : Langkah tegap – JALAN

Pelaksanaannya :

Mulai berjalan dengan kaki kiri, langkah pertama selebar setengah langkah, selanjutnya seperti jalan biasa (panjang dan tempo) dengan cara kaki dihentakkan terus menerus tetapi tidak dengan berlebih-lebihan, telapak kaki rapat dan sejajar dengan tanah, lutut kaki tidak boleh diangkat tinggi. Bersama dengan langkah pertama lengan dilenggangkan lurus ke depan dan ke belakang di samping badan, (lengan tangan 90° ke depan dari 30° ke belakang). Jari-jari tangan digenggam dengan tidak terpaksa, punggung ibu jari menghadap ke atas.

2)       Dari langkah biasa

Aba-aba : Langkah tegap – JALAN

Pelaksanaannya :

Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri jatuh di tanah, ditambah satu langkah selanjtnya mulai berjalan seperti tersebut pasa butir 1.

3)       Kembali ke langkah biasa

Aba-aba : Langkah biasa – JALAN

Pelaksanaannya :

Aba-aba diberikan pada waktu kaki kiri jatuh di tanah ditambah satu langkah dan mulai berjalan dengan langkah biasa, hanya langkah pertama…….

Catatan :
Dalam lsedang berjalan cukup menggunakan aba-aba peringatan : Langkah tegap/langkah biasa-JALAN, pada tiap-tiap perubahan langkah (tanpa kata maju).

D.       LANGKAH PERLAHAN

1)       Untuk bergabung (mengantar jenazah dalam upacara kemiliteran)

Aba-aba : Langkah perlahan maju – JALAN

Pelaksanaannya :

a)       Gerakan dilakukan dengan sikap sempurna

b)       Pada aba-aba “jalan”, kaki kiri dilangkahkan ke depan, setelah kaki kiri menapak di tanah segera disusul dengan kaki kanan ditarik ke depan dan ditahan sebentar di sebelah mata kaki kiri, kemudian dilanjutkan ditatapkan kaki kanan di depan kaki kiri.

c)        Gerakan selanjutnya melakukan gerakan-gerakan seperti semula.

Catatan :

·         Dalam keadaan sedang berjalan, aba-aba adalah “langkah perlahan JALAN” yang diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh di tanah ditambah selangkah dan kemudian mulai berjalan dengan langkah perlahan.

·         Tapak kaki pada saat menginjak tanah tidak dihentakkan, tetapi diletakkan rata-rata untuk lebih khidmat.

2)       Berhenti dalam langkah perlahan

Aba-aba : Henti – GERAK

Pelaksanaannya :

E.       LANGKAH KE SAMPING

Aba-aba : ……..Langkah ke kanan/kiri – JALAN

Pelaksanaannya :

Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri/kanan dilanjutkan ke samping kanan/kiri sepanjang 40 cm. Selanjutnya kaki kiri/kanan dirapatkan pada kaki kiri/kanan.Sikap badan tetap seperti pada sikap sempurna, sebanyak-banyaknya hanya boleh dilakukan empat langkah.

F.       LANGKAH KE BELAKANG

Aba-aba : ……..Langkah ke belakang – JALAN

Pelaksanaannya :

Pada aba-aba pelaksanaan, peserta melangkah ke belakang mulai kaki kiri menurut panjangnya langkah dan sesuai dengan tempo yang telah ditentukan, menurut jumlah langkah yang diperintahkan. Lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan seperti dalam sikap sempurna. Sebanyka-banyaknya hanya boleh dilakukan empat langkah.

G.       LANGKAH KE DEPAN

Aba-aba : …….Langkah ke depan – JALAN

Pelaksanaannya :

Pada aba-aba pelaksanaan, peserta melangkahkan kaki ke depan mulai dengan kaki kiri menurut panjangnya langkah dan tempat yang telah ditentukan, menurut jumlah langkah yang diperintahkan. Gerakan kaki seperti gerakan langkah tegap dan dihentikan dan sikap seperti sikap sempurna. Sebanyak-banyaknya hanya boleh dilakukan empat langkah.

H.       LANGKAH DI WAKTU LARI

1)       Dari sikap sempurna

Aba-aba : Lari maju – JALAN

Pelaksanaannya:

Aba-bab peringatan ke dua tangan dikepalkan dengan lemas dan diletakkan di pinggang sebelah depan dengan punggung tangan menghadap keluar, ke dua siku sedikit ke belakang, badan agak dicondongkan ke depan. Pada aba-aba pelaksanaan, dimulai lari dengan menghentakkan kaki kiri setengah langkah dan selanjutnya menurut panjang langkah dan tempo yang ditentukan dengan kaki diangkat secukupnya. Telapak kaki diletakkan dengan ujung telapak kaki terlebih dahulu, lengan dilenggangkan secara tidak kaku.

2)       Dari langkah biasa

Aba-aba : Lari – JALAN

Pelaksanaannya:

Aba-aba peringatan pelaksanaannya sama dengan ayat 1. Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri/kanan jatuh ke tanah kemudian ditambah satu langkah, selanjutnya berlari menurut ketentuan yang ada.

3)       Kembali ke langkah biasa

Aba-aba : Langkah biasa – JALAN

Pelaksanaannya :

Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri/kanan jatuh ke tanah ditambah tiga langkah, kemudian berjalan dengan langkah biasa, dimuali dengan kaki kiri dihentakkan; bersama dengan itu kedua lengan digenggam.

Catatan :

Untuk berhenti dari keadaan berlari aba-aba seperti langkah biasa henti – GERAK. Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh ke tanah ditambah tiga langkah, selanjutnya kaki dirapatkan kemudian kedua kepal tangan diturunkan untuk mengambil sikap sempurna.

I.         LANGKAH MERDEKA

1)       Dari langkah biasa

Aba-aba : Langkah merdeka – JALAN

Anggota berjalan bebas tanpa terikat pada ketentuan panjang, tempo dan ketentuan langkah. Atas pertimbangan Pimpinan, anggota dapat dijinkan untuk membuat sesuatu yang dalam keadaan lain terlarang (antara lain berbicara, buak topi, menghapus keringat). Langkah merdeka biasanya dilakukan untuk menempuh jalan jauh/diluar kota/lapangan yang tidak rata. Anggota tetap dilarang meninggalkan barisan.

2)       Kembai ke langkah biasa

Untuk melaksanakan gerakan ini lebih dahulu harus diberikan ……………….samakn langkah. Setelah langkah barisan sama, Pemimpin dapat memberikan aba-aba peringatan dan pelaksanaan.

3)       Aba-aba : Langkah biasa – JALAN

Pelaksanaannya :

Seperti tersebut pada petunjuk dari langkah tegap ke langkah biasa.

J.        GANTI LANGKAH

Aba-aba : Ganti langkah – JALAN

Pelaksanaannya :

Gerakan dapat dilakukan pada waktu langkah biasa/tegap. Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan/kiri di tanah kemudian ditambah satu langkah. Sesudah ujung kaki kiri/kanan yang sedang di belakang dirapatkan pada badan. Untuk selanjutnya disesuaikan dengan langkah baru yang disamakan. Kemudian gerakan ini dilakukan dalam satu hitungan.

 

Selesai

Sumber/ Referensi :

1.     Pedoman Penyelenggaraan Paskibraka – Depdiknas.

  1. Peraturan Baris Berbaris – Pusdiklat TNI-AD

 

Bahan Kuliah / Makalah : LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS


LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS**

Oleh Dali S. Naga

Dari tahun ke tahun, bulan Oktober telah kita jadikan bulan bahasa. Dan pada setiap bulan bahasa, kita mengadakan temu bicara untuk membahas segala sesuatu tentang bahasa Indonesia. Semua usaha ini bertujuan agar penggunaan bahasa Indonesia kita makin lama makin bertambah baik. Dan bersamaan dengan penggunaan bahasa yang makin bertambah baik, bahasa Indonesia juga makin bertambah mantap, tidak saja di kota melainkan juga di seluruh negeri.
Usaha ini telah membuahkan hasil. Hasil itu dapat kita nilai melalui perbandingan. Kalau kita membandingkan bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang ini dengan bahasa Indonesia yang kita gunakan lima puluh tahun lalu pada kurun waktu tahun 1950-an, maka perbedaannya tampak nyata. Tidak saja perbendaharaan kata yang kita gunakan sekarang makin kaya, melainkan ketaatasasannya juga makin mantap. Dahulu kita belum memiliki bahasa baku dan tata bahasa baku, tetapi kini kita sudah mempunyainya.
Sekalipun demikian, kita masih juga belum merasa puas. Kita masih mendambakan bahasa Indonesia yang lebih baik dan lebih kaya. Kita mendambakan bahasa Indonesia yang makin meluas pemakaiannya sehingga bersamaan dengan bahasa Melayu atau bahasa Malaysia, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa regional di Asia Tenggara. Dan mungkin saja pada suatu saat kelak, ketiga bahasa ini menyatu kembali untuk menjadi bahasa Melayu Raya yang kita gunakan bersama di wilayah ini.
Pada tahun 2002 ini, sekali lagi kita menyelenggarakan bulan bahasa. Dan sekali lagi Universitas Negeri Jakarta mengadakan temu bicara tentang bahasa Indonesia. Kali ini saya diminta untuk membawakan suatu topik yang cukup sulit yakni logika bahasa dan keterampilan menulis. Rupanya panitia bulan bahasa menyadari bahwa keterampilan menulis di dalam bahasa Indonesia tidak terlepas dari logika bahasa. Masalahnya sekarang adalah apa yang harus saya sajikan di dalam makalah ini?

Agaknya jalan terbaik bagi saya adalah membuka pustaka. Ternyata bahan pustaka tentang logika di dalam bahasa menunjukkan arah ke seorang ahli filsafat yang bernama Ludwig Josef Johann Wittgenstein (1889-1951). Pada tahun 1921, Wittgenstein menerbitkan suatu buku tipis (75 halaman) yang berjudul Logisch-philosophische Abhandlung yang kemudian pada tahun 1922 diterbitkan kembali dengan judul Tractatus Logico-Philosophicus. Buku ini berbicara tentang logika bahasa atau, secara lebih luas lagi, filsafat bahasa. Segera pula buku ini menarik perhatian Kelompok Wina yang sedang menggarap aliran filsafat yang dikenal sebagai Logical Positivism. Konon kabarnya, karya ini kemudian mengembangkan filsafat bahasa yang dikenal sebagai filsafat analitik. Ditambah dengan renovasi radikal pada linguistik yang dilakukan oleh Noam Chomsky, maka pemikiran para pakar tentang pengetahuan bahasa mengalami perubahan yang besar sekali, setidak-tidaknya, dari segi logika bahasa.
Para ahli filsafat dari Kelompok Wina menggabungkan positivisme (empirisisme) tradisional dari August Comte, David Hume, John Stuart Mill dengan logika dari Betrand Russel, G.E. Moore, dan Alfred North Whitehead sehingga Kelompok Wina dikenal sebagai penganut aliran filsafat logical positivism.. Selanjutnya, adopsi bahasa melalui Tractatus karya Wittgenstein oleh para ahli filsafat logical positivism menyebabkan analisis linguistik menjadi topik filsafat utama di abad ke-20. Tidak heran, kalau para ahli filsafat menamakan abad ke-20 sebagai abad analisis (the age of analysis) karena analisis bahasa telah menjadi isu utama pada filsafat di dalam abad ke-20.
Setelah membaca Tractatus, Kelompok Wina yang berpaham logical positivism, menyadari bahwa bahasa sangat berperanan di dalam filsafat. Selain manusia berbeda dengan makhluk lain karena memiliki kemampuan berbahasa, masalah tradisional di dalam filsafat pada dasarnya adalah masalah analisis bahasa. Masalah filsafat terdiri atas modus material sebagai masalah dunia yang perlu diverifikasi serta modus formal logika sebagai masalah bahasa yang perlu dianalisis. Dengan demikian, terdapat dua macam bahasa yakni bahasa empiris untuk modus material dan bahasa logika dan matematika murni untuk modus formal.
Sayang, saya tidak memiliki buku Tractatus sehingga saya hanya dapat mengutipnya dari karya orang lain. Demikianlah uraian berikut ini berasal dari beberapa sumber, terutama dari The New Encyclopedia Britannica dan Encyclopedia Americana. Menurut bacaan itu, pertanyaan sentral dari Tractatus adalah: Bagaimana bisa ada bahasa? Bagaimana seseorang, melalui ucapan sederetan kata, berkata sesuatu? Dan bagaimana orang lain bisa memahaminya? Adalah sesuatu yang luar biasa bahwa seseorang bisa memahami kalimat yang belum pernah dialaminya sebelumnya.
Wittgenstein menemukan solusinya pada pemikiran tentang kalimat dan realitas. Kalimat yang berkata sesuatu (proposisi) seharusnya adalah kalimat yang menunjukkan “potret realitas” atau “potret logika.” Di dalam potret realitas ini, kata adalah subsitusi dari obyek sederhana. Dan selannjutnya, cara kata bergabung di dalam kalimat harus mencerminkan cara benda bertautan di dalam realitas. Menurut pemikiran ini, semua kalimat yang memiliki arti seharusnya dapat dianalisis ke dalam kalimat dasar sederhana yang “memotret” fakta sederhana di dunia. Dan format logika dari kalimat sederhana di dalam bahasa akan identik dengan format logika dari kalimat sederhana di dalam logika Russel. Dan kombinasi kalimat sederhana ke dalam kalimat kompleks dapat dilakukan melalui asas kombinatorial dari logika.
Dengan demikian, kalimat itu menunjukkan suatu situasi di dunia. Bahasa yang lengkap akan cukup untuk mengekspresikan setiap kebenaran yang mungkin tentang dunia. Adalah tugas para ilmuwan untuk memastikan mana dari kemungkinan benar itu adalah sungguh-sungguh benar. Karena itu, pemikiran Wittgenstein ini menjelaskan “hubungan di antara tanda di kertas [bahasa] dengan keadaan luar di dunia [potret realitas].” Karena itu, semua potret proposisi atau bahasa harus mengandung unsur yang sama banyak dengan unsur yang diwakilinya di dunia. Semua potret proposisi atau bahasa dan semua situasi yang mungkin di dunia harus memiliki bersama (share) format logika yang sama. Format logika ini adalah sekaligus sebagai “format representasi” dan “format realitas.”
Pikiran ini mempunyai dampak di dalam bahasa. Kalau ada bahasa yang tidak merupakan potret dari realitas di dunia, maka bahasa itu tidak seharusnya diucapkan. Dalam hal ini, Tractatus itu mengakui bahwa ada saja sesuatu yang memang tidak dapat dikatakan dan mereka juga tidak dapat dipikirkan. Pada akhir buku itu, Wittgenstein mengungkapkan bahwa “apabila seseorang tidak dapat berkata maka seseorang harus berdiam.” Kalau berkata pun tidak dapat dilakukan, maka hal itu juga tidak dapat ditulis. Dengan kata lain, bahasa memiliki keterbatasan sehingga Wittgenstein beranggapan bahwa batas bahasanya adalah batas pikirannya. Tidak heran kalau ada orang yang mengaitkan anggapan ini dengan ucapan Protagoras dari Abdera, seorang ahli filsafat Yunani Kuno, yang menyatakan bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu. Dan dengan demikian diri manusia sendiri dan bahasanya adalah batas dari pemikiran manusia.
Dari pemikiran ini tampak bahwa kalimat bahasa dapat dipahami oleh orang lain apabila kalimat itu merupakan potret realitas di dunia yang disampaikan dalam format logika. Makin jelas potret itu bagi pendengar atau pembacanya maka makin paham pula mereka akan kalimat yang diucapkan oleh pembicara atau yang ditulis oleh penulis. Cukup masuk akal untuk dikatakan kalau situasi dunia tempat potret realitas itu diungkapkan memang dimiliki bersama oleh pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca maka makin sedikit kata yang diperlukan untuk pembicaraan atau tulisan itu. Namun, faktor waktu juga akan berpengaruh kepada pemahaman itu. Dalam hal tulisan, jangankan pembaca, setelah lewat dua bulan, misalnya, ada kemungkinan penulisnya sendiri pun tidak lagi dapat memahami tulisannya sendiri. Karena itu, untuk kurun waktu yang cukup lama, penulis perlu memberikan potret realitas yang cukup lengkap di dalam tulisannya.
Ada contoh yang baik tentang ketidaksamaan situasi dunia di antara penulis dan pembaca yang sengaja diungkapkan oleh penulisnya. Contoh yang sangat bagus terdapat pada karya Lewis Carroll yang berjudul Alice in Wonderland serta Through the Looking Glass. Cukup banyak keanehan di dalam sejumlah percakapan Alice, misalnya, di antara Alice dan Cat serta di antara Alice dan Hatter. Tampak di situ bagaimana Alice tidak memahami perkataan Cat dan Hatter serta mereka tidak dapat memahami perkataan Alice.

Pada masa lalu tulisan hanya ditujukan kepada manusia yang dapat membacanya. Bahkan pada masa sekarang, banyak surat perintah ditujukan kepada manusia untuk dilaksanakan. Tetapi kini, kemajuan teknologi telah menghasilkan suatu perubahan yang besar di dalam komunikasi bahasa. Selain memerintah manusia lain melalui kata, manusia juga telah memerintah komputer melalui kata. Ini berarti bahwa di samping bahasa yang dipahami manusia, kita memerlukan bahasa yang juga dapat dipahami oleh komputer yakni oleh alat atau mesin. Pada saat sekarang ini, kita menggunakan bahasa formal untuk memerintah komputer. Namun pada saat mendatang, manusia sedang berusaha membuat komputer yang mampu memahami bahasa natural. Dengan demikian, bahasa memiliki jangkauan yang lebih luas lagi, tidak hanya di kalangan manusia melainkan sampai ke kalangan mesin dan alat.
Di dalam bahasa formal, kita tidak lagi berbicara tentang strukturalisme bahasa dari Ferdinand de Saussurre yang membedakan struktur satu bahasa dari struktur bahasa lain. Sebagai penggantinya, kita berbicara tentang tata bahasa atau bahasa transformasional atau generatif dari Noam Chomsky. Bahasa apa pun dapat dipakai untuk bahasa komputer asalkan bahasa itu memenuhi persyaratan bahasa formal yang diperlukan oleh komputer. Bahasa formal demikian dikenal sebagai bahasa komputer. Di dalam bahasa komputer, tata bahasa dikaitkan dengan otomata pada mesin Turing sehingga perintah di dalam bahasa dapat dikerjakan di komputer melalui otomata. Dalam hal ini, kita menemukan padanan di antara bahasa dan otomata. Regular language berpadanan dengan finite automata, context free language berpadanan dengan pushdown automata, context sensitive language berpadanan dengan linear bounded automata, serta phrase-structure language berpadanan dengan Turing machine. Pada saat ini, bahasa formal di komputer masih didominasi oleh context free language dengan pushkown automata yang bersifat deterministik. Namun pada saat belakang ini, bahasa komputer mulai merambah ke fuzzy logic yang tidak terlalu deterministik lagi. Dasar dari bahasa untuk mesin atau komputer adalah format logika yang ada di dalam kalimat bahasa itu.
Tampak di sini bahwa bahasa tidak saja diperlukan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain, melainkan bahasa diperlukan juga oleh manusia untuk berkomunikasi dengan mesin. Bahkan lebih dari itu. Di dalam banyak hal, kita mulai menemukan mesin yang berkomunikasi dengan mesin lain melalui bahasa. Kita juga mulai menemukan mesin yang berkomunikasi dengan manusia melalui bahasa. Dengan demikian, bahasa juga diperlukan oleh mesin untuk berkomunikasi dengan mesin lain dan dengan manusia. Di dalam semua bahasa ini, menurut pemikian Wittgenstein, potret realitas dan logika berperanan di dalam komunikasi itu.

Keterampilan menulis memerlukan latihan yang cukup banyak serta perhatian yang cukup besar terhadap logika yang dianut bersama di antara penulis dan pembaca. Kalau kita menerima teori heliosentrik dari Kopernikus bahwa bumi yang mengelilingi matahari, maka seharusnya kita tidak menerima kata matahari terbit karena kata matahari terbit tidak sesuai dengan logika teori heliosentrik dari Kopernikus. Tetapi kalau penulis dan pembaca menganut logika yang sama tentang matahari terbit, maka kata matahari terbit adalah sah saja. Demikian pula dengan sederetan idiom dan pepatah yang telah dikenal di antara penulis dan pembaca bahasa Indonesia. Mereka tetap dipahami oleh penulis dan pembaca selama penggunaannya dilakukan secara tepat dan menurut kebiasaan yang berlaku.
Logika di dalam menulis berkenaan dengan logika sintaksis dan logika semantik. Namun kedua logika ini tidak terpisah sama sekali. Ketimpangan pada logika sintaksis dapat saja melahirkan ketimpangan pada logika semantik dan sebaliknya. Bahasa Indonesia yang tidak mengenal ubahan bentuk kata ketika berfungsi sebagai nomina atau sebagai adjektiva sangat peka terhadap ketimpangan. Tanpa kehati-hatian, kita dapat saja menulis kalimat yang memiliki interpretasi ganda dan hal ini membingungkan pembaca (menteri negara peranan wanita berunding dengan menteri negara lainnya; ulang tahun SMU Negeri ke-7). Karena itu, keterampilan menulis mencakup juga kepekaan penulis terhadap ketimpangan seperti ini. Diperlukan penyuntingan berulang-ulang dan, kalau mungkin, melalui tenggang waktu, untuk menghasilkan tulisan yang baik dan benar. Dan dalam hal ini, munculnya pengolah kata pada komputer dengan kemudahan penyuntingan merupakan anugerah yang luar biasa besar bagi keterampilan menulis.
Tampaknya tidak ada jalan pintas bagi keterampilan menulis. Keterampilan menulis dirintis melalui dua cara yang umum. Cara pertama adalah banyaknya latihan atau praktek menulis. Cara kedua adalah perhatian yang serius yang ditujukan kepada logika kalimat di dalam tulisan. Di dalam penyuntingan, kalimat dapat saja diubah atau diperbaiki. Termasuk di dalam perbaikan itu adalah juga pemindahan letak kata di dalam kalimat sehingga tidak timbul interpretasi ganda. Kedua cara ini perlu kita perhatikan dan, kalau masih ada semangat, di sini dapat kita tambahkan lagi cara ketiga. Cara ketiga adalah perhatian penulis kepada keindahan kalimat yang ditulisi dan disuntingnya.
Setelah bulan bahasa tahun 2002 ini, mudah-mudahan, penggunaan bahasa Indonesia kita selangkah lebih baik lagi. Penggunaan bahasa terus kita perbaiki sampai kita menjumpai bulan bahasa pada tahun 2003 nanti. Dan pada saat itu nanti, kita akan menyelenggarakan lagi temu bicara tentang bahasa Indonesia.

Bahan Kuliah / Makalah : KETERAMPILAN DASAR DALAM MENYIMAK


KETERAMPILAN DASAR DALAM MENYIMAK

Dalam kegiatan belajar ini Anda akan mengkaji beberapa pokok permasalahan, yaitu menyimak bahasa, menyimak konsentratif, dan menyimak interogatif. Namun sebelum sampai pada pokok permasalahan ada baiknya pembaca mengetahui unsur­unsur menyimak, teknik menyimak efektif, dan teknik peningkat an daya simak.

Unsur-unsur Menyimak

Kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang cukup kompleks karena sangat bergantung kepada berhagai unsur dasar yang mendukung. Yang dimaksudkan dengan unsur dasar ialah unsur pokok yang menyebabkan tirnbulnya komunikasi dalam menyimak. Setiap unsur merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan unsur yang lain. Unsur-unsur dasar menyimak ialah (1) pembicara, (2) penyimak, (3) bahan simakan, dan (4) bahasa lisan yang digunakan. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur.

  1. 1.                 Pembicara

Yang dimaksudkan dengan pembicara ialah orang yang menyampaikan pesan yang berupa infomasi yang dibutuh.kan oleh penyimak. Dalam komunikasi lisan, pembicara ialah narasumber pembawa pesan, sedang lawan bicara ialah orang yang menerima pesan (penyimak). Dalam aktivitasnya, seorang penyimak sering melakukan kegiatan menulis dengan mencatat hal-hal penting selama melakukan kegiatan menyimak. Catatan tersebut merupakan pokok-pokok pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Fungsi catatan tersebut ialah scbagai berikut:

  1. Meninjau Kembali Bahan Simakan (Reviu)

Kegiatan meninjau kembali bahan simakan merupakan salah satu ciri penyimak kritis. Pada kegiatan ini, penyimak mencermati kembali bahan simakan yang telah diterima melalui catatan seperti: topik, tema, dan gagasan lain yang menunjang pesan yang disampaikan pembicara. Di samping itu penyimak dapat memprediksi berdasarkan pesan-pesan yang telah disampaikan pembicara.

  1. Menganalisis Bahan Simakan

Pada dasarnya menyimak ialah menerima pesan, namun dalam kenyataannya seorang penyimak tidak hanya menerima pesan begitu saja, ia juga berusaha untuk menganalisis pesan yang telah diterimanya itu. Kegiatan analisis ini dilakukan untuk membedakan ide pokok, ide bawahan, dan ide penunjang.

  1. Mengevaluasi Bahan simakan

Pada tahap akhir kegiatan menyimak ialah mengevaluasi hasil simakan. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara: 1)      Kekuatan Bukti Untuk membenarkan pernyataan pembicara, penyimak harus mengevaluasi bukti-bukti yang  dikatakan pembicara. Jika bukti-bukti itu cukup kuat, apa yang dikatakan pembicara itu benar. 2)   Validitas Alasan Jika pernyataan pembicara diikuti dengan alasan-alasan yang kuat,  terpercaya. dan logis, dapat dikatakan bah wa alasan itu validitasnya tinggi. 3)   Kebenaran Tujuan Penyimak hurus mampu menemukan tujuan pembicara. Di samping itu, ia juga harus  mampu membedakan penjelasan dengan keterangan inti, sikap subjektif dengan sikap objektif. Setelah itu ia akan mampu mencari tujuan pembicaraan (berupa pesan).

  1. 2.        Penyimak

Penyimak yang baik ialah penyimak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas. Jika penyimak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dan luas, ia dapat melakukan kegiatan menyimak dengan baik. Selain itu, penyimak yang baik ialah penyimak yang dapat melakukan kegiatan menyimak dengan intensif. Penyimak seperti itu akan selalu rnendapatkan pesan pembicara secara tepat. Hal itu akan lebih sempurna jika ia ditunjang oleh pengetahuan dan pengalamannya. Kamidjan (2001:6) menyatakan bahwa penyimak yang baik ialah penyimak yang memiliki dua sikap, yaitu sikap objektif dan sikap kooperatif.

  1. Sikap Objektif

Yang dimaksud dengan sikap objektif adalah pandanagan penyimak terhadap simakan.  Jika bahan simakan ini baik, ia akan menyatakan baik. Demikian pula sebaliknya. Penyimak sebaiknya tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal di luar kegiatan manyimak, seperti pribadi pembicara, ruang, suasana, sarana, dan prasarana.

  1. Sikap Kooperatif

Sikap kooperatif ialah sikap penyimak yang siap bekerjasama dengan pembicara untuk keberhasilan komunikasi tersebut. Sikap vang bermusuhan atau bertentangan dengan pemhicara akan menimbulkan kegagalan dalam menyimak. Jika hal itu yang terjadi, maka penyimak tidak akan mendapatkan pesan dari pembicara. Sikap yang baik ialah sikap berkoperatif dengan pembicara.

  1. 3.        Bahan Simakan

Bahan simakan merupakan unsur terpenting dalam komunikasi lisan, terutama dalam menyima. Yang dimaksud dengan bahan simakan adalah pesan yang disampaikan pembicara kepada penyimak. Bahan simakan itu dapat berupa konsep, gagasan, atau informasi. Jika pembicara tidak dapat menyampaikan bahan simakan dengan baik, maka pesdan itu tidak dapat diserap oleh penyimak yang mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam berkomunikasi. Untuk menghindari kegagalan, perlu dikaji ulang bahan simakan dengan cara berikut:

  1. Menyimak Tujuan Pembicara

Langkah pertarna penyimak dalam melakukan kegiatan menyimak ialah mencari tujuan pembicara. Jika hal itu telah dicapai, ia akan lebih gampang untuk mendapatkan pesan pembicara. Jika hal itu tidak ditemukan, ia .akan mengalami kesulitan. Tujuan yang akan dicapai penyimak ialah untuk mendapatkan fakta, mendapatkan inspirasi, menganalisis gagasan pembicara. mengevaluasi, dan mencari hiburan.

  1. Menyimak Urutan Pembicaraan

Seorang penyimak harus berusaha mencari urutan pembicaraan. Hal itu dilakukan untuk memudahkan penyimak mencari pesan pembicara. Walaupun pembicara berkata agak cepat. penyimak dapat mengikuti dengan hati-hati agar mendapatkan gambaran tentang urutan penyajian bahan. Urutan penyajian terdiri atas tiga komponen, yaitu pembukaan, isi, dan penutup. Pada bagian pembukaan lingkup permasalahan yang akan dibahas. Bagian isi terdiri atas uraian panjang lebar permasalahan yang dikemukakan pada bagian pendahuluan. Pada bagian penutup berisi simpulan hasil pembahasan.

  1. Menyimak Topik Utama Pembicaraan

Topik utama ialah topik yang selalu dibicarakan. dibahas, dianalisis selama pembicaraan berlangsung. Dengan mengetahui topik utama, penyimak memprediksi apa saja yang akan dibicarakan dalam komunikasi tersebut. Penyimak satu profesi dengan pembicara, ia tidak akan kesulitan untuk menerka topik utama. Sebuah topik utama memiliki ciri-ciri: menarik perhatian penyimak, bermanfaat bagi penyimak, dan akrab dengan penyimak.

  1. Menyimak Topik Bawahan

Setelah penyimak menemukan topik utama, langkah selanjutnya ialah mencari topik-topik bawahan. Umumnya pembicara akan membagi topik utama itu menjadi beberapa topik bawahan. Hal itu dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dengan mudah dicerna oleh penyimak. Penyimak dapat mengasosiasikan topik utama itu dengan sebuah pohon besar, topik bawahan ialah dahan dan ranting pohon tersebut. Dengan demikian penyimak yang telah mengetahui topik utama, dengan mudah akan mengetahui topik-topik bawahannya.

  1. Menyimak Akhir Pembicaraan

Akhir pembicaraan biasanya terdiri atas: simpulan, himbauan, dan saran-saran. Jika pembicara menyampaikan rangkuman, maka tugas penyimak ialah mencermati rangkuman yang telah disampaikan pembicara tersebut. Jika pembicara menyampaikan simpulan, maka penyimak mencocokkan catatannya dengan simpulan yang disampaikan pembicara. Dalam hal itu perlu dicermati juga tentang simpulan yang tidak sama, yaitu simpulan yang dibuat pembicara dan penyimak. Jika pembicara hanya menyampaikan himbauan, penyimak harus memperhatikan himbuan itu secara cermat dan teliti.

  1. 4.        Bahasa Lisan

Bahasa lisan (primer) merupakan media yang dipakai untuk menyimak. Pembicara menyampaikan gagasan dengan bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan tuturan yang disampaikan pembicara dan ditangkap penyimak melalui alat pendengaran. Untuk menyampaikan gagasan, pembicara dapat memilih kata-kata., kalirnat, lagu, gaya yang paling tepat untuk mewadahi gagasan, agar ia dapat menyampaikan gagasan. Unsur bahasa lisan yang dipergunakan dalam berkomunikasi ada dua macam. yaitu aspek linguistik dan nonlinguitik. Aspek linguistik ialah kata-kata, frase, kalimat yang diucapkan pembicara kepada penyimak. Aspek nonlinguistik sering disebut dengan istilah kinestetik. Aspek itu merupakan alat konunikasi yang dapat membantu aspek  linguistik. Tujuannya agar gagasan tersebut dapat dengan mudah diterima penyimak. Adapun aspek nonlinguistik tersebut dapat berupa: (a) anggukan kepala, artinya menyatakan setuju, (b) acungan ibu jari, artinya menyatakan pujian, (c) gelengan kepala, artinya menyatakan tidak setuju, (d) gerakan alis ke atas. artinya tanda kurang setuju atau kurang benar, (e) membungkukkan badan, artinya tanda menghormat. dan lain sebagainya. Aspek kinestetik dapat membantu untuk memperjelas kalimat-kalimat yang diucapkan pembicara. Aspek kinestetik sangat bermanfaat bagi penyimak. Penyimak harus mengerti dan memahami bentuk-bentuk linguistik dan nonlinguistik dalam berkomunikasi lisan, agar mereka dapat menyerap makna komunikasi tersebut dan dapat menangkap pesan yang disampaikan pembicara.   Teknik Menyimak EfektifUntuk dapat menyimak dengan baik, perlu mengetahui syarat menyimak efektif. Adapun syarat tersebut ialah: (1) menyimak dengan berkonsentrasi , (2) menelaah materi simakan. (3) menyimak dengan kritis, dan (4) membuat catatan. (Universitas Terbuka, 1985:35).

  1. 1.        Menyimak dengan Berkonsentrasi

Yang dimaksud dengan menyimak berkonsentrasi ialah memusatkan pikiran perasaan, dan perhatian terhadap bahan simakan yang disampaikan pembicara. Untuk dapat memusatkan perhatian terhadap bahan simakan yang disampaikan pembicara dengan baik, penyimak harus dapat menghindari gangguan menyimak, baik yang berasal dari dirinya sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa faktor luar yang dimaksudkan di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Orang yang datang terlambat

Pada prinsipnya orang yang datang terlambat ke tempat ceramah akan mengganggu penyimak yang sedang berkonsentrasi terhadap bahan simakan.

  1. Keanehan-keanehan yang terjadi di antara pembicara dan penyimak

Jika terjadi ketidakselarasan antara pembicara dan penyimak, akan terjadi gangguan pada diri penyimak.

  1. Metode pembicara yang tidak tepat dalam situasi komunikasi

Metode yang tidak tepat, akan berakibat gagalnya alur komunikasi pembicara dan penyimak.

  1. Pakaian pembicara

Pembicara yang memakai pakaian yang berlebihan akan mengganggu konsentrasi penyimak.

  1. Pembicara yang tidak menarik

Pembicaraan yang tidak menarik dapat mengakibatkan penyimak kurang senang dengan apa yang disampaikan oleh pembicara sehingga menimbulkan sikap kurang peduli dengan pembicaraan yang disajikan.

  1. 2.        Menelaah Materi Simakan

Untuk menelaah materi simakan, penyimak dapat melakukan hal-hal berikut ini: (a) mencari arah dan tujuan pembicaraan, (b) mencoba membuat penggalan-penggalan pembicaraan dari awal sampai akhir, (c) menemukan tema sentral (pokok pembicaraan), (d) mengamati dan memahami alat peraga (media) sebagai penegas  materi simakan, dan (e) memperhatikan rangkuman (jika pembicara membuat rangkuman) yang disampaikan pembicara.

  1. 3.        Menyimak dengan Kritis

Yang dimaksudkan dengan menyimak kritis ialah aktivitas menyimak yang para penyimaknya tidak dapat langsung menerima gagasan yang disampaikan pembicara sehingga mereka meminta argumentasi pembicara. Pada dasamya penyimak kritis memiliki ciri-ciri: (a) dapat menghubungkan yang dikaitkan pembicara dengan pengetahuan dan pengalamannya, (b) dapat menyusun bahan yang telah disimak dengan baik (reproduksi). (c) dapat menguraikan (menjelaskan) apa saja yang telah disampaikan pembicara. dan (d) dapat melakukan evaluasi terhadap bahan yang telah disimak.

  1. 4.        Membuat Catatan

Kegiatan menyimak yang baik ialah kegiatan menyimak yang diikuti dengan kegiatan mencatat. Yang perlu dicatat dalam kegiatan menyimak ialah hal-hal yang dianggap penting bagi penyimak. Catatan itu merupakan langkah awal dalam memahami bahan simakan. Hal-hal penting yang perlu diketahui penyimak dalam mencatat ialah: (a) catatan boleh menggunakan tanda-tanda yang bersifat informal, (b) bentuk catatan yang benar ialah singkat, padat, dan jelas, (c) catatan yang baik ialah catatan yang benar artinya catatan itu tidak akan menimbulkan keraguan, (d) catatan yang diberi tanda-tanda tertentu, akan mempermudah penyimak membaca clang, (e) catatan perlu direviu secara periodik.   Teknik Peningkatan Daya SimakTelah disebutkan di atas bahwa pada saat menyimak Anda perlu berkonsentrasi terhadap apa yang Anda simak. Selain konsentrasi, faktor lain yang juga beperan besar dalam kegiatan menyimak adalah penguasan kosakata. Hal ini terjadi karena penangkapan makna merupakan bagian integral dari poses menyimak. Orang dewasa dikatakan memiliki kosakata minimum apabila ia hanya memiliki rata-rata kosakata sekitar 20.000 kata. Selajutnya. untuk meningkatkan daya simak Anda. ada beberapa teknik yang dapat dilakukan di antaranya adalah teknik loci, teknik penggabungan, dan teknik fonetik (Sutari dkk. 1997: 67­70).

  1. 1.   Teknik Loci (Loci System)

Teknik loci merupakan salah satu teknik mengingat yang paling tradisional. Teknik ini pada dasamya merupakan teknik mengingat dengan cara memvisualisasikan materi yang harus diingat dalam ingatan Anda. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari urutan informasi dengan informasi lain yang serupa , dan mencocokkan hal-hal yang akan diingat dengan lokasi tersebut.

  1. 2.   Teknik Penggabungan

Teknik penggabungan merupakan teknik mengingat dengan cara menghubungkan (menggabungkan) pesan pertama yang akan Anda ingat secara berantai dengan pesan kedua, ketiga, dan seterusnya. Pesan berantai itu dihubungkan pula dengan imaji-imaji tertentu yang perlu divisualkan secara jelas dalam pikiran. Untuk mencegah terjadinya kelupaan pada pesan pertama (pesan yang akan dimatarantaikan), pesan pertama perlu dihubungkan tersebut dengan lokasi yang akan mengingatkan Anda pada item tadi.

  1. 3.   Teknik- Fonetik

Teknik fonetik melibatkan penggabungan angka-angka, bunyi-bunyi fonetis, dan kata-kata yang mewakili bilangan-bilangan itu dengan pesan yang akan diingat. Teknik ini dapat membentuk imaji visual yang kuat untuk masing-masing kata yang berhubungan dengan bilangan, dan membentuk penggabungan visual antara masing-masing pesan yang akan diingat secara berurutan dengan masing-masing kata yang terbentuk dari kata-kata yang divisualisasikan. Secara garis besar, Tarigan (1983;22) membagi menyimak menjadi dua jenis yakni: (1)menyimak ekstensif dan (2) menyimak intensif.

  1. Menyimak ekstensif ialah proses menyimak yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: menyimak radio, televisi, ercakapan orang di pasar, pengumuman, dan sebagainya.Ada beberapa jenis kegiatan menyimak ekstensif, antara lain: (a)menyimak sekunder yang terjadi secara kebetulan, (b) menyimak sosial yaitu menyimak masyarakat dalam kehidupan sosial, di pasar, di kantor pos, dan sebagainya, (c) menyimak estetika, ersifat apresiatif, dan (d) menyimak pasif, dilakukantanpa upaya sadar. Misalnya, seseorang mendengarkan bahasa daerah, setelah itu dalam kurun waktu dua atau tiga tahun berikutnya orang itu sudah dapatberbahasa daerah tersebut.
  2.  Menyimak Intensif adalah kegiatan menyimak yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh konsentrasi untuk menangkap makna yang dikehendaki. Menyimak intensif ini memiliki ciri-ciri yang harus diperhatikan, yakni: (a) menyimak intensif adalah menyimak pemahaman, (b) menyimak intensif memerlukan konsentrasi tinggi, (c) menyimak intensif ialah memahami bahasa formal, (d) menyimak intesiof diakhiri dengan reproduksi bahan simakan. Jenis-jenis menyimak intensif terdiri atas: (a)menyimak kritis, (b) menyimak konsentratif, (c) menyimak eksploratif, (d) menyimak interogatif, (e) menyimak selektif, dan (f) menyimak kreatif.

Menyimak Bahasa Menyimak bahasa adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi utnuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh pembicara melalui ujian atau bahasa lisan. Menyimak bahasa merupakan pelajaran pertama menggunakan bahasa. Salah satu keterampilan berbahasa yang didapat secara alamiah ialah menyimak bunyi mulai dari menirukan bunyi-bunyi, kata-kata, kalimat dari orang-orang yang berada di sekitamya dengan menyimak, yang akhimya mereka dapat berkomunikasi dengan lancar. Demikian halnya seorang dewasa yang belajar bahasa asing. Kegiatan menyimak mengawali pelajaran dengan cara mengucapkan fonem, kata, dan kalimat bahasa asing tersebut. Kemudian dia menirukan ucapan-ucapan itu yang akhirnya dia dapat berbicara atau berkomunikasi. Kalau bahasa pembicara sama dengan bahasa penyimak, maka dari hasil simakannya itu si penyimak dapat mengetahui ciri-ciri berbahasa pembicara, misalnya pengucapan, pemilihan kata, kalimat, gerak-gerik, dan pengorganisasian pikiran-pikirannya. Hal ini menunjang kemampuan berbicara penyimak. Di samping itu dari hasil simakannya itu penyimak akan mendapat tambahan perbendaharaan kata yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya baik lisan maupun tulisan. Tahap selanjutnya apabila penyimak menyimak pembicaraan seseorang maka penyimak akan dapat memahami isi atau maksud pembicaraan tersebut. Kalau maksud pembicaraan dipahami penyimak persis seperti apa yang dapat dimaksud pembicara ini lebih berarti telah terjadi komunikasi yaitu komunikasi lisan. Terjadinya komunikasi berarti terjadi pula proses pemahaman isi pembicaraan. Memahami isi pembicaraan berarti menambah informasi atau pengetahuan. Dengan demikian keterampilan menyimak merupakan dasar yang cukup penting untuk keterampilan berbicara. Selain itu, keterampilan menyimak juga merupakan dasar bagi keterampilan membaca dan menulis, petunjuk-petunjuk disampaikan melalui bahasa lisan. Oleh sebab itu, keterbatasan penguasaan kosakata pada saat menyimak akan menghambat kelancaran membaca dan menulis. Menyimak berbahasa dapat di kategorikan pada menyimak ekstensif.   Menyimak Konsentratif Konsentrasi ialah memusatkan semua gejala jiwa seperti pikiran, perasaan, ingatan, perhatian, dan sebagainya kepada salah satu objek. Dalam menyimak konsentratif diperlukan pemusatan gejala jiwa menyeluruh terhadap bahan yang disimak. Agar penyimak dapat melakukan konsentrasi yang tinggi, maka perlu dilakukan, dengan beberapa cara, antara lain: (a) menjaga agar pikiran tidak terpecah, (b) perasaan tenang dan tidak bergejolak, (c) perhatian. terpusat pada objek yang sedang disimak, penyimak harus mampu menghindari berbagai hal-hal yang dapat menggangu kegiatan menyimak, baik internal maupun ekstenal. Menyimak konsentratif ialah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap informasi yang disimak. Kegiatan menyimak konsentratif bertujuan untuk (a) mengikuti petunjuk-petunjuk, (b) mencari hubungan antarunsur dalam menyimak, (c) mencari hubungan kuantitas dan kualitas dalam suatu komponen., (d) mencari butir-butir informasi penting dalam kegiatan menyimak, (e) mencari urutan penyajian dalam bahan menyimak, dan (f) mencari gagasan utama dari bahan yang telah disimak (Kamidjan,2001:23).   Menyimak InterogatifMenyimak interogratif ialah kegiatan menyimak yang bertujuan memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang diarahkan kepada pemerolehan informasi tersebut. Kegiatan menyimak interogratif bertujuan untuk :

  1. Mendapatkan fakta-fakta dari pembicara,
  2. Mendapatkan gagasan baru yang dapat dikembangkan menjadi sebuah wacana yang menarik,
  3. Mendapatkan informasi apakah bahan yang telah disimak itu asli atau tidak.

DIKTAT KULIAH : BERBICARA RETORIK (Bahan Makalah)


DIKTAT KULIAH : BERBICARA RETORIK
oleh: Hartono, M. Hum.
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulisan diktat perkuliahan Berbicara Retorik ini dapat terselesaikan dengan baik.
Mata kuliah Keterampilan Berbicara pada Kurikulum 2002 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY dibagi menjadi dua, yaitu Berbicara Retorik dan Berbicara Dialektik masing-masing diberi bobot 2 SKS. Diktat “Berbicara Retorik” ini disusun dalam rangka melengkapi bahan perkuliahan yang berupa berbagai teori, mengingat jumlah SKS yang hanya 2 untuk kuliah praktik sangat kurang. Dengan adanya diktat ini diharapkan mahasiswa dapat lebih mudah untuk memperoleh sebagian teori dalam berbicara sehingga perkuliahan dapat difokuskan pada kuliah praktik berbicara. Dalam diktat ini hanya dibahas berbagai teori yang melandasi pembicaraan monolog. Untuk berbicara dialog akan dibahas dalam diktat Berbicara Dialektik.
Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya diktat perkuliahan ini. Semoga diktat ini dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan khususnya dalam masalah keterampilan berbicara. Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dan pemakai untuk perbaikan diktat ini. Terima kasih.

Yogyakarta, Desember 2005
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Berbicara Sebagai Kegiatan Komunikasi
1. Hakikat Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata bahasa Latin communicatio, yang berasal dari kata communis yang berarti ‘sama’. Yang dimaksud dengan ‘sama’ di sini adalah sama dalam hal makna.
Dalam kehidupan sehari-hari, kalau ada dua orang yang terlibat dalam percakapan baru dapat dikatakan berkomunikasi jika keduanya memiliki kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Pengguna¬an bahasa yang sama belum menjamin terjadinya proses komunikasi. Komunikasi baru terjadi apabila keduanya mengerti tentang bahasa yang digunakan dan juga mengerti makna bahan yang dipercakapkan.
Manusia sebagai makhluk sosial, kegiatan utamanya adalah berko¬mu¬¬ni¬kasi. Karena pentingnya komunikasi bagi kehidupan manusia, maka manusia disebut homo communicus. Artinya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu mengadakan hubungan dan interaksi dengan manusia sesamanya karena mereka saling memerlukan dan juga karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi. Komunikasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial. Kehidupan kita sehari-hari sangat dipengaruhi oleh adanya komuniukasi yang kita lakukan dengan orang lain, termasuk juga pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain tersebut.
Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu muncul melalui perilaku manusia. Lihatlah, ketika kita berbicara, melambaikan tangan, cemberut, bermuka masam, atau memberikan suatu isyarat lainnya, pada dasarnya kita sedang berperilaku. Perilaku tadi merupakan pesan-pesan. Pesan-pesan itu digunakan untuk mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
Perilaku yang merupakan pesan tadi harus memenuhi dua syarat, yaitu harus diobservasi dan harus mengandung makna. Perilaku tersebut harus diobservasi oleh seseorang. Jika perilaku tidak diobservasi oleh orang lain maka tidak ada pesan di sana. Perilaku tersebut juga harus mengandung makna. Perilaku memiliki makna jika memberikan sesuatu arti tertentu bagi orang lain. Makna adalah relatif bagi masing-masing orang, oleh karena masing-masing dari kita adalah seorang manusia yang unik dengan suatu latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula.
Efektivitas sebuah komunikasi dapat dicapai apabila memenuhi minimal lima komponen, yaitu:
1. adanya kesamaan kepentingan antara komunikator dengan komunikan
2. adanya sikap saling mendukung dari kedua belah pihak
3. sikap positif, artinya pikiran atau ide yang diutarakan dapat diterima sebagai sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi keduanya
4. sikap keterbukaan yang ditampilkan oleh kedua belah pihak
5. masing-masing pihak mencoba menempatkan diri atau adanya unsur empati pada lawan bicaranya.
Dengan terpenuhinya kelima komponen komuniukasi tersebut maka proses komunikasi yang dibangun akan menjadi lebih efektif dan efisien.
Menurut Citrobroto (1979), komunikasi adalah penyampaian pengertian dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang dan penyampaiannya tersebut merupakan suatu proses. Agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar, perlu dipahami bersama fakor-faktor yang berperan dalam proses komunikasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Komunikator
Komunikator adalah tempat berasalnya sumber pengertian yang dikomunikasikan, atau orang atau sekelompok orang yang menyempaikan pikiran, perasaan, atau kehendak kepada orang lain.
2. Berita/pesan
“Pengertian” dari komunikator yang penyampaiannya diubah menjadi lambang-lambang. Atau juga ada yang menyebutnya sebagai lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator.
3. Saluran/media
Saluran atau media adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan atau pengertian atau lambang-lambang yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
4. Reseptor/komunikan
Reseptor atau komunikan adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya.

2. Pengertian Berbicara
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilaksanakan manusia dalam kegiatan berbahasa setelah aktivitas menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata bahasa yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara (Nurgiyantoro, 1995:274).
Berbicara pada hakikatnya adalah sebuah proses komunikasi secara lisan antara pembicara dan lawan bicara. Menurut Tarigan (1990:15) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasi¬kan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang me¬man¬fa¬atkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguis¬tik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol social.
Dengan demikian, berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Jadi, berbicara itu sebenarnya merupakan suatu proses bukan kemampuan, yaitu proses penyampaian pikiran, ide, gagasan dengan bahasa lisan kepada komunikan (orang lain atau diri sendiri).
Dalam berbicara atau berkomunikasi dengan pihak lain, diperlukan adanya beberapa hal atau unsur. Beberapa unsur dalam proses berbicara atau proses berkomunikasi tersebut adalah:
1. pembicara
2. lawan bicara (penyimak)
3. lambang (bahasa lisan)
4. pesan, maksud, gagasan, atau ide

Brook (dalam Tarigan, 1990:12) menggambarkan proses komunikasi tersebut dalam peristiwa bahasa sebagai berikut:

PEMBICARA PENYIMAK

Maksud Pemahaman
(pra-ucap) (past-ucap)

Penyandian Pembacaan sandi
(encoding) (decoding)

Fonasi Audisi
(pengucapan) (pendengaran)

transisi
(peralihan)

Gambar 1: Peristiwa Bahasa (Proses Komunikasi/Berbicara)
(Brooks dalam Tarigan, 1990)

Menurut Tarigan (1990), tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seharusnya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan dia juga harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya, berbicara itu memiliki tiga maksud utama, yaitu:
1. memberitahukan, melaporkan (to inform)
2. menjamu, menghibur (to intertain)
3. membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa prinsip umum dalam berbicara yang perlu mendapat perhatian dari orang yang akan melakukan pembicaraan. Beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara tersebut , antara lain adalah:
1. Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat pula dilakukan oleh satu orang, dan hal ini juga sering terjadi di masyarakat.
2. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Meskipun dalam praktik berbicara dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu juga sangat penting.
3. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
4. Merupakan suatu pertukaran antarpartisipan. Kedua belah pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
5. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya. Jadi, hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
6. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
7. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran.
8. Secara tidak pandang bulu mengahdapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki.

B. Rambu-rambu dalam Berbicara
Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu, dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Menurut Arsjad (1991) hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara adalah:
1. Menguasai masalah yang dibicarakan.
Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan pada diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan salah satu modal pokok bagi pembicara.
2. Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan.
Sebelum mulai pembicaraan, hendaknya pembicara memperha-tikan situasi seluruhnya, terutama pendengar.
3. Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pende-ngar. Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara yang baik akan menginforma-sikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar.
4. Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat.
Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas. Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat.
5. Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu.
Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara dengan pende-ngar. Pendengar merasa diajak berbicara dan diperhatikan. Pandangan mata dalam kasus seperti ini sangat membantu.
6. Pembicara sopan, hormat, dan memperlihatkan rasa persaudaraan.
Siapapun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat pendidikannya pembicara harus menghargainya. Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga mudah terpancing amarahnya.
7. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah dipersilakan. Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan, berbicaralah kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan berebut berbicara.
8. Kenyaringan suara.
Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu. Volume suara jangn terlalu lemah dan jangan terlalu tinggi, apalagi berteriak.
9. Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh seluruh pendengar.

C. Fungsi Berbicara
Dalam kehidupan sehari-hari, berbicara merupakan salah satu kebu¬tuhan mutlak manusia untuk dapat hidup bermasyarakat secara baik. Seba¬gian besar kehidupan kita setiap harinya banyak didominasi oleh kegiatan berbicara.
Menurut Haryadi (1994) ada beberapa fungsi berbicara. Berbicara dalam kehidupan dapat berfungsi sebagai:
1. pemenuhan hajat hidup manusia sebagai makhluk sosial,
2. alat komunikasi untuk berbagai urusan atau keperluan,
3. ekspresi sikap dan nilai demokrasi,
4. alat pengembangan dan penyebarluasan ide/pengetahuan,
5. peredam ketegangan, kecemasan dan kesedihan.

D. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang satu sama lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Keempat komponen berbaha¬sa tersebut adalah:
1. keterampilan menyimak (listening skills)
2. keterampilan berbicara (speaking skills)
3. keterampilan membaca (reading skills)
4. keterampilan menulis (writing skills)
(Nida, Harris, dalam Tarigan, 1990)
Setiap keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang erat dengan tiga keterampilan berbahasa lainnya. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis.
Untuk mempermudah dalam melihat hubungan antarkomponen kete¬ram¬¬pilan berbahasa tersebut, perhatikan gambar berikut ini.

langsung
apresiatif menyimak komunikasi berbicara langsung
tatap muka produktif reseptif ekspresif
fungsional

Keterampilan
Berbahasa

tak lang-
sung komunikasi tak lang-
produktif menulis tidak sung
ekspresif tatap muka membaca apresiatif reseptif
fungsional

Gambar 2: Keterampilan berbahasa dan hubungannya satu sama lain (Tarigan, 1990)

Menurut Harris (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa komponen berbahasa yang perlu mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa. Komponen-komponen berbahasa tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Komponen Keterampilan Berbahasa
Menyimak Berbicara Membaca Menulis
fonologi v v
ortografi – – v v
struktur v v v v
kosa kata v v v v

kecepatan
kelancaran
umum
v v v v

Gambar 3: Komponen-komponen yang perlu mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa

Hubungan antara keterampilan berbicara dengan ketiga keterampilan berbahasa yang lain adalah sebagai berikut:

1. Hubungan antara Berbicara dengan Menyimak
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990:4) berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face communication. Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya hubungan antara berbicara dan menyimak adalah sebagai berikut:
a. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi).
b. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang mereka temui dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka.
c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan masyarakat tempatnya hidup.
d. Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f. Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam meningkat¬kan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru dan lingkungan sekitarnya.
g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.

2. Hubungan antara Berbicara dengan Membaca
a. Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbicara.
b. Pola-pola ujaran orang yang tunaaksara mungkin mengganggu pelajaran membaca bagi anak.
c. Kalau pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan keterampilan berbicara mereka.
d. Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Apabila muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka guru hendaknya mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya.

3. Hubungan antara Berbicara dengan Menulis
a. Anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis; dan kosakata, pola-pola kalimat serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi keterampilan menulis berikutnya.
b. Anak yang telah dapat berbicara dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan tetapi dia masih perlu membicara¬kan ide-ide yang rumit yang diperolehnya dari tangan kedua.
c. Perbedaan-perbedaan antara berbicara dengan menulis juga ada, di antaranya, keterampilan berbicara atau komunikasi lisan cende-rung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap dan biasanya lebih kacau dan membingungkan daripada komuni¬kasi tulis. Komunikasi tulis cenderung lebih unggul dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih teratur dalam pengertian ide-ide. Penulis biasanya telah memikirkan dalam-dalam setiap kalimat sebelum dia menulis naskah¬nya. Selain itu, dia juga sering memeriksa serta memper¬baiki kalimat-kalimatnya beberapa kali sebelum dia menyelesaikan tulisannya.
d. Pembuatan catatan serta bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar. Para siswa harus belajar berbicara dari catatan-catatan, dan mereka membutuhkan banyak latihan berbicara dari catatan agar penyajiannya tidak terputus-putus.
Menyimak dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya, keempat keterampilan berbahasa tersebut sering sekali saling berhubungan.
BAB II
FAKTOR KEBAHASAAN DAN NONKEBAHASAAN
DALAM BERBICARA

A. PENGGUNAAN BAHASA DALAM BERBICARA
Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan seseorang ketika akan meningkatkan keterampilan berbicaranya ataupun ketika akan berbicara dengan orang lain. Kedua faktor penting tersebut adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Namun, sebelum diuraikan lebih lanjut tentang faktor kebahasaan dan nonkebahasaan tersebut terlebih dahulu akan diuraikan penggunaan bahasa dalam berbicara. Menurut Halliday dan Brown (dalam Tarigan, 1990:13), penggunaan bahasa dalam berbicara menunjukkan adanya pemanfaatan bahasa dalam fungsi: (1) instrumental, (2) regulasi, (3) representasional, (4) interaksional, (5) personal, (6) heuristik, dan (7) imajinatif.

1. Fungsi Instrumental
Dalam fungsi instrumental ini bahasa bertindak untuk menggerakkan serta memanipulasi lingkungan yang menyebabkan suatu peristiwa tertentu terjadi.
Misalnya: “Jangan memotong pembicaraan orang lain!”
“Para guru beranggapan bahwa kamu bersalah”.
“Jangan pegang pisau itu!”

2. Fungsi regulasi atau pengaturan
Fungsi regulasi atau pengaturan menunjuk pada penggunaan bahasa untuk mengatur dan melakukan pengawasan sehingga norma yang telah ditetapkan dapat ditegakkan. Fungsi pengawasan ini kadang-kadang sulit dibedakan dari fungsi instrumental. Ucapan “Saya menganggap kamu bersalah dan menghukum kamu selama tiga tahun di penjara” bertindak sebagai fungsi instrumental, tetapi ucapan “Demi keadilan untuk memperbaiki tindakanmu yang tidak bermoral maka kamu akan disekap di penjara selama tiga tahun”, lebih menonjolkan fungsi regulasi.

3. Fungsi representasional
Fungsi representasional bahasa adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengeta¬huan, menjelaskan atau melaporkan dalam pengertian “meng¬gam¬¬¬barkan” realitas yang terlihat oleh seseorang.
Contoh: “Jalan Malioboro sangat ramai pada musim liburan sekolah”.
“Presiden SBY berkunjung ke Yogyakarta”.

4. Fungsi interaksional
Fungsi interaksional bahasa bertindak untuk menjamin pemeliharaan sosial. Kontak komunikasi antara sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga adanya hubungan sosial di antara mereka dapat tercipta dengan baik melalui pembicaraan atau komunikasi dengan menggunakan bahasa tertentu. Keberhasilan komunikasi interaksional menuntut pengetahuan mengenai bahasa slang, jargon, lelucon, cerita rakyat, adat istiadat, sopan santun, dan lain-lain yang ada dan hidup di lingkungan tempat kita berinteraksi dengan sesama tersebut. Dengan pengetahuan tersebut, komunikasi yang dibina akan lebih berhasil.

5. Fungsi Personal
Dalam berbicara atau berkomunikasi seorang pembicara mengguna¬kan bahasa untuk menyatakan perasaan, emosi, kepribadian, reaksi-reaksi yang terkandung dalam sanubarinya. Kepribadian seseorang biasanya ditandai oleh penggunaan fungsi personal komunikasinya. Dalam ciri personal bahasa jelas bahwa kognisi atau pengertian, pengaruh, dan budaya saling mempengaruhi dengan cara-cara yang belum banyak diselidiki.

6. Fungsi Heuristik
Fungsi bahasa heuristik ini melibatkan bahasa yang dipergunakan untuk memperoleh pengetahuan, dan mempelajari lingkungan. Fungsi-fungsi heuristik seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanya¬an yang menuntut jawaban-jawaban. Anak-anak khususnya memperlihatkan dengan jelas penggunaan fungsi heuristik ini dalam pertanyaan-pertanyaan “mengapa” mengenai dunia sekeliling mereka. Penyelidikan (atau “rasa ingin tahu”) merupakan suatu metode heuristik untuk memperoleh pemerian-pemerian realitas dari orang lain.

7. Fungsi Imajinatif
Fungsi imajinatif bahasa bertindak untuk menciptakan sistem-sistem atau gagasan-gagasan imajiner. Bahasa dalam fungsi ini digunakan untuk menyampaikan cerita secara lisan tentang cerita, cerita novel, membuat cerita lelucon, dan sebagainya. Melalui dimensi-dimensi imajinatif bahasa kita bebas menjelajah ke seberang dunia yang nyata membumbung tinggi ke atas ketinggian keindahan bahasa itu sendiri, dan melalui bahasa itu menciptakan mimpi-mimpi yang mustahil, kalau kita menginginkannya.

B. Faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Keefektifan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebahasaan yang dikuasai olehnya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: ketepatan ucapan (tata bunyi), penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan kalimat efektif.

1. Ketepatan Ucapan (Tata Bunyi)
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat tersebut juga dapat menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh.
Sampai saat ini, bahasa Indonesia belum memiliki ucapan yang baku. Namun demikian, ucapan atau tata bunyi bahasa Indonesia yang dianggap baku adalah tata bunyi yang tidak terpengaruh oleh logat daerah atau dialek daerah tertentu. Seorang pembicara yang baik dituntut untuk dapat menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suaranya.
Pengucapan kata-kata harus jelas terdengar. Untuk itu, gerakan alat-alat ucap terutama lidah, bibir, dan gigi harus leluasa. Gerakan yang tertahan akan mengakibatkan suara yang keluar tidak normal, sehingga kurang jelas terdengar. Demikian juga, volume suara harus pas, jangan terlalu lemah dan jangan terlalu keras. Kalau menggunakan pengeras suara, volumenya harus diatur sesuai dengan luasnya ruang dan banyaknya peserta.
Dalam hubungannya dengan olah suara atau tata bunyi ini, Pringgawidagda (2003: 9) menyampaikan hal-hal yang harus diperhatikan, berikut :
1. Logat baku tidak bercampur dengan dialek tak baku.
2. Lafal harus jelas dan tegas
3. Nafas yang kuat agar dapat menguraikan kalimat yang cukup panjang atau tidak terputus dalam wicara.
4. Tempo (cepat lambat suara) dan dinamik (intonasi, tekanan, aksen) suara.
5. Penghayatan, berbicara memerlukan penjiwaan agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat akan menimbul¬kan kebosanan, kurang menyenangkan atau kurang menarik atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar.

2. Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian penempatan atau penggunaan tekanan, nada, sendi, atau tempo dan durasi akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pendengar. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Kesalahan dalam penempatan hal-hal tersebut berakibat pada kurang jelasnya isi dan pesan pembicaraan yang ingin disampaikan kepada lawan bicara. Jika penyampaian materi pembicaraan datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
Sebaliknya, kalau dalam berbicara seorang pembicara dapat menggu¬nakan hal-hal tersebut secara benar, maka pembicaraan yang dilakukannya akan berhasil dalam menarik perhatian pendengar dan akhirnya pendengar menjadi senang, tertarik dan akan terus mengikuti pembicaraan yang disampaikannya.
Tekanan berhubungan dengan keras lemahnya suara, nada berhubungan dengan tinggi-rendahnya suara, sendi atau tempo berhubungan dengan cepat-lambatnya berbicara, dan durasi atau jeda menyangkut perhentian. Keempat hal itu harus dapat dipadukan secara serasi untuk memperoleh intonasi yang baik dan menarik.

3. Pilihan Kata (Diksi)
Variasi pemakaian bahasa dipengaruhi oleh situasi pembicaraan. Bentuk variasi itu dapat dilihat lewat perwujudan lafal, ejaan, pilihan kata, dan tata kalimat. Faktor penting yang berpengaruh terhadap pilihan kata adalah sikap pembicara, yakni sikap yang berkenaan dengan umur dan kedudukan lawan bicara yang dituju, permasalahan yang disampaikan, dan tujuan informasinya.
Dalam berbicara, pilihan kata yang dilakukan hendaknya yang tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pilihan kata dalam sebuah pembica-raan juga harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara atau berkomunikasi. Komunikasi akan berjalan lancar dan baik apabila kata-kata yang digunakan oleh pembicara dapat dipahami oleh pendengar dengan baik.
Dalam hal pemilihan kata ini, Glenn R. Capp dan Richard Capp, Jr. (dalam Rachmat, 1999: 47-52) menyatakan bahwa bahasa lisan (termasuk pidato) harus menggunakan kata-kata yang jelas, tepat, dan menarik.
Menggunakan kata-kata yang jelas maksudnya bahwa kata-kata yang digunakan dalam menyampaikan pesan kepada para pendengar tidak boleh menimbulkan arti ganda dan tetap dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan tersebut, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
2. Gunakan kata-kata yang sederhana
3. Hindari istilah-istilah teknis
4. Berhemat dalam penggunaan kata-kata
5. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama dengan pernyataan yang berbeda.

Penggunaan kata-kata yang tepat berarti bahwa kata-kata yang digunakan harus sesuai dengan kepribadian komuniukator, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi komunikasi. Penggunaan kata-kata dalam pidato pertemuan resmi akan berbeda dengan kata-kata yang digunakan dalam pidato pertemuan tidak resmi atau informal. Untuk memperoleh ketepatan dalam penggunaan kata-kata, pembicara perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Hindari kata-kata klise
2. Gunakan bahasa pasaran secara hati-hati
3. Hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut
4. Hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan
5. Jangan menggunakan penjulukan
6. Jangan menggunakan eufemisme yang berlebih-lebihan.
Selain harus tepat dan jelas, kata-kata yang digunakan oleh seorang pembicara juga harus menarik, harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup, menarik perhatian para pendengarnya. Untuk dapat menggunakan kata-kata yang menarik, pembicara harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pilihlah kata-kata yang menyentuh langsung diri khalayak. Bahasa lisan sebaiknya bergaya percakapan, langsung, dan komunikatif.
2. Gunakan kata berona, yaitu kata-kata yang dapat melukiskan sikap dan perasaan, atau keadaan. Warna kata biasanya dipengaruhi oleh asosiasi dengan pengalaman tertentu.
3. Gunakan bahasa yang figuratif, yaitu bahasa yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang indah. Untuk itu biasanya digunakan gaya bahasa. Gaya bahasa yang paling sering dipergunakan adalah asosiasi, metafora, personifikasi, dan antitesis.
4. Gunakan kata-kata tindak (action words), dengan cara menggunakan kata-kata aktif.

4. Kalimat Efektif
Berbicara pada hakikatnya adalah menyampaikan kalimat-kalimat. Kalimat terdiri dari kata-kata yang mengandung pengertian. Setiap gagasan, pikiran, konsep, ataupun perasaan seseorang pada dasarnya akan disampaikan kepada orang lain dalam bentuk kalimat-kalimat. Segala pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pembicara akan dapat diterima dengan baik oleh pendengarnya apabila disampaikan dengan kalimat-kalimat yang benar, baik, dan tepat.
Kalimat yang benar adalah kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, yaitu harus disusun berdasarkan kaidah yang berlaku. Kalimat yang baik adalah kalimat yang sesuai dengan konteks dan situasi yang berlaku. Kalimat yang tepat adalah kalimat yang dibangun dari pilihan kata yang tepat, disusun menurut kaidah yang benar, dan digunakan dalam situasi yang tepat pula. Kalimat yang benar dan jelas yang dapat dengan mudah dipahami pendengar sesuai dengan maksud pembicara disebut kalimat efektif.
Pesan yang disampaikan dalam sebuah pembicaraan akan dapat dengan segera dipahami maksudnya apabila digunakan kalimat efektif dalam pembicaraan itu. Kalimat efektif memiliki ciri-ciri keutuhan, perpaut¬an, pemusatan perhatian, dan kehematan.
Ciri keutuhan dalam kalimat efektif akan terlihat jika setiap kata yang dipergunakan memang betul-betul merupakan bagian yang padu dalam suatu kalimat. Keutuhan kalimat juga ditunjukkan dengan adanya subjek dan predikat dalam kalimat tersebut. Perpautan, berhubungan dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat. Pemusatan perhatian pada bagian ter¬pen¬ting dalam kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian pen¬ting tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan sewaktu berbicara. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata-kata ataupun frase .
Kalimat bisa menarik kalau ada variasi. Variasi kalimat dapat dibentuk melalui perpaduan panjang-pendek, letak SPOK, aktif-pasif, berita-tanya-perintah, dan pilihan kata. Oleh karena itu, seorang pembi-cara perlu melengkapi dirinya dengan pengetahuan tentang pola kalimat dasar dan jenis kalimat. Dengan bekal itu seorang pembicara dapat menyusun kalimat-kalimat efektif yang menarik dan mempesona.
C. Faktor Nonkebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Selain faktor-faktor kebahasaan, dalam menunjang kefektifan berbicara, masih ada faktor lain yang juga turut menunjang, yaitu faktor nonkebahasaan. Dalam proses komunikasi atau pembicraan, faktor-faktor yang termasuk faktor nonkebahasaan tersebut adalah: (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2) kontak mata atau pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) relevansi atau penalaran, dan (8) penguasaan topik.

1. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Kesan pertama dalam berbicara dengan orang lain itu sangat menentukan keberhasilan dalam proses pembicaraan berikutnya. Untuk itu, dalam berbicara seorang pembicara dituntut untuk dapat bersikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
Sikap dalam berbicara ini juga sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang ada pada saat seseorang melakukan pembicaraan atau menyampaikan pesan dalam pidato. Dengan sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku dapat menambah kepercayaan pendengar kepada pembicara.
Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku akan timbul dalam praktik berbicara salah satunya disebabkan oleh penguasaan materi berbicara oleh pembicara. Kalau seorang pembicara tidak atau kurang siap dengan materi pembicaraan yang akan disampaikan maka akan timbul sikap-sikap yang kurang wajar dalam dirinya pada saat berbicara. Selain penguasaan terhadap materi pembicaraan, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kesiapan dan latihan yang cukup.

2. Kontak mata atau pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara

Agar pembicaraan yang dilakukan dapat berhasil maka seorang pembicara harus selalu menjalin kontak pandang dengan audiensnya. Dengan kontak mata yang dilakukan, para pendengar akan merasa diperhatikan dan betul-betul diajak berkomunikasi.
Pandangan mata atau kontak mata ini bagi pembicara pemula memang sangat menentukan. Apabila kontak mata yang dilakukan kurang berhasil atau pembicara kalah dalam kontak mata dengan pendengarnya, maka akan terjadi gangguan dalam proses bicara selanjutnya.
Kontak mata dalam berbicara dimanfaatkan untuk menjalin hubungan batin dengan lawan bicara atau audiens. Dalam berbicara,, seorang pembicara dianjurkan untuk menatap orang yang diajak berbicara, sehingga terjadi kontak mata yang menimbulkan keakraban dan kehangatan dalam berbicara.
Untuk itu, ketika memandang seseorang atau pendengar, kalau masih ragu dan khawatir, jangan memandang langsung matanya, tetapi pandanglah di atas matanya. Pandangan mata ini juga harus dilakukan secara menyeluruh, jangan hanya pada bagian pendengar tertentu saja. Akan lebih baik apabila sebelum berbicara khususnya di muka umum untuk menyapu pendengar dengan pandangan mata yang sejuk dan bersahabat.

3. Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Dalam berbicara, seorang pembicara harus terbuka dan mau menerima pendapat orang lain. Apabila pendapat yang dikemukakan itu ada kekurangan atau kesalahannya, maka sebagai pembicara harus mau menerima pendapat dan koreksian dari pihak lain.
Tentu saja pendapat yang kita sampaikan tersebut harus disertai data dan argumentasi yang akurat dan dapat dipercaya. Dalam menerima pendapat orang lain, harus senantiasa dipertimbangkan dari berbagai hal terlebih dahulu, tidak semua saran dan pendapat harus diterima secara mutlak.

4. Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Gerak gerik dan mimik yang tepat dalam sebuah pembicaraan dapat mendukung dan memperjelas isi pesan yang akan disampaikan. Akan tetapi gerak-gerik dan mimik ini akan menjadi gangguan dalam berbicara apabila dilakukan secara berlebihan.
Gerak-gerik dan mimik ini harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan yang disampaikan. Mimik juga harus disesuai¬kan dengan perasaan hati yang terkandung dalam isi pesan pembicaraan yang dilakukan.
Gerak-gerik berkaitan dengan penggunaan anggota badan untuk memperjelas pesan yang akan disampaikan. Gerak-gerik dalam berbicara atau berkomunikasi antara lain adalah: anggukan dan gelengan kepala, mengangkat tangan, mengangkat bahu, menuding, mengangkat ibu jari, menuding, sikap berdiri, daan sebagainya.
Mimik adalah ekspresi wajah yang berhubungan dengan perasaan yang terkandung dalam hati. Agar pembicaraan dapat menyenangkan usahakan mimik yang menarik dan memikat, salah satunya dengan banyak tersenyum.

5. Kenyaringan suara
Tingkat kenyaringan suara ini tentunya juga disesuaikan dengan situasi, jumlah pendengar, tempat, dan akustik. Yang penting, ketika berbicara, pendengar dapat menerima suara pembicara dengan jelas dan enak didengar di telinga. Suara yang digunakan tidak terlalu keras atau terlalu pelan. Ketika berbicara dengan mikrofon, maka jangan sampai mikrofon tersebut terlalu dekat dengan mulut, karena suara yang dihasilkannya akan kurang baik dan tidak nyaman didengarkan.

6. Kelancaran
Kelancaran dalam berbicara akan memudahkan pendengar dalam menerima atau menagkap isi pembicaraan. Apabila pembicara menguasai materi pembicaraan, maka dia akan dapat berbicara dengan lancar tanpa adanya gangguan dalam proses pembicaraannya.
Gangguan atau ketidaklancaran dalam pembicaraan biasanya diakibatkan oleh ketidakmampuan pembicara dalam menguasai materi pembicaraan yang akhirnya berakibat pada ketidakmampuan dalam menguasai pendengar. Kalau orang tidak lancar dalam berbicara, maka yang akan dikeluarkan adalah suara-suara ee, oo, aa, dan sebagainya. Suara-suara seperti ini akan sangat mengganggu proses berbicara dan mempersulit pendengar untuk menangkap pokok pembicaraan, apalagi kalau frekuensi kemunculannya cukup banyak.

7. Relevansi/Penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
Kalau dalam pembicaraan seorang pembicara dapat memperhatikan relevansi atau penalaran dalam proses bicaranya maka akan diperoleh pembicaraan yang efektif.

8. Penguasaan Topik atau Materi Pembicaraan
Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannyua supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik pembica¬raan ini sangat menentukan keberha¬silan seseorang dalam berbicara. Penguasaan topik yang tidak sempurna akan sangat mempengaruhi kelancaran dalam berbicara, dan ketidaklan¬caran berbicara akan sangat berpengaruh terhadap sikap dan mimik dalam berbicara.
Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran dalam menyampaikan pembicaraan atau pesan. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara, tanpa adanya penguasaan topik yang baik, maka akan terjadi berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses pembicaraan di depan audiens.
Apabila seorang pembicara dapat menguasai topik pembicaraan dengan baik maka dia sudah memiliki modal untuk berbicara. Dengan penguasaan topik yang baik dan latihan yang cukup serta persiapan mental yang memadai akan dapat menentukan keberhasilan sebuah praaktik berbicara.

BAB III
BENTUK-BENTUK
KETERAMPILAN BERBICARA

Berbicara sebagai bentuk komunikasi dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk tergantung dasar pengelompokkan tersebut. Ada beberapa ahli yang mengelompokkan berbicara atau komunikasi lisan dalam beberapa bentuk, di antaranya adalah yang dilakukan oleh Haryadi (1994), yang membagi keterampilan berdasarkan jumlah partisipan, cara pelaksanaan, lawan berbicara, maksud dan tujuan berbicara, dan tingkat keformalannya.
A. Berdasarkan jumlah partisipan, keterampilan berbicara dapat dikeelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Berbicara perorangan
2. Berbicara kelompok

B. Berdasarkan cara pelaksanaannya, keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Berbicara secara langsung
2. Berbicara secara tidak langsung

C. Berdasarkan lawan bicara, keterampilan berbicara dapat dikelom¬pokkan menjadi empat bentuk, yaitu:
1. Satu lawan satu
2. Satu lawan banyak
3. Banyak lawan satu
4. Banyak lawan banyak

D. Berdasarkan maksud atau tujuan berbicara, keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi sembilan bentuk, yaitu:
1. Memberi perintah atau instruksi
2. Memberi nasihat
3. Memberi saran
4. Berpidato
5. Mengajar atau memberi ceramah
6. Berapat
7. Berunding
8. Pertemuan
9. Menginterview

E. Berdasarkan tingkat keformalannya, keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Berbicara formal
2. Berbicara semi formal
3. Berbicara informal

Selain itu ada juga yang membagi berbicara menjadi beberapa bentuk, antara lain dikemukakan oleh William B. Ragam (dalam Haryadi, 1994) yang membuat daftar bentuk-bentuk ekspresi lisan menjadi sebelas, yaitu:
1. Cakapan informal
2. Diskusi dengan maksud dan tujuan tertentu
3. Menyampaikan berita, pengumuman, dan melaporkan
4. Memainkan drama
5. Khotbah
6. Bercerita
7. Cakap humor
8. Mengisi acara radio
9. Rapat organisasi
10. Menggunakan telepon
11. Memberi pengarahan

Henry Guntur Tarigan ( 1983: 22-23) membagi keterampilan berbicara menjadi:
1. Berbicara di muka umum pada masyarakat (public speaking) yang menyangkut:
a. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat memberitahu atau melaporkan, yang bersifat informatif (informative speaking)
b. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan (fellowship speaking)
c. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (persuasive speaking)
d. Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberative speaking)
2. Berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi:
a. Diskusi kelompok (group discussion) yang dapat dibedakan menjadi:
(1) Tidak resmi (informal), dan masih dapat diperinci lagi atas kelompok studi (study groups), kelompok pembuat kebijakan (policy making groups) dan komite,
(2) Resmi (formal) yang mencakup pula konferensi, diskusi panel, dan simposium.
b. Prosedur parlementer (parliamentary prosedure)
c. Debat
Sementara itu Lee dan Lee (dalam Haryadi, 1994) mengelom-pokkan keterampilan berbicara menjadi sebelas macam, yaitu:
1. Percakapan dan diskusi
2. Berita, pengumuman, dan laporan
3. Rencana dan evaluasi
4. Kegiatan dramatik
5. Penampilan kesenangan masyarakat
6. Khotbah
7. Bercerita informal tentang lelucon dan teka-teki
8. Pembicaraan dalam dewan
9. Rapat organisasi
10. Acara radio dan televisi
11. Mempersiapkan rekaman

Muhajir dan A. Latif (1975:47) membagi berbicara menjadi tujuh bentuk, yaitu:
1. Diskusi
2. Wawancara
3. Sandiwara
4. Deklamasi
5. Konversasi
6. Berpidato
7. Bercerita

Dori Wuwur Hendrikus (1991: 16-17) mengemukakan dua bentuk retorika, yaitu:
1. Monologika
2. Dialogika

Asdi S. Dipodjojo (1982) mengemukakan dua macam bentuk komunikasi lisan, yaitu:
1. Retorika
2. Dialektika

Be Kim Hoa Nio (dalam Haryadi, 1994) membagi keterampilan berbicara ke dalam bentuk-bentuk:
1. Berbicara terpimpin, antara lain latihan frase dan kalimat, reproduksi gambar dan reproduksi lisan, dialog yang diperankan atau dialog dengan gambar/wayang,
2. Berbicara semi terpimpin, seperti reproduksi cerita, cerita berantai, melaporkan isi bacaan secara lisan,
3. Berbicara bebas, seperti diskusi, wawancara, berpidato, dan bermain peran.

BAB IV
MONOLOG

Monolog adalah kegiatan berkomunikasi atau berbicara yang dilakukan dalam satu arah. Dalam monolog ini hanya ada seorang pembicara, dan yang lain sebagai pendengar. Pembicaraan hanya terjadi dalam satu arah. Yang termasuk dalam bentuk berbicara monolog dan akan dibahas dalam bab ini adalah perkenalan, bercerita, dan pembawa acara. Pidato juga termasuk jenis monolog, namun karena pidato ini memerlukan uraian yang panjang, maka dalam diktat Berbicara Retorik yang sederhana ini masalah pidato akan dibahas dalam bab tersendiri.

A. Perkenalan
Perkenalan merupakan salah satu kegiatan berbicara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perkenalan ini kita akan dikenal oleh orang lain dan akan menjadikan hubungan yang akrab. Perkenalan dapat dilakukan sendiri dan juga bisa diperkenalkan oleh orang lain. Dalam perkenalan, ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian dari orang yang memperkenalkan diri, atau pun orang yang diperkenalkan. Hal-hal yang akan disebutkan atau diperkenalkan perlu diperhatikan karena budaya daerah tertentu juga mempengaruhi apa yang akan disebutkan. Masalah usia kadang ada orang yang merasa tidak suka untuk disebutkan dalam perkenalan.
Widyamartaya (2002: 22-23) mengemukakan bahwa perkenalan dapat dilakukan dengan menyebutkan hal-hal berikut:
1. Sekitar nama, makna dan latar pemberian nama, lebih-lebih bila ada sesuatu yang istimewa terkait dengan nama tersebut,
2. Sekitar tempat tinggal: ceritakan tentang rumah, desa atau kampung Anda, lebih-lebih sesuatu yang istimewa, dan sebagainya,
3. Sekitar hobi, sebab memilih hobi itu, bagaimana memupuk hobi itu, sudah berapa lama berlangsung, dan sebagainya,
4. Sekitar keluarga, jumlah saudara, jumlah yang sudah berkeluar¬ga/bekerja dan yang masih sekolah, pekerjaan ayah dan ibu, dan sebagainya,
5. Sekitar cita-cita
6. Pendidikan atau instansi tempat bekerja, dan sebagainya.

Dalam acara seminar atau acara yang lain, biasanya perkenalan dilakukan oleh orang lain, biasanya pemimpin sidang atau moderator. Hal-hal yang perlu diperkenalkan menurut Haryadi ( 1994) antara lain adalah:
1. Nama pembicara termasuk gelar,
2. Instansi dan jabatannya,
3. Pengalaman di bidang akademik serta riwayat pekerjaannya,
4. Pusat perhatian ilmiahnya,
5. Data hasil penelitian serta karya ilmiahnya terutama yang berkaitan dengan topik pembicaraan.
Menurut Asdi S. Dipodjojo (1982: 45-46) untuk memperkenalkan pembicara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Lakukan perkenalan itu dengan sungguh-sungguh, penuh khitmat dan hormat. Hindari sikap dan suara yang bernada sinis dalam memperkenalkan pembicara.
2. Lakukan yang wajar, artinya hormat dan khitmat tetapi tidak berlebih-lebihan atau over acting.
3. Perkenalan boleh juga dibumbui dengan humor dalam batas tetap menjaga perasaan pembicara,
4. Usahakan jangan terlalu banyak memakan waktu untuk perkenalan itu, sehingga perhatian pendengar tidak terpindahkan dari pembicara ke ketua sidang,
5. Berbicaralah yang cukup terpindahkan dari pembicara ke ketua sidang,
6. Berbicaralah yang cukup keras dan jelas, berilah tekanan kata-kata yang perlu, misalnya nama pembicara, judul pembicaraan, dan lain-lain.

B. Bercerita
Bercerita atau mendongeng adalah menyampaikan rangkaian peristiwa yang dialami oleh sang tokoh. Tokoh cerita tersebut dapat berupa manusia, binatang, dan makhluk-makhluk lain, baik tokoh-tokoh nyata maupun tokoh-tokoh rekaan.
Sebelum bercerita, perlu dilakukan pemilihan cerita yang akan disampaikan. Menurut Wilson Nadeak (1987: 15) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih cerita, di antaranya adalah:
1. Untuk siapa cerita itu?
2. Apa yang hendak dikemukakan atau diajarkan melalaui cerita itu?
3. Bagaimana sumbernya, apakah layak dipercaya?
4. Apakah akan membangkitkan rasa pemberani, penurut, atau pengabdi?
5. Apakah cerita itu memang baik untuk diceritakan?
Dalam menyampaikan cerita atau bercerita harus memperhatikan unsur-unsur cerita yang ada dalam cerita. Unsur cerita yang diperhatikan tersebut antara lain adalah: (1) para tokoh dengan karakternya masing-masing, (2) setting atau latar tempat terjadinya peristiwa, (3) alur atau jalan cerita, dan (4) amanat atau tema cerita.
Menurut Haryadi (1994) keterampilan bercerita ini menuntut berbagai kemampuan, di antaranya adalah kemampuan:
1. mengingat-ingat unsur cerita,
2. menggunakan bahasa yang baik secara improfisasi,
3. meragakan adegan,
4. menyelipkan humor yang segar,
5. menghayati cerita, dan
6. menyampaikan amanat.

Sementara itu, latihan bercerita dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain:
1. Reproduksi cerita, yaitu dengan cara membaca cerita, memahami dan mengahayatinya kemudian menceritakan cerita tersebut kepada pihak lain.
2. Cerita berantai, yaitu dengan cara bercerita yang dilakukan oleh seseorang kepada temannya, dan temannya ini diminta menceritakan kembali kepada teman lainnya, dan seterusnya sampai semua mendapat giliran untuk menyampaikan cerita yang diterimanya kepada teman yang lain, dan
3. Bercerita bebas, yaitu bercerita tentang pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain yang dianggap paling menarik dalam hidup secara bebas.

C. Pembawa Acara
Pembawa acara adalah orang yang pertama berbicara dalam suatu acara. Sebagai pembicara pertama, dia harus dapat menarik perhatian hadirin untuk segera merasa terlibat dalam pertemuan itu. Kalau seorang pembawa acara dapat menarik perhatian hadirin atau audiens maka acara akan dapat berjalan dengan lancar dan baik, tetapi kalau gagal dalam menarik perhatian mereka maka akan menjadikan acara yang pandunya menjadi tidak berhasil. Bahkan Wiyanto dan Astuti (2004) menyatakan bahwa kunci kesuksesan sebuah acara berada di tangan pembawa acara.
Menurut Wiyanto dan Astuti (2004), pembawa acara sering disebut sebagai MC (Master of Ceremony). Kedua istilah ini oleh masyarakat sering dipakai bergantian dengan arti yang sama. Kadang-kadang mereka menyebutnya pembawa acara, dan kadang-kadang juga menyebutnya MC. Kedua istilah itu sebenarnya berbeda walaupun ada unsur persamaannya. Pembawa acara dapat bertugas pada acara resmi dan tidak resmi, sedangkan MC hanya bertugas dalam acara tidak resmi. Dengan demikian, dalam acara tidak resmi pemandu acaranya dapat disebut pembawa acara dan juga dapat disebut MC.
Selain istilah pembawa acara dan MC, masyarakat juga mengenal dan sering menggunakan istilah protokol. Ada anggota masyarakat yang menggunakan istilah protokol ini dengan arti yang sama dengan istilah pembawa acara atau MC, padahal istilah protokol dengan pembawa acara dan MC ini memiliki arti yang berbeda.
Kata protokol dalam KBBI (1990:704) diartikan sebagai: (1) surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan (persetujuan, dsb.); (2) peraturan upacara di istana kepala negara atau berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu negara, dsb.; (3) orang yang bertugas mengatur jalannya suatu upacara; (4) jalan yang menjadi pusat keramaian lalu-lintas kota.
Kata protokol yang aslinya berasal dari bahasa Yunani, dalam bahasa Indonesia mula-mula diartikan sebagai tata tertib pergaulan internasional atau sopan-santun diplomatik. Dari pengertian ini kemudian berkembang sehingga istilah protokol diterapkan juga untuk upacara-upacara yang meliputi segala bentuk pertemuan, baik yang bersifat nasional maupun internasional, dan juga upacara yang resmi maupun setengah resmi, kenegaraan maupun sosial kemasyarakatan (Suyuti, 2002: 91). Semua hal yang mengatur pelaksanaan suatu kegiatan disebut dengan istilah protokoler.
Dalam hubungannya dengan praktik keprotokolan yang sesungguhnya Haryadi (1994) mengemukakan adanya beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, di antaranya:
1. Mengikuti rapat-rapat panitia sejak awal sehingga mengetahui rencana awal dan perubahan-perubahan yang terjadi,
2. Mengetahui secara mendalam tentang bentuk kegiatan, penanggung jawab kegiatan, pelaksana kegiatan, teknik pelaksanaan, perlengkapan yang diperlukan, dan susunan acara.
3. Menguasai susunan acara dan petugasnya,
4. Mempersiapkan scrip atau konsep wacana yang akan disampaikan,
5. Menunjuk salah seorang sebagai pembantu/penghubung atau stage manager yang menjadi penghubung antara pembawa acara dan pelaksana.

Satrio Wuryanto (1991: 3-4) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seseorang yang menjadi pembaca acara atau MC, antara lain adalah:
1. Seorang yang akan menjalankan tugas sebagai pembawa acara hendaknya memiliki (a) sikap yang tegas dan disiplin yang tinggi, (b) volume suara yang konstan dan mantap, (c) kemampuan menguasai bahasa secara baik, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing, (d) kepekaan terhadap situasi, dalam arti mampu menguasai keadaan dan mampu mengambil keputusan, (e) sifat tidak mudah tersinggung, dan (f) berkepribadian.
2. Pembawa acara adalah kemudi dari seluruh pelaksanaan kegiatan acara, oleh sebab itu harus terampil dengan cepat dan tanggap dalam membaca situasi.
3. Harus dapat menempatkan diri cukup sopan dan simpatik
4. Mengetahui tempat posisi berdiri yang tepat (menguasai arena kegiatan).
5. Pandai mengatur volume suara.
6. Tidak dibenarkan pembawa acara mengulas atau memberi komentar pidato seseorang.
7. Mampu menguasai massa.

Sebagaimana orang berpidato, pembawa acara juga harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan penampilannya di depan umum. Menurut Wiyanto dan Astuti (2004), beberapa hal yang harus diperhatikan tersebut antara lain adalah:
1. Cara Berpakaian
Seorang pembawa acara harus berpakaian bersih, rapi, dan sesuai dengan acara yang dipandunya.
2. Cara Bersikap
Pembawa acara harus dapat tampil tenang, wajar, dan sopan. Pembawa acara yang tidak tenang, apalagi tingkah lakunya dibuat-buat, akan memberikan kesan yang kurang baik.
3. Cara Memandang Hadirin
Pembawa acara harus memandang semua hadirin, baik yang berada di sebelah kiri maupun sebelah kanan, baik yang ada di depan maupun yang ada di belakang.
4. Cara Berdiri
Pembawa acara harus berdiri, kecuali apabila acaranya dihadiri oleh undangan yang sangat terbatas dan semuanya duduk. Dalam situasi wajar, pembawa acara terkesan kurang sopan kalau tidak berdiri. Cara berdirinya pun harus tegak jangan membungkuk. Jangan berdiri kaku seperti robot, tetapi juga jangan terlalu santai seperti mengobrol dengan teman.
5. Cara Memegang Mikrofon
Mikrofon yang sudah ada standarnya jangan dipegang-pegang. Selain menimbulkan bunyi mendengung, juga mengesankan bahwa pembawa acara tidak tenang. Pada awalnya memang boleh dipegang untuk memastikan bahwa mikrofon sudah siap dan untuk mengatur posisi yang pas. Posisi yang baik adalah jarak antara mikrofon dan mulut tidak terlalu dekat, kira-kira 20 cm saja.
6. Cara Memegang Catatan
Pembawa acara sebaiknya membawa kertas berisi catatan susunan mata acara. Dengan adanya catatan yang setiap saat dapat dilihat pembawa acara, akan memberikan kesan bahwa acara demi acara sudah direncanakan dan dipersiapkan dengan matang.
Cara membawa catatan juga tergantung pada situasi. Dalam siatuasi resmi, biasanya catatan itu berupa daftar susunan acara yang sudah diketik rapi pada kertas dan diletakkan dalam map. Cara memegangnya, pembawa acara berdiri tegak dan kedua tangannya memegang map berisi susunan acara yang akan dibacakan. Setiap selesai dibaca, map itu ditutup lalu dipegang oleh kedua tangan.
Dalam acara setengah resmi atau tidak resmi, kertas kecil yang berisi catatan susunan acara dipegang tangan kiri, sementara tangan kanan dapat digerak-gerakkan secara spontan menyertai pembicaraan.

7. Cara Mengakhiri Acara
Kalau semua mata acara yang direncanakan sudah terlaksana dan acara sudah dinyatakan selesai, pembawa acara harus tetap berdiri sambil memandang hadirin yang bergerak keluar. Dengan cara seperti ini, pembawa acara bermaksud mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah mengikuti acara demi acara dengan tertib.

Menurut Suyuti (2002: 105), tugas utama pembawa acara adalah:
1. Menginformasikan urutan acara yang akan berlangsung dan memandunya dari awal hingga selesai.
2. Mengusahakan segenap hadirin tertarik untuk mengikuti jalannya upacara dengan seksama, serta mengusahakan agar mereka tetap dapat mengikuti seluruh rangkaian acara dengan tenang hingga akhir.
3. Mengupayakan agar sebuah rangkaian acara berjalan dengan baik, tertib, dan lancar sejak awal hingga akhir.
Agar tugas-tugas pokok tersebut dapat berjalan dengan baik, maka secara teknis seorang pembawa acara harus melaksanakan hal-hal berikut ini:
1. Menyusun mata acara.
2. Mengecek alat pengeras suara terutama mikrofon, baik yang akan digunakan sendiri maupun oleh pembicara lain
3. Mengecek kesiapan acara terutama terhadap orang-orang yang diberi tugas sebagai pengisi acara
4. Mengecek kehadiran pembicara inti dan para undangan khusus
5. Mengumumkan acara demi acara menurut urutan dan tempo yang telah ditentukan. Demi tertibnya upacara, seorang pembawa acara harus mengatur pembagian waktu secara cermat dan proporsional
6. Membawakan acara demi acara dari awal sampai akhir dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan professional
7. Di dalam mengantarkan acara pembawa acara harus pandai memilih bahasa dan uraian yang bersifat menghormat, bukan perintah
8. Apabila diperlukan komentar terhadap isi pembicaraan hendaknya dilakukan secara selektif, yakni untuk hal-hal yang pokok dan penting saja
9. Menyimak jalannya upacara dengan seksama terutama menyimak setiap mata acara yang telah dipandunya.
Secara umum, acara dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: acara resmi, acara keagamaan, acara kekeluargaan, dan acara hiburan (Wiyanto dan Astuti, 2004). Secara umum, dalam membawakan sebuah acara, sebelum acara dimulai, pembawa acara dapat memberitahukan bahwa acara akan segera dimulai dan meminta peserta/undangan untuk menempatkan diri dan duduk dengan tenang, kursi depan yang masih kosong mohon diisi dulu.

A. Acara Resmi
Acara resmi diselenggarakan oleh instansi, baik instansi negeri maupun swasta. Acara resmi dilaksanakan secara resmi, sesuai dengan ketentuan yang sudah baku, demikian pula pakaian yang dikenakan para peserta juga sudah ditentukan. Untuk penyelenggaraan acara resmi biasanya didahului dengan penyelenggaraan gladi beberapa kali, mulai dari gladi kotor sampai dengan gladi bersih. Susunan acara dalam acara resmi sudah baku, sesuai dengan ketentuan.
Yang termasuk acara resmi antara lain sebagai berikut:
1. Upacara Bendera
2. Upacara Peringatan Hari Besar Nasional
3. Upacara Pelantikan Pejabat
4. Upacara Serah Terima Jabatan
5. Upacara Penandatanganan Naskah Kerja Sama
6. Upacara Pembukaan/Penutupan Seminar
7. Upacara Wisuda
8. Upacara Promosi Doktor
9. Upacara Pengukuhan Guru Besar
10. Upacara Dies Natalis, dan sebagainya.
Berikut ini salah satu contoh susunan acara resmi dalam kegiatan pembukaan seminar.
Acara Pembukaan Seminar
a. Pembukaan
b. Prakata/Laporan Ketua Panitia Pelaksana Seminar
c. Sambutan Pejabat atasan pelaksana Seminar dilanjutkan dengan pembukaan seminar secara resmi
d. Istirahat
e. Pidato pengarahan pejabat tertentu
f. Persidangan seminar
Dalam acara resmi, biasanya susunan acara sudah tertulis rapi. Pembawa acara tinggal membacanya. Ia juga boleh menambahkan salam pada saat membuka acara dan menyapa para peserta. Misalnya: “Selamat pagi, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, atau salam lain. Sapaan yang biasa digunakan “Ibu-ibu, Bapak-bapak, dan Saudara-saudara yang saya hormati. Kadang-kadang sapaan itu hanya berbunyi “Saudara-saudara yang berbahagia.
Dalam acara resmi, sapaan tidak harus ada. Biasanya ada pembawa acara yang membuka acaranya secara langung, seperti contoh berikut.

Upacara pembukaan seminar dengan tema …………. Sabtu, 30 Oktober ….. dimulai, dengan susunan acara sebagai berikut:
………………………..
………………………..
………………………..
………………………..
Acara pertama, ………….
B. Acara Keagamaan
Sesuai dengan namanya, acara keagamaan diselenggarakan oleh pemeluk agama tertentu. Ada dua macam acara keagamaan, yaitu yang bersifat ibadah dan yang bersifat seremonial. Acara ibadah dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama, sedangkan acara seremonial dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam agama Islam misalnya, acara shalat Idul Fitri dan Idul Adha di masjid ataupun di lapangan termasuk acara ibadah, sedangkan acara syawalan atau halalbihalal yang terkait dengan hari raya Idul Fitri termasuk acara seremonial.
Acara keagamaan yang bersifat ibadah hanya dihadiri oleh pemeluk agama yang bersangkutan saja, sedangkan acara keagamaan yang bersifat seremonial bisa dihadiri oleh pemeluk agama lain. Susunan acara dalam acara keagamaan disusun berdasarkan agama masing-masing. Dalam membawakan acara pada acara keagamaan perlu memperhatikan hal-hal yang terkait dengan tuntunan dalam agama yang bersangkutan.
Berikut ini contoh susunan acara untuk berbagai pertemuan dalam acara keagamaan khususnya peringatan hari besar agama.
1. Pembukaan
3. Prakata Panitia
4. Sambutan-sambutan
(Secara berjenjang dari pejabat yang paling bawah)
5. Uraian tentang makna peringatan tersebut
6. Istirahat/ Kesenian
7. Doa
8. Penutup
Dalam membuka acara keagamaan, pembawa acara umumnya mengucapkan salam khas/kutipan ayat-ayat kitab suci. Dalam acara keagamaan agama Islam, misalnya, selain mengucapkan salam “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”, juga mengucapkan hamdalah “Alhamdulillah … dan kutipan ayat Alquran. Setelah itu, ia mengumumkan bahwa acara dimulai dan memberitahukan acara-acara yang akan dilaksanakan.

C. Acara Kekeluargaan

Acara kekeluargaan biasanya diselenggarakan oleh perseorangan berkaitan dengan hajat keluarga. Susunan acara dalam acara kekeluargaan ini biasanya mengikuti budaya yang berlaku di suatu daerah/adat setempat. Tetapi mengikuti budaya ini juga tidak menjadi suatu keharusan. Dengan pertimbangan tertentu, susunan acaranya dapat diubah sesuai dengan selera orang yang memiliki hajat dan juga situasi yang dihadapi.
Yang termasuk acara kekeluargaan antara lain sebagai berikut.
1. Syukuran
2. Ulang tahun
3. Khitanan
4. Tunangan
5. Resepsi pernikahan, dan sebagainya.
Berikut ini contoh susunan acara salah satu acara kekeluargaan, yaitu resepsi pernikahan.
1. Pembukaan
2. Pembacaan Ayat-ayat suci Alquran dan terjemahannya
3. Sambutan Tuan Rumah
4. Sambutan Wakil Pengiring Mempelai
5. Nasihat Pernikahan
6. Penutup (ramah-tamah)
Acara kekeluargaan sifatnya tidak resmi. Untuk itu, pembawa acara tidak terlalu terikat. Ia memiliki kelonggaran untuk berkreasi dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi agar acara yang dipandunya menjadi lebih menarik.
D. Acara Hiburan
Acara hiburan mengutamakan pementasan yang diharapkan dapat menghibur para penonton. Pementasan yang ditampilkan ada kalanya hanya satu jenis, tapi ada pula acara hiburan yang menampilkan berbagai jenis pementasan atau hiburan, misalnya pada acara gebyar seni 17 Agustus.
Yang termasuk acara hiburan antara lain adalah.
1. Malam kesenian
2. Panggung gembira
3. Pentas seni
4. Gebyar seni
5. Pagelaran Musik
Contoh susunan acara hiburan antara lain seperti berikut ini.
1. Pembukaan
2. Sambutan (singkat)
3. Hiburan (musik, tari, baca puisi, dsb.)
4. Penutup
Acara hiburan ini sifatnya gembira. Orang-orang yang datang pada acara itu juga berharap bisa terhibur, senang, dan gembira. Untuk memenuhi hal itu, pembawa acara memiliki peran yang sangat penting. Pembawa acara harus pandai menyiasati situasi dan terampil membuat suasana gembira.
Cara yang dapat digunakan antara lain dengan memuji undangan/ha¬dirin tentang pakaiannya, ketertibannya, semangatnya, atau yang lainnya. Juga secara optimis memberitahukan bahwa hiburan yang akan disajikan berkualitas tinggi, sehingga mampu menghibur hadirin. Pembawa acara dapat menyampaikan pujian-pujian tersebut secara kocak, lucu, dan menghibur.
Kelancaran perpindahan dari satu mata acara ke mata acara yang lain menjadi tanggung jawab pembawa acara. Dalam acara resmi, ia cukup menyebutkan/membacakan acara berikutnya, kalau petugas sudah kembali ke tempatnya. Tidak perlu ada komentar tambahan selain yang tertulis dalam susunan acara. Dalam acara setengah resmi, pembawa acara bisa menambahkan komentar seperlunya yang amat singkat. Dalam acara tidak resmi, pembawa acara dapat menambahkan komentar, ilustrasi, humor, atau yang lainnya, di antara mata acara yang satu dengan yang lainnya. Komentar, ilustrasi, humor, dan lain-lainnya itu harus disesuaikan dengan situasi dan tidak ada yang merasa tersinggung atau kurang dihargai.

BAB V
PIDATO

Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap ada acara, baik acara formal maupun informal selalu ada kegiatan berpidato, dari pidato sambutan sampai pada pidato penyampaian informasi ataupun pidato ilmiah. Keterampilan berpidato tidak begitu saja dapat dimiliki oleh seseorang, tetapi memerlukan latihan yang cukup serius dan dalam waktu yang cukup, kecuali bagi mereka yang memang memiliki bakat dan keahlian khusus.
Menurut Hadinegoro (2003:1) pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiap¬kan untuk diucapkan di depan khalayak, dengan maksud agar para pendengar dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan bersedia melaksana¬kan segala sesuatu
Dalam kehidupan sehari-hari pidato memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah:
1. Memberikan informasi (to inform),
2. Menghibur (to intertain),
3. Membujuk (to persuade),
4. Menarik perhatian (to interest),
5. Meyakinkan (to convince),
6. Memperingatkan (to warn),
7. Membentuk kesan (to impress),
8. Memberikan instruksi (to instruct),
9. Membangun semangat (to arouse),
10. Menggerakkan massa (to more), dan lain-lain.

A. Persiapan Pidato
Pidato merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan persiapan yang cukup. Persiapan pidato ini memiliki peran yang penting karena dengan persiapan yang dilakukan dengan baik, pidato yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Terkait dengan persiapan dan latihan dalam berpidato ini, Gorys Keraf (1997:317) mengemukakan tujuh langkah dalam mempersiapkan pidato, yaitu:
1. menentukan topik dan tujuan
2. menganalisis pendengar dan situasi
3. memilih dan menyempitkan topik
4. mengumpulkan bahan
5. membuat kerangka uraian
6. menguraikan secara mendetail, dan
7. melatih dengan suara nyaring.
Ketujuh langkah tersebut dapat diringkas menjadi tiga langkah yang tetap, yaitu: meneliti masalah (1, 2, dan 3), menyusun uraian (4, 5, dan 6), dan mengadakan latihan (7).
Dalam kaitannya dengan persiapan pidato dan pemilihan topik ini banyak hal yang ada di sekitar kita yang dapat digunakan sebagai sumber topik dalam menyusun pidato. Thompson (dalam Rachmat, 1999: 20-23) mengemukakan susunan sumber topik yang dapat dipakai dalam persiapan pidato, yaitu:
1. Pengalaman pribadi
a. Perjalanan
b. Tempat yang pernah dikunjungi
c. Kelompok Anda
d. Wawancara dengan tokoh
e. Kejadian luar biasa
f. Peristiwa lucu
g. Kelakuan atau adat yang aneh
2. Hobby dan keterampilan
a. Cara melakukan sesuatu
b. Cara bekerja sesuatu
c. Peraturan dan tata-cara
3. Pengalaman pekerjaan atau profesi
a. Pekerjaan tambahan
b. Profesi keluarga
4. Pelajaran sekolah atau kuliah:
a. Hasil-hasil penelitian
b. Hal-hal yang perlu diteliti lebih lanjut
5. Pendapat pribadi:
a. Kritikan pada permainan, film, buku, puisi, pidato atau siaran radio dan televisi
b. Hasil pengamatan pribadi
6. Peristiwa hangat dan pembicaraan publik:
a. Berita halaman muka surat kabar
b. Topik tajuk rencana
c. Artikel pada kolom yang lain
d. Berita radio dan televisi
e. Topik surat kabar daerah
f. Berita dan tajuk surat kabar kampus
g. Percakapan di antara mahasiswa
h. Kuliah
i. Penemuan mutakhir
j. Peristiwa yang bakal terjadi
7. Masalah Abadi:
a. Agama
b. Pendidikan
c. Soal masyarakat yang belum selesai
d. Problem pribadi
8. Kilasan biografi:
a. Orang-orang terkenal
9. Kejadian Khusus:
a. Perayaan atau peringatan
b. Peristiwa yang erat kaitannya dengan peringatan
10. Minat khalayak:
a. Pekerjaan
b. Hobby
c. Rumah tangga
d. Pengembangan diri
e. Kesehatan dan penampilan
f. Tambahan ilmu
g. Minat khusus
h. Lain-lain.
Topik-topik tersebut dapat dipilih sesuai dengan tujuan pidato yang akan disampaikan. Untuk mendapat topik yang baik dalam pidato, ada beberapa kriteria atau pedoman yang harus diperhatikan dalam memilihnya. Berikut ini dikemukakan beberapa kriteria yang dapat diacu dalam pemilihan topik tersebut.
1. Topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan Anda
Topik yang paling baik adalah topik yang memberikan kemung¬kinan Anda lebih tahu daripada khalayak, Anda lebih ahli dibandingkan dengan kebanyakan pendengar.
2. Topik harus menarik minat Anda
Topik yang paling enak dibicarakan adalah topik yang paling Anda senangi dan menyentuh perasaan Anda.
3. Topik harus menarik minat pendengar
4. Topik harus sesuai dengan pengetahuan pendengar
5. Topik harus terang ruang lingkup dan pembatasannya
6. Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi
7. Topik harus dapat ditunjang dengan bahan yang lain.
Sementara itu, Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 57) mengungkap¬kan bahwa dalam hal penentuan pokok atau topik pembicaraan yang akan disampaikan dalam pidato, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Topik yang dipilih hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan memungkinkan untuk melengkapinya
2. Persoalan yang disampaikan hendaknya menarik perhatian bagi pembicara sendiri
3. Persoalan yang disampaikan hendaknya juga menarik perhatian pendengar
4. Tingkat kesulitan persoalan yang akan dibahas hendaknya disesuai¬kan dengan tingkat kemampuan pendengar
5. Persoalan yang disampaikan hendaknya dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan.
Dengan memilih topik yang sesuai dengan tujuan pidato yang akan disampaikan dan sesuai dengan kriteria atau pedoman yang telah ada, diikuti dengan latihan yang baik akan didapatkan pidato yan menarik dan sukses. Dalam mempersiapkan sebuah pidato agar dapat menjadi pidato yang menarik, latihan penyampaian secara efektif merupakan hal yang harus dilakukan.

B. Pembawaan Pidato
Pelaksanaan atau pembawaan pidato memerlukan persiapan dan latihan yang cukup. Selain persiapan dan latihan yang cukup, masih banyak hal yang harus diperhatikan ketika seseorang menyampaikan pidatonya di depan audiens. Dalam hubungannya dengan persiapan, pelaksanaan, dan akhir wicara atau pidato, Widyamartaya (1980: 32-35) mengemukakan tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) pembawaan awal pembicaraan atau awal pidato, (2) selama berbicara, dan (3) pembawaan akhir wicara.

1. Pembawaan Awal Pembicaraan
a. Tenangkan diri Anda sebelum maju ke depan. Bila Anda berdiri di depan orang banyak untuk berbicara, jangan terus berbicara, tapi tenangkan dulu diri Anda. Selama 10 sampai 15 detik berdirilah dengan tenang menya¬dari diri, pandanglah para hadirin, dan ambillah nafas dalam-dalam.
b. Setelah Anda menguasai diri dan mengadakan kontak dengan pendengar Anda, ucapkan sapaan-sapaan dengan sepenuh hati dan simpatik.
c. Awalilah pembicaraan Anda dengan menyinggung kesempatan/tempat yang diberikan pada Anda atau apa yang pernah disampaikan pembicara sebelumnya.
d. Bangkitkan minat hadirin dengan mengutarakan suatu kejadian yang aktual, data statistik, suatu pertanyaan, alat peraga, menyinggung pentingnya suatu masalah, dan sebagainya.

2. Selama Berbicara
a. Menggunakan pause, jeda sementara untuk memberi kesempatan kepada pendengar guna mencerna penjelasan yang baru disampaikan, sekaligus sebagai persiapan untuk memasuki persoalan berikutnya.
b. Pembicaraan diselingi dengan sapaan-sapaan yang bervariatif.
c. Kata-kata atau frase yang penting ditekankan dengan intonasi khusus.
d. Nada dan suara harus dapat bervariasi.
e. Dukunglah pembicaraan dengan mimik, intonasi, dan solah bawa yang tepat.
f. Pembicaraan diusahakan logis dan sistematis.

3. Pembawaan Akhir Berbicara
a. Perhitungkan kemampuan pendengar dan pembicara, jangan bernafsu bicara banyak dan jangan kita mengikuti perasaan kita sendiri.
b. Bila gagasan yang akan disampaikan sudah memadai segera berhenti. Bicara yang berkepanjangan biasanya hasil dari pemikiran yang kurang lama atau masak.
c. Bila pembicaraan cukup panjang, kemukakan ringkasan pokok persoalan yang disampaikan. Tekankan atau tandaskan sekali lagi maksud pokok pembicaraan Anda.
d. Akhiri pembicaraan Anda dengan semangat yang menyala, tidak turun atau melemah.
e. Hindarkan basa-basi yang tidak perlu, misalnya ucapan “Saya kira cukup sekian pembicaraan Saya”, ucapkan saja “Terima kasih atas perhatian Saudara.”
f. Wajah dan gerak-gerik hendaklah selalu memancarkan suatu keperca¬yaan diri. Hindarkan gerak-gerik yang kurang baik, seperti penyeringai¬an, buru-buru, angkat bahu, dan sebagainya.

C. Cara Membuka dan Menutup Pidato
1. Cara Membuka Pidato
Pembukaan dalam berpidato memiliki peranan yang cukup besar dalam kesuksesan berpidato. Kalau dalam pembukaan pidato sudah bagus, maka pendengar akan merasa tertarik untuk mengikuti uraian pidato selanjutnya. Jalaluddin Rachmat (1999:52-63) menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membuka dan menutup pidato. Cara dan waktu yang dibutuhkan dalam membuka pidato menurutnya sangat bergantung pada topik, tujuan, situasi, khalayak, dan hubungan antara komunikator dan komunikan. Adapun cara-cara membuka pidato tersebut dapat dipilih salah satu dari yang berikut:
1. Langsung menyebutkan pokok persoalan. Komunikator menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakannya dan memberikan kerangka pembicara¬annya. Cara ini biasanya dilakukan bila topik adalah pusat perhatian khalayak.
2. Melukiskan latar belakang masalah.
Komunikator menjelaskan sejarah topik, membatasi perngertian, dan menyatakan masalah-masalah utamanya.
3. Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak.
4. Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.
5. Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato.
6. Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang tengah meliputi khalayak.
7. Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu
8. Menguhubungkan dengan keperluan vital pendengar
9. Memberikan pujian pada khalayak atas prestasi mereka
10. Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan
11. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan
12. Menyatakan kutipan
13. Menceritakan pengalaman pribadi
14. Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotetis
15. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya
16. Membuat humor.
Sementara itu, Hendrikus (2003:80) memberikan beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam memulai pidato. Beberapa saran dan petunjuk tersebut adalah:
1. Mulailah setenang mungkin.
2. Pikirlah sesuatu yang positif untuk melenyapkan rasa takut.
3. Jangan memulai pidato dengan membaca dan terikat pada teks, tetapi bicaralah bebas.
4. Jangan mulai dengan meminta maaf.
5. Memulai pidato dengan nada positif.
6. Berusahalah untuk menarik perhatian pendengar dan menciptakan kontak dengan mereka.
7. Mulailah pidato dengan cara yang lain, tetapi menarik. Artinya tidak usah memulai dengan rumusan-rumusan umum yang selalu sama.
8. Bernafaslah sedalam-dalamnya sebelum mulai berbicara.
9. Mulailah berbicara, bila seluruh ruangan sudah tenang.

2. Cara Menutup Pidato
Selain pembukaan pidato, masalah penutupan pidato juga menjadi masalah yang penting. Penutup pidato paling tidak harus dapat menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya persuasi, mendorong pemikiran dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. Dalam sebuah pidato, dikenal dua macam cara menutup pidato yang buruk, yaitu: berhenti tiba-tiba tanpa memberikan gambaran komposisi yang sempurna dan berlarut-larut tanpa pengetahuan di mana harus berhenti.
Berikut ini beberapa cara menutup pidato sebagaimana yang diungkapkan oleh Rachmat (1999: 60-63):
1. Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
Cara yang paling mudah dalam menyimpulkan ini adalah dengan membilangnya dalam urutan satu, dua, tiga, dan seterusnya.
2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan setelah menyebutkan ikhtisar pidato atau tanpa ikhtisar pidato.
3. Mendorong khalayak untuk bertindak (Appeal for Action).
Cara ini biasanya dipakai terutama untuk menutup pidato persuasif yang ditujukan untuk memperoleh tindakan tertentu dari khalayak.
4. Mengakhiri dengan klimaks.
Karena akhir pidato merupakan puncak seluruh uraian, maka menuju penutup pidato dapat dilakukan dengan uraian menjadi lebih penting dan lebih patut mendapat perhatian.
5. Mengatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan ahli.
Kutipan dapat menambah keindahan komposisi, asal kutipan yang dipakai tersebut ada kaitannya dengan tema yang dibicarakan atau menunjukkan arah tindakan yang harus dilakukan.
6. Menceritakan contoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan.
Ilustrasi ini harus berbentuk cerita yang menarik perhatian yang menghidupkan jalannya uraian. Panjang pendeknya cerita dapat disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
7. Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara.
8. Memuji dan menghargai khalayak.
Pujian yang efektif adalah pujian yang wajar, ikhlas, dan tidak berlebih-lebihan.
9. Membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Kalau bukan ahli, cara menutup pidato inilah yang paling sukar dilakukan.
Sebaiknya penutup pidato diucapkan secara bebas, jangan membaca pada teks, karena akan membawa efek yang kurang meyakin¬kan. Pembicara harus mengucapkan secara bebas, dan diucapkan dengan kontak mata yang sugestif terhadap pendengar.

D. Perasaan Takut dan Cemas dalam Berpidato
1. Sebab-sebab Utama Rasa Takut dan Cemas
Dalam hubungannya dengan penampilan di depan umum atau pidato, biasanya ada seseorang yang merasa takut dan cemas yang sering disebut dengan istilah demam panggung. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab rasa takut dan cemas ini. Perasaan ini juga tidak hanya dimiliki oleh pembicara pemula, tetapi juga sering dialami oleh pembicara yang telah berpengalaman lama dalam masalah pidato. Hendrikus (1991: 157) mengemukakan sebab-sebab utama rasa takut dan cemas sebelum tampil di muka umum atau pada saat berpidato sebagai berikut:
a. takut ditertawakan
b. takut berhenti di tengah pembicaraan karena kehilangan jalan pikiran
c. takut akan orang yang lebih tinggi kedudukannya di antara pendengar
d. takut karena tidak menguasai tema
e. takut membuat kesalahan
f. takut karena situasi yang luar biasa
g. takut mendapat kritik
h. takut kalau tidak bisa dimengerti
i. takut bahwa ceramah tidak lancar
j. takut kalau ungkapannya jelek dan tidak jelas
k. takut kehilangan muka
l. takut akan mendapat pengalaman yang jelek
m. takut karena membandingkan dengan pembicara lain yang lebih baik
n. takut ditertawakan karena aksen yang salah
o. takut kalau harapan pendengar tidak terpenuhi
p. takut kalau direkam atau difilmkan
q. takut kalau gerak mimik dan tubuh tidak sepadan, dsb.

2. Cara Mengatasi Rasa Takut dan Cemas
Rasa takut dan cemas dalam berpidato dapat diatasi dengan berbagai cara. Di antaranya yang terpenting adalah persiapan yang teliti! Kalimat pertama dan terakhir harus dapat dihafal! Oleh karena itu seorang pembicara perlu sekali:
a. membina kontak mata dengan pendengar
b. mengembangkan aktivitas dari/pada mimbar
c. jangan melambungkan tujuan terlalu tinggi
d. menganggap pendengar sebagai kawan, bukan lawan
e. berpikirlah bahwa Anda pasti tidak akan bisa memu¬as¬kan semua orang
f. anggaplah tugasmu ini sebagai kesempatan untuk membuktikan diri dan bukan ujian atau percobaan
g. kegagalan hendaknya dianggap sebagai kemenang¬an yang tertunda
h. berusahalah untuk menenangkan diri dan batin lewat pernapasan yang baik
i. pilihlah tema yang baik dan tepat bagi pendengar
j. pendengar tidak menentang Anda! Mereka datang ha¬nya untuk mendengar ceramah Anda
k. ingatlah selalu kalimat ini: SAYA HARUS! SAYA MAU! SAYA SANGGUP!
l. ingatlah bahwa segala keberhasilan di dalam hidup ini selalu didahului oleh rasa cemas dan takut.
Dalam kaitannya dengan adanya rasa cemas dalam berpidato atau tampil di depan umum, maka pembicara perlu memperhatikan dua belas hukum retorika, yaitu:

1. Kepandaian berbicara dapat dipelajari,
2. Latihlah dirimu dalam teknik berbicara,
3. Hilangkan perasaan cemas – latihlah berbicara sam¬bil berpikir,
4. Berpidato itu bukan membaca!
5. Rumuskan tema pidato secara tajam!
6. Pidato harus memiliki skema yang jelas!
7. Awal yang menarik… penutup mengesankan!
8. Saya tahu, saya mau, saya berhasil
9. Tingkatkan argumentasi, dan siaga menghapi keberatan!
10. Yang membuat sang retor bahagia adalah membawakan pidato!
11. Bicaralah jelas!
12. Latihan menciptakan juara!
Terkait dengan kesuksesan sebuah pidato, Hendrikus (2003) menyam¬pai¬kan ciri-ciri pidato yang baik, antara lain.
1. Pidato yang saklik.
Pidato itu saklik apabila memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Ada hubungan yang serasi antara isi pidato dan formulasinya, sehingga indah didengar. Ada hubungan yang jelas antara pembeberan masalah dengan fakta dan pendapat atau penilaian pribadi.
2. Pidato yang jelas.
Pembicara harus memilih ungkapan dan susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian.
3. Pidato yang hidup.
Untuk menghidupkan sebuah pidato dapat dipergunakan gambar, cerita pendek, dan kejadian-kejadian yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar. Pidato yang hidup dan menarik umumnya diawali dengan ilustrasi, sesudah itu ditampilkan pengertian-pengertian abstrak atau definisi.

4. Pidato yang memiliki tujuan.
Setiap pidato harus memiliki tujuan, yaitu apa yang mau dicapai. Dalam membawakan pidato, tujuan pidato harus sering diulang dalam rumusan yang berbeda. Dalam satu pidato tidak boleh disodorkan terlalu banyak tujuan dan pikiran pokok.
5. Pidato yang memiliki klimaks.
Berusahalah menciptakan titik-titik puncak dalam pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar. Klimaks itu harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan karena mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang dirumuskan dan ditampilkan secara tepat akan memberikan bobot kepada pidato yang disampaikan.
6. Pidato yang memiliki pengulangan.
Pengulangan dalam sebuah pidato itu penting karena dapat memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pende¬ngar. Pengulangan juga dapat menyebabkan pokok-pokok pidato tidak cepat dilupakan. Yang perlu diingat adalah bahwa pengulangan hanya pada isi dan pesan, bukan pada rumusan. Hal ini berarti bahwa isi dan arti tetap sama, akan tetapi dirumuskan dengan mempergunakan bahasa yang berbeda.
7. Pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan.
Memunculkan hal-hal yang mengejutkan dalam pidato berarti menciptakan hubungan yang baru dan menarik antara kenyataan-kenyataan yang dalam situasi biasa tidak dapat dilihat. Hal-hal yang mengejutkan itu dapat menimbulkan ketegangan yang menarik dan rasa ingin tahu yang besar, tetapi tidak dimaksudkan sebagai sensasi.
8. Pidato yang dibatasi.
Sebuah pidato harus dibatasi pada satu atau dua soal yang tertentu saja. Pidato yang isinya terlalu luas akan menjadi dangkal. Apabila menurut pengamatan kita para pendengar sudah mulai risau atau bosan, maka pidato harus segera diakhiri.

9. Pidato yang mengandung humor.
Humor dalam sebuah pidato itu perlu, hanya saja tidak boleh terlalu banyak sehingga memberi kesan bahwa pembicara tidak sungguh-sungguh. Humor itu dapat menghidupkan pidato dan memberi kesan yang tak terlupakan pada para pendengar. Humor dapat juga menyegarkan pikiran pendengar, sehingga mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pidato selanjutnya.

E. Jenis-jenis Pidato
Berdasarkan ada tidaknya persiapan dalam pidato, Rachmat (1999: 17-18) membagi jenis pidato menjadi empat macam, yaitu pidato impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore. Tokoh lain menyebut empat bentuk ini bukan sebagai jenis pidato, tetapi merupakan metode pidato.

1. Pidato Impromtu
Pidato impromptu adalah pidato yang disampaikan tanpa adanya persiapan dari orang yang akan berpidato. Misalnya, ketika Anda datang ke suatu pesta, kemudian Anda diminta untuk menyampaikan pidato, maka pidato yang Anda sampaikan tanpa adanya persiapan terlebih dahulu tersebut dinamakan pidato impromtu. Bagi mereka yang sudah terbiasa berpidato, pidato impromtu ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah (1) impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) impromtu memungkinkan Anda terus berpikir.
Namun demikian, impromtu ini memiliki beberapa kelemahan, terutama bagi pembicara atau orang yang belum terbiasa berpidato. Kelemahan-kelemahan impromtu tersebut antara lain adalah (1) impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah karena dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bias “acak-acakan” dan ngawur, (4) karena tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali.
Menurut Jalaludin Rachmat (1999: 17) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijadikan pegangan ketika pidato impromtu harus dilakukan. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
1. Pikirkan lebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya: Cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi, dan sebagainya.
2. Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: susunan kronologis, teknik pemecahan masalah, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan praktik.
3. Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. Kesukaran menutup pidato biasanya merepotkan pembicara impromtu.

2. Pidato Manuskrip
Pidato jenis manuskrip ini juga sering disebut pidato dengan naskah. Orang yang berpidato mmembacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Pidato jenis manuskrip ini diperlukan oleh tokoh nasional dan para ilmuwan dalam melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya. Mereka harus berbicara atau berpidato dengan hati-hati, karena kesalahan pemakaian kata atau kalimat akibatnya bisa lebih luas dan berakibat negatif.
Keuntungan pidato manuskrip antara lain adalah (1) kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali, (3) Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan, (4) hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari, (5) manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.
Akan tetapi kalau dilihat dari proses komunikasi, kerugian pidato manuskrip ini akan lebih berat , di antaranya adalah (1) komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka, (2) pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, (4 ) pembuatannya lebih lama daripada sekedar menyiapkan garis-garis besarnya saja.
Agar dapat menghindari berbagai kelemahan dari pidato manuskrip ini, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya.
2. Tulislah manuskrip seolah-olah Anda berbicara. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung.
3. Baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar.
4. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.

3. Pidato Memoriter
Pidato jenis ini juga sering disebut sebagai pidato hafalan. Pembicara atau orang yang akan berpidato menulis semua pesan yang akan disampaikan dalam sebuah naskah kemudian dihafalkan dan disampaikan kepada audiens kata-demi kata secara hafalan. Pidato memoriter ini sering menjadi tidak dapat berjalan dengan baik apabila pembicara lupa bagian yang akan disampaikan, dan dalam pidato ini hubungan antara pembicara dengan audiens juga kurang baik.
Kekurangan pidato jenis ini antara lain adalah: tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat-ingat.

4. Pidato Ekstemporer
Pidato ekstemporer ini adalah jenis pidato yang paling baik dan paling banyak digunakan oleh juru pidato yang telah mahir. Dalam pidato jenis ini, pembicara hanya menyiapkan garis besar (out-line) saja. Dalam penyampaiannya, pembicara tidak mengingat kata demi kata tetapi pembicara bebas menyampaikan ide-idenya dengan rambu-rambu garis besar permasalahan yang telah disusun. Komunikasi yang terjadi antara pembicara dengan audiensnya dapat berlangsung dengan lebih baik. Pembicara dapat secara langsung merespons apa yang terjadi di hadapannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Bagi pembicara yang belum mahir berpidato, pidato jenis ekstempore ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut di antaranya adalah: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang jelek, kefasihan yang terhambat karena kekurangan memilih kata dengan segera, kemungkinan menyimpang dari garis besar pidato (out-line), tentu saja tidak dapat dijadikan bahan penerbitan. Akan tetapi, kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan banyak melakukan latihan berpidato.
Berdasarkan isi dan sifatnya, Haryadi (1994:45) mengelompokkan pidato ke dalam tiga jenis, yaitu (1) pidato informatif, (2) pidato propagandis, dan (3) pidato edukatif.
Pidato informatif mempunyai ciri-ciri:
1. objektif, yaitu menurut apa adanya dan sesungguhnya, dasarnya memberi penerangan sejelas-jelasnya dan tidak menyimpang dari pokok persoalan,
2. realistis, yaitu mengikuti apa yang sebenarnya, baik pahit maupun manis,
3. motivatif, artinya memberi pengarahan agar diperoleh kesadaran baru, dan
4. zakelijk, yakni tidak menyimpang dari persoalan dan jujur.

Pidato propagandis mempunyai ciri-ciri:
1. subjektif, artinya dapat menyimpang dari hakikat kebenaran demi tercapainya tujuan,
2. Fiktif, yakni lebih banyak gambaran-gambaran yang indah-indah, fatamorgana, isapan jempol,
3. pemutarbalikan fakta bila perlu, artinya segala cara dapat dilakukan termasuk memutarbalikkan fakta demi mempero-leh pengaruh yang besar,
4. agitatif, artinya dilakukan secara bersemangat dan berapi-api,
5. demagogis, yaitu berisi pengarahan-pengarahan yang menyesatkan orang lain, bahkan sering melakukan fitnah dan adu domba,
6. agresif, artinya bersikap menyerang lawan,
7. menarik, yakni memikat dan sering mendapat tepuk tangan.

Pidato edukatif memiliki ciri-ciri:
1. objektif, apa yang dituju atau dimaksud,
2. rasional, yakni berdasarkan pikiran sehat, bukan emosi, dan mementingkan kebenaran,
3. berdasarkan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungja¬wabkan kebenaran ilmiahnya,
4. defensif, artinya bersifat mempertahankan kebenaran ilmiahnya,
5. tenang waktu mengemukakan, dimaksudkan untuk mema-suk¬kan pengertian.
Di bagian lain dikemukakan sikap dan tatakrama yang perlu diperhatikan oleh seorang pembicara, antara lain:
1. Berpakaian yang bersih, rapi, sopan, dan tidak bergaya pamer atau berlebih-lebihan.
2. Merendahkan hati, tetapi bukan rendah diri dan kurang percaya diri.
3. Kata-kata dan ucapan sopan. Menggunakan kata-kata sapaan secara mantap dan bersahabat.
4. Di sana-sini diselingi humor yang segar dan sopan.
5. Pada bagian akhir uraian selalu mengemukakan permo-honan maaf.

Berikut ini dikemukakan struktur bahan yang digunakan untuk berbagai pidato seremonial.
1. Pidato Pembukaan dalam Seminar
a. Pembukaan
b. Pengantar dan ucapan terima kasih
c. Mengapa tema itu yang dipilih
d. Apa yang diharapkan dari pembicara dan pendengar
e. Penjelasan jalannya acara
f. Penutup

2. Pidato Ketua Panitia
a. Pembukaan
b. Ucapan terima kasih
c. Maksud diadakannya kegiatan tersebut
d. Laporan kegiatan
e. Harapan untuk berpartisipasi
f. Permohonan maaf
g. Penutup

3. Pidato Belasungkawa
a. Pembukaan
b. Penyampaian rasa belasungkawa
c. Apa makna kematian bagi manusia
d. Doa dan harapan
e. Penutup
4. Pidato Belasungkawa atas nama keluarga
a. Pembukaan
b. Ucapan terima kasih
c. Peristiwa kematian
d. Memintakan maaf atas kesalahannya
e. Permohonan untuk penyelesaian hutang-piutang
f. Permohonan maaf
g. Penutup

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Citrobroto, R.I. Suhartin. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik Berkomunikasi. Jakarta: Bhatara.

Dipodjojo, Asdi S. 1982. Komunikasi Lisan. Yogyakarta: Lukman.

Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolut.

Haryadi, 1994. Pengantar Berbicara. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Hendrikus, SDV, Dori Wuwur. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.

———–. 1997. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.

Nadeak, Wilson. 1987. Cara-cara Bercerita. Jakarta: Binacipta.

Pringgawidagda, Suwarna. 2003. Pranata Adicara. Yogyakarta: Adicita.

Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Retorika Modern Pendekatan Praktis, Cetakan ke-5. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Suyuti, Achmad. 2002. Cara Cepat Menjadi Orator, Da’I, dan MC Profesional. Pekalongan: Cinta Ilmu.

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cetakan ke-6. Bandung: Angkasa.

Widyamartaya, A. 1980. Kreatif Berwicara. Yogyakarta: Kanisius.

Wiyanto, Asul dan Prima K. Astuti. 2004. Terampil Membawa Acara. Jakarta: Grasindo.

Wuryanto, M.E. Satrio. 1992. Pengetahuan tentang Protokoler di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Bahan Kuliah / Makalah : SEJARAH RETORIKA


SEJARAH RETORIKA
Objek studi retorika setua kehidupan manusia. Kefasihan bicara mung¬kin pertama kali dipertunjukkan dalam upacara adat: kelahiran, kema¬tian, lamaran, perkawinan, dan sebagainya. Pidato disampaikan oleh orang yang mempunyai status tinggi. Dalam perkembangan peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas. “Sejarah manusia”, kata Lewis Copeland dalam kata pengantar bukunya tentang pidato tokoh-tokoh besar dalam sejarah, “terutama sekali adalah catatan peristiwa penting yang dramatis, yang seringkali disebabkan oleh pidato-pidato besar. Sejak Yunani dan Roma sampai zaman kita sekarang, kepandaian pidato dan kenegarawanan selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga ter¬kenal dengan kefasihan bicaranya yang menawan”.
Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana pun dan pada zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah. Di sinilah kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara.
Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata-¬kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis se-zaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang “teknik kemungkinan”. Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya, “Mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah, sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”. Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, “la pernah mencuri dan pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”. Akhirnya, retorika me¬mang mirip “ilmu silat lidah”.
Di samping teknik kemungkinan, Corax meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpuln. Dari sini, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato. Walaupun demokrasi gaya Syracuse tidak bertahan lama, ajaran Corax tetap berpengaruh. Konon, Gelon, penguasa yang mengguling¬kan demokrasi dan menegakkan kembali tirani, menderita halitosis (bau mulut). Karena ia tiran yang kejam, tak seorang pun berani mem¬beritahukan hal itu kepadanya. Sampai di negeri yang asing, seorang perempuan asing berani menyebutkannya. Ia terkejut. Ia memarahi istrinya, yang bertahun-tahun begitu dekat dengannya, tetapi tidak memberitahukannya. Istrinya menjawab bahwa karena ia tidak pernah dekat dengan laki-laki lain, ia mengira semua laki-laki sama. Gelon tidak jadi menghukum istrinya. Tampaknya, sang istri sudah belajar retorika dari Corax.
Masih di Pulau Sicilia, tetapi di Agrigenturn, hidup Empedocles (490-430 SM), filosof, mistikus, politisi, dan sekaligus orator. Ia cerdas dan menguasai banyak pengetahuan. Sebagai filosof, ia pernah berguru kepada Pythagoras dan menulis The Nature of Things. Sebagai mistikus, ia percaya bahwa setiap orang bisa bersatu dengan Tuhan bila ia men¬jauhi perbuatan yang tercela. Sebagai politisi, ia memimpin pemberon¬takan untuk menggulingkan aristokrasi dan kekuasaan diktator. Se¬bagai orator, menurut Aristoteles, “ia mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk Athena”.
Tahun 427 SM Gorgias dikirim sebagai duta ke Athena. Negeri itu sedang tumbuh sebagai negara yang kaya. Kelas pedagang kosmopolitan selain memiliki waktu luang lebih banyak, juga terbuka pada gagasan-¬gagasan baru. Di Dewan Perwakilan Rakyat, di pengadilan, orang memerlukan kemampuan berpikir yang jernih dan logis serta berbicara yang jelas dan persuasif. Gorgias memenuhi kebutuhan “pasar” ini dengan mendirikan sekolah retorika. Gorgias menekankan dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromtu (kita bahas pada Bab II). Ia meminta bayaran yang mahal; sekitar sepuluh ribu drachma ($ 10.000) untuk seorang murid saja. Bersama Protagoras dan kawan¬-kawan, Gorgias berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Mereka adalah “dosen-dosen terbang”.
Protagoras menyebut kelompoknya sophistai, “guru kebijaksanaan” Sejarahwan menyebut mereka kelompok Sophis. Mereka berjasa mengembangkan retorika dan mempopulerkannya. Retorika, bagi mereka bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika, dan logika. Mereka tahu bahwa rasio tidak cukup untuk meyakinkan orang. Mereka mengajarkan teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Berkat kaum Sophis, abad keempat sebelum Masehi adalah abad retorika. Jago-jago pidato muncul di pesta Olimpiade, di gedung perwakilan dan pengadilan. Bila mereka bertanding, orang-orang Athena berdatangan dari tempat-tempat jauh; dan menikmati “adu pidato” seperti menikmati pertandingan tinju. Kita hanya akan menyebutkan dua tokoh saja sebagai contoh: Demosthenes dan Isocrates.
Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras. Dengan cerdik, ia menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga amat memperhatikan cara penyampaian (delivery). Menurut Will Durant, “ia meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis). Berdasarkan keyakinan ini, ia berlatih pidato dengan sabar. Ia mengulang-ulangnya di depan cermin. Ia membuat gua, dan berbulan-bulan tinggal di sana, berlatih dengan diam-diam. Pada masa-masa ini, ia mencukur rambutnya sebelah, su¬paya ia tidak berani keluar dari persembunyiannya. Di mimbar, ia melengkungkan tubuhnya, bergerak berputar, meletakkan tangan di atas dahinya seperti berpikir, dan seringkali mengeraskan suaranya seperti menjerit.
Demosthenes pernah diusulkan untuk diberi mahkota atas jasa-¬jasanya kepada negara dan atas kenegarawanannya. Aeschines, orator lainnya, menentang pemberian mahkota dan memandangnya tidak konstitusional. Di depan Mahkamah yang terdiri dari ratusan anggota juri, ia melancarkan kecamannya kepada Demosthenes. Pada gilirannya, Demosthenes menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal Mahkota. Dewan juri memihak Demosthenes dan menuntut Aeschines untuk membayar denda. Aeschines lari ke Rhodes dan hidup dari kursus retorika yang tidak begitu laku. Konon, Demosthenes mengirimkan uang kepadanya untuk membebaskannya dari kemiskinan. Persaudaraan karena profesi!
Duel antara dua orator itu telah dikaji sepanjang sejarah. Inilah buah pendidikan yang dirintis oleh kaum Sophis. Tetapi ini juga yang membentuk citra negatif tentang kaum Sophis. Seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika dengan menyingkirkan Sophisme negatif adalah Isocrates. Isocrates percaya bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas masyarakat; bahwa retorika tidak boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Tetapi ia menganggap tidak semua orang boleh diberi pelajaran ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya untuk mereka yang berbakat.
Ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan, dalam rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Karena ia tidak mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya menuliskan pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan menyebarkannya. Sampai sekarang risalah-risalah ini dianggap waris¬an prosa Yunani yang menakjubkan. Gaya bahasa Isocrates telah mengilhami tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton, Massillon, Jeremy Taylor, dan Edmund Burke.
Salah satu risalah yang ditulisnya mengkritik kaum Sophis. Risalah ini ikut membantu berkembangnya kebencian kepada kaum Sophis. Di samping itu, kaum Sophis kebanyakan para pendatang asing di Athena. Orang selalu mencurigai yang dibawa orang asing. Apalagi mereka mengaku mengajarkan kebijaksanaan dengan menuntut bayaran. Yang tidak sanggup membayar tentu saja melepaskan kekecewaannya dengan mengecam mereka.
Socrates, misalnya, hanya sanggup membayar satu drachma untuk kursus yang diberikan Prodicus. Karena itu, ia hanya memperoleh dasar-dasar bahasa yang sangat rendah saja. Socrates mengkritik kaum Sophis sebagai para prostitut. Orang yang menjual kecantikan untuk memperoleh uang, kata Socrates, adalah prostitut. Begitu juga, orang yang menjual kebijaksanaan. Murid Socrates yang menerima pendapat gurunya tentang Sophisme adalah Plato.
Plato menjadikan Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang palsu dan retorika yang benar, atau retorika yang berdasarkan pada Sophisme dan retorika yang berdasarkan pada filsafat. Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif. Filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati. Ketika merumuskan retorika yang benar – yang membawa orang kepada hakikat – Plato membahas organisasi, gaya, dan penyampaian pesan. Dalam karyanya, Dialog, Plato meng¬anjurkan para pembicara untuk mengenal “jiwa” pendengarnya. Dengan demikian, Plato meletakkan dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak. Ia telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (Sophisme) menjadi sebuah wacana ilmiah.
Aristoteles, murid Plato yang paling cerdas melanjutkan kajian re¬torika ilmiah. Ia menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima ta¬hap penyusunan pidato: terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric). Inventio (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak lain daripada “kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada”. Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
Aristoteles menyebut tiga cara untuk mempengaruhi manusia. Pertama, Anda harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). Kedua, Anda harus Menyentuh hati khalayak perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Kelak, para ahli retorika modern menyebutnya imbauan emotional (emotional appeals). Ketiga, Anda Meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat otaknya (logos).
Di samping ethos, pathos, dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang efektif untuk mempengaruhi pendengar: entimem dan contoh. Entimem (Bahasa Yunani: “en” di dalam dan “thymos” pikiran) adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan. Disebut tidak lengkap, karena sebagian premis dihilangkan.
Sebagaimana Anda ketahui, silogisme terdiri atas tiga premis: ma¬yor, minor, dan kesimpulan. Semua manusia mempunyai perasaan iba kepada orang yang menderita (mayor). Anda manusia (minor). Tentu Anda pun mempunyai perasaan yang sama (kesimpulan). Ketika saya ingin mempengaruhi Anda untuk mengasihi orang-orang yang menderita, saya berkata, “Kasihanilah mereka. Sebagai manusia, Anda pasti mempunyai perasaan iba kepada orang yang menderita “. Ucapan yang ditulis miring menunjukkan silogisme, yang premis mayornya dihilangkan.
Di samping entimem, contoh adalah cara lainnya. Dengan menge¬mukakan beberapa contoh, secara induktif Anda membuat kesimpulan umum. Sembilan dari sepuluh bintang film menggunakan sabun Lnx. Jadi, sabun Lux adalah sabun para bintang fihn.
Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis. Susunan berikut ini mengikuti kebiasaan berpikir manusia: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Menurut Aristoteles, pengantar berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas (ethos), dan menjelaskan tujuan.
Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya. Aristo¬teles memberikan nasihat ini: gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima; pilih kata-kata yang jelas dan langsung; sampaikan kalimat yang indah, mulia, dan hidup; dan sesuaikan bahasa dengan pe¬san, khalayak, dan pembicara.
Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pem¬bicaraannya. Aristoteles menyarankan “jembatan keledai” untuk me-mudahkan ingatan. Di antara semua peninggalan retorika klasik, me¬mori adalah yang paling kurang mendapat perhatian para ahli retorika modern.
Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampai¬kan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Demos¬thenes menyebutnya hypocrisis (boleh jadi dari sini muncul kata hipo-krit). Pembicara harus memperhatikan olah suara (vocis) dan gerakan¬gerakan,anggota badan (gestus moderatio cum venustate).
RETORIKA ZAMAN ROMAWI
Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif. Pada satu sisi, retorika telah memperoleh dasar teoretis yang kokoh. Namun, pada sisi lain, uraiannya yang lengkap dan persuasif telah membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Orang-orang Romawi selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan retorika.
Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM, hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-se-gi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator¬-orator ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Yang disebut terakhir terkenal begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.
Kemampuan Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Karena di¬besarkan dalam keluarga kaya dan menikah dengan istri yang mem¬berinya kehormatan dan uang, Cicero muncul sebagai negarawan dan cendekiawan. Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM), ia menulis banyak buku filsafat dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak banyak menampilkan penemuan baru. Ia banyak mengambil gagasan dari Isocrates. Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang ber¬pidato adalah orang baik juga. The good man speaks well. Dalam praktek, Cicero betul-betul orator yang sangat berpengaruh.
Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti, memuji Cicero, “Anda telah menemukan semua khazanah retorika, dan Andalah orang per¬tama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh keme¬nangan yang lebih disukai dari kemenangan para jenderal. Karena se¬sungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada memperluas batas-batas kerajaan Romawi”.
Kira-kira 57 buah pidatonya sampai kepada kita sekarang ini. Will Durant menyimpulkan kepada kita gaya pidatonya:
Pidatonya mempunyai kelebihan dalam menyajikan secara bergelora satu sisi masalah atau karakter; dalam menghibur khalayak dengan humor dan anekdot; dalam menyentuh kebanggaan, prasangka, perasaan, patriotisme dan kesalehan; dalam mengungkapkan secara keras kelemahan lawan – yang sebenarnya atau yang diberitakan, yang tersembunyi atau yang terbuka; dalam mengalihkan perhatian secara terampil dari pokok-pokok pembicaraan yang kurang menguntungkan; dalam memberondong pertanyaan retoris yang sulit dijawab; dalam menghimpun serangan-serangan, dengan kalimat-kalimat periodik yang anak-anaknya seperti cambukan dan yang badainya membahana….

Dari tulisan-tulisannya yang sampai sekarang bisa dibaca, kita mengetahui bahwa Cicero sangat terampil dalam menyederhanakan pembicaraan yang sulit. Bahasa Latinnya mudah dibaca. Melalui pena¬nya, bahasa mengalir dengan deras tetapi indah. Puluhan tahun sepeninggal Cicero, Quintillianus mendirikan se-kolah retorika. Ia sangat mengagumi Cicero dan berusaha merumuskan teori-teori retorika dari pidato dan tulisannya. Apa yang dapat kita pelajari dari Quintillianus? Banyak. Secara singkat, Will Durant menceritakan kuliah retorika Quantillianus, yang dituliskannya dalam buku Institutio Oratoria:
Ia mendefinisikan retorika sebagai ilmu berbicara yang baik. Pendidikan orator harus dimulai sebelum dia lahir: Ia sebaiknya berasal dari keluarga terdidik, sehingga ia bisa menerima ajaran yang benar dan akhlak yang baik sejak napas yang ia hirup pertama kalinya. Tidak mungkin menjadi terpelajar dan terhormat hanya dalam satu generasi. Calon orator harus mempelajari musik supaya ia mempunyai telinga yang dapat mendengarkan harmoni; tarian, supaya ia memiliki keanggunan dan ritma; drama, untuk menghidupkan kefasihannya dengan gerakan dan tindakan; gimnastik, untuk memberinya kesehatan dan kekuatan; sastra, untuk membenhik gaya dan melatih memorinya, dan memperlengkapinya dengan pemikiran¬-pemikiran besar; sains, untuk memperkenalkan dia dengan pemahaman mengenai alam; dan filsafat, untuk membentuk karakternya berdasarkan petunjuk akal dan bimbingan orang bijak. Karena semua persiapan tidak ada manfaatnya jika integritas akhlak dan kemuliaan rohani tidak melahirkan ketulusan bicara yang tak dapat ditolak. Kemudian, pelajar retorika harus menulis sebanyak dan secermat mungkin.
Sebuah saran yang berlebihan. Tetapi kita diingatkan lagi pada Cicero. The good man speaks well.
RETORIKA ABAD PERTENGAHAN
Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out (‘membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai ha¬bis). Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan, “membicarakan” diganti dengan “menembak”. Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para kaisar tidak senang mendengar orang yang pandai berbicara.
Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk nmnyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Dalam On Christian Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus sanggup mengajar, menggembirakan, dan meng¬gerakkan – yang oleh Cicero disebut sebagai kewajiban orator. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan kebenaran, kita harus mempelajari teknik penyampaian pesan. Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi menyampaikan firman Tuhan, “Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa mereka” (Alquran 4:63). Muhammad saw. bersabda, memperteguh firman Tuhan ini, “Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”.
Ia sendiri seorang pembicara yang fasih – dengan kata-kata singkat yang mengandung makna padat. Para sahabatnya bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinang air matanya. Tetapi ia tidak hanya menyentuh hati, ia juga mengimbau akal para pendengarnya. Ia sangat memperhatikan orang¬-orang yang dihadapinya, dan menyesuaikan pesannya dengan keadaan mereka. Ada ulama yang mengumpulkan khusus pidatonya dan me¬namainya Madinat al-Balaghah (Kota Balaghah). Salah seorang sahabat yang paling dikasihinya, Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmunya dalam berbicara. Seperti dilukiskan Thomas Carlyle, “every antagonist in the combats of tongue or of sword was subdited by his eloquence and valor”. Pada Ali bin Abi Thalib, kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para peng¬ikutnya dan diberi judul Nahj al-Balaghah (Jalan Balaghah).
Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban Islam. Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika. Tetapi, warisan retorika Yunani, yang dicampakkan di Eropa Abad Pertengahan, dikaji dengan tekun oleh para ahli ba¬laghah. Sayang, sangat kurang sekali studi berkenaan dengan kontribusi Balaghah pada retorika modern. Balaghah, beserta ma’ani dan bayan, masih tersembunyi di pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pen¬didikan Islam tradisional.
RETORIKA MODERN
Retorika modern diartikan sebagai seni berbicara atau kemampuan untuk
berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 1991); sehingga efektivitas penyampaian
pesan dalam retorika sangat dipengaruhi oleh teknik atau keterampilan berbicara
komunikator.
Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode panjang itu, warisan peradaban Yunani diabai¬kan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam – yang menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani – dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian. Inventio dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika. Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio saja. Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.
Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Yang membangun jembatan, menghubungkan Renaissance dengan retorika modern adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, “… kewajiban retorika ialah menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik”. Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-¬fakultas psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.
Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental).
George Campbell (1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada empat fakultas – atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan, dan kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya “mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan”.
Richard Whately mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai fokus retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat dan meng¬organisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell me¬nekankan pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum epistemologis – aliran pertama retorika modern.
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis: tulisan yang indah). Retorika belletris sangat meng¬utamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) me¬nulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu¬bungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas cita¬rasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio – ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama memusatkan perhatian mereka pada persiapan pidato – pada penyu¬sunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran ketiga – disebut gerakan elokusionis – justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert Austin, misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, “Pembicara tidak boleh melihat melantur. Ia harus mengarahkan mata¬nya langsung kepada pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan nada yang paling rendah, dan mengeluarkan suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman orang dan mencengkeram perhatian mereka”. James Burgh, misal yang lain, menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya.
Dalam perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena per¬hatian – dan kesetiaan – yang berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan “resep-resep” penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik otak” atau hasil perenungan rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil penelitian empiris.
Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkem¬bangan ilmu pengetahuan modern – khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau public speak¬ing. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir:
1. James A Winans
Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking, terbit tahun 1917 mempergunakan teori psikologi dari William James dan E.B. Tichener. Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, men¬definisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap proposisi-propo¬sisi”. Ia menerangkan pentingnya membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato yang bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato merupakan pembahasan yang amat berharga. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).
2. Charles Henry Woolbert
Ia pun termasuk pendiri the Speech Communication Association of America. Kali ini psikologi yang amat mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B. Watson. Tidak heran kalau Woolbert memandang “Speech Communication” sebagai ilmu tingkah laku. Baginya, proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh orga¬nisme. Pidato merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah da¬sar utama persuasi. Dalam penyusunan persiapan pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal berikut: (1) teliti tujuannya, (2) ketahui khalayak dan situasinya, (3) tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih kalimat-ka¬limat yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental of Speech.
3. William Noorwood Brigance
Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. “Keyakinan”, ujar Brigance, “jarang merupakan hasil pemikiran. Ki¬ta cenderung mempercayai apa yang membangkitkan keinginan kita, ketakutan kita dan emosi kita”. Persuasi meliputi empat unsur: (1) rebut perhatian pendengar, (2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter Anda, (3) dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.
4. Alan H. Monroe
Bukunya, Principles and Types of Speech, banyak kita pergunakan dalam buku ini. Dimulai pada pertengahan tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating process). Jasa, Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.
Beberapa sarjana retorika modern lainnya yang patut kita sebut antara lain A.E. Philips (Effective Speaking, 1908), Brembeck dan Howell (Per¬suasion: A Means of Social Control, 1952), R.T. Oliver (Psychology of Per¬suasive Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh “notorious” Hitler, dengan bukunya Mein Kampf, maka Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir (Die Rede als Kunst, 1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918) adalah pelopor retorika modern juga.
Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech communication -diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatang, ilmu ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap pres¬tasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group) mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu. Hurst menyimpulkan:
Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat dasar adalah agen synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan memperoleh penguasaan yang lebih baik terhadap aneka fenomena yang membentuk kepribadian.
Penelitian ini menjadi penting bagi kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang meyakinkan atau karena berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat kaitannya dengan prospek retorika di masa depan.
Pengertian
Retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum (study retorika di Sirikkusa ibu kota Sislia Yunani abab ke 5 SM). Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul ‘Grullos’ atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktek kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Retorika adalah memberikan suatu kasus lewat bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias, Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM). Retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang tentang keterampilan, tentang menemukan sarana persuasif yang objectif dari suatu kasus (Aristoteles) Study yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan saran dan pengobatannya (Richard awal abad ke 20-an) Retorika adalah yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan retorika adalah persuasi, yang di maksudkan dalam persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap penutur (pendengar) akan kebenaran gagasan topic tutur (hal yang di bicarakan) si penutur (pembicara). Artinya bahwa tujuan retorika adalah membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur
Beberapa dimensi ideologi retorika
1. Dimensi filosofis kemanusiaan, dari dimensi ini, kita mengedepankan pemahaman dari sudut identitas (ciri pembeda) antara eksistensi. Identitas pembedanya:
• antara makhluk manusia dengan selain manusia
• antara manusia yang berbudaya
• antara yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, pandangan hidup
2. Dimensi teknis, berbicara adalah sebuah teknik penggunaan symbol dalam proses interaksi informasi.
3. Dimensi proses penampakan diri atau aktualisasi diri. Berbicara itu adalah salah satu keperluan yang tidak bisa ditinggalkan
4. Dimensi teologis, menyampaikan ajaran agama sesuatu yang wajib (dakwah)
Bicara juga ada seninya. Pernahkah anda mengamati seorang penjual obat di pasar, ketika sedang menawarkan dagangannya? Atau, pernahkah anda ikut demonstrasi di kampus anda? Kalau pernah coba amati gaya bicara sang korlap!
Retorika bukan cuma menekankan pada output verbal seseorang ketika berbicara, namun juga output non verbalnya. Percaya atau tidak, gerakan bola mata kita atau arah pandangan mata kita, bahkan benda apa yang kita pegang saat berbicara, berpengaruh pada dipercaya tidaknya ucapan kita oleh orang lain. Seni berbicara memang erat kaitannya dengan seni mempengaruhi orang lain. Salah satu kuncinya adalah kenali audiens anda. Dengan mengenali siapa yang anda ajak bicara, anda bisa memprediksi apa dan bagaimana anda harus bicara, agar ucapan anda bisa dipercaya.
LATAR BELAKANG YANG BERBEDA
Proses komunikasi pada intinya adalah proses yang berusaha mencari mutual understanding di antara dua pihak yang berkomunikasi itu. Proses itu bisa gampang, bisa jadi sulit. Mutual understanding bisa tercipta jika ada kemiripan antara frame of reference dan field of experience kedua belah pihak.
Dua pihak yang berkomunikasi membawa latar belakang pemahaman yang berbeda pula. Di benak setiap orang yang berkomunikasi, umumnya telah tercipta image, persepsi dan gambaran tentang lawan komunikasinya. Dalam banyak kasus, image bahkan dapat tercipta sebelum bertemu muka dengan si-obyek image.
Image sendiri bukanlah suatu fenomena yang buruk. Image yang tepat, dapat membantu kita dalam proses komunikasi, namun demikian, kita harus menyadari bahwa Image dapat dimanipulasi atau dikondisikan, secara sadar maupun tidak sadar, oleh diri kita sendiri, atau obyek lain diluar diri kita.

Suatu proses komunikasi akan menghasilkan mutual understanding jika ada kedekatan antara frame of reference dan field of experience dari para peserta proses komunikasi.
Untuk menjadi komunikator yang efektif, anda sedapat-dapatnya harus mengenali karakteristik audiens anda, untuk menentukan tehnik komunikasi apa yang harus anda gunakan untuk menyampaikan pesan anda.

PENTINGNYA RETORIKA
Persepsi adalah proses yang terintegrasi dalam individu, yang terjadi sebagai reaksi atas stimulus yang diterimanya (bersifat individual). Sebuah konsensus (kesamaan persepsi kolektif pada satu isu tertentu) yang tercapai melalui diskusi sosial akan menimbulkan opini publik. Sedangkan pada diri individu sendiri, opini bisa bersifat laten atau manifes. Opini yang bersifat laten disebut sikap. Sikap adalah suatu predisposisi terhadap sesuatu obyek, yang didalamnya termasuk sistem kepercayaan, perasaan, dan kecenderungan perilaku terhadap obyek tersebut.
Sikap bisa dipelajari, bersifat stabil, melibatkan aspek kognisi dan afeksi, dan menunjukkan kecenderungan perilaku.

MAKALAH / BAHAN KULIAH : DASAR-DASAR SURAT MENYURAT ( BAHASA INDONESIA )


DASAR SURAT MENYURAT

 1.        Arti dan Fungsi Surat

 

Surat adalah suatu sarana untuk menyampaikan informasi secara tertulis dari pihak yang satu kepada pihak lain. Informasi dalam surat dapat berupa pemberitahuan, pernyataan, permintaan, laporan, pemikiran, sanggahan, dan sebagainya.

Agar komunikasi melalui surat dinilai efektif, maka isi atau maksud surat harus terang dan jelas, serta tidak menimbulkan salah arti pada pihak penerima.

  1. 2.        Tujuan Menulis Surat

Tujuan menulis surat secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

  1. Menyampaikan informasi kepada pembaca surat;
  2. Mendapatkan tanggapan dari pembaca surat tentang isi surat;
  3. Ingin mendapatkan tanggapan dan menyampaikan informasi kepada pembaca surat.

 

  1. 3.        Korespondensi dan Koresponden

 

       Korespondensi

Korespondensi searti dengan surat-menyurat. Korespondensi adalah suatu  kegiatan atau hubungan yang dilakukan secara terus-menerus antara dua pihak yang dilakukan dengan saling berkiriman surat.

Korespondensi dalam suatu kantor, instansi, atau organisasi dibagi menjadi dua, yakni:

  1. Korespondensi eksteren, yaitu hubungan surat-menyurat yang dilakukan oleh kantor atau bagian-bagiannya dengan pihak luar.
  2. Korespondensi Interen, yaitu hubungan surat-menyurat yang dilakukan oleh         orang-orang dalam suatu kantor, termasuk hubungan antara kantor pusat dengan kantor cabang.

 

       Koresponden

     Koresponden adalah orang yang berhak atau mempunyai wewenang menandatangani surat, baik atas nama perorangan maupun kantor atau organisasi.

  1. 4.        Fungsi Surat

 

Fungsi surat dalam suatu organisasi antara lain:

  1. Surat sebagai media komunikasi.
  2. Surat sebagai barometer.
  3. Surat sebagai duta penulis.
  4. Surat sebagai bukti tertulis.
  5. Surat sebagai salah satu otak kegiatan suatu kantor
  1. 5.        A. Kelebihan Surat:

–       Murah

–       Daya jangkau lebih luas

–       Bersifat formal dan efektif

–       Bisa dijadikan bukti hitam di atas putih

 

B. Kelemahan Penyusunan Surat pada umumnya:

     –    Susunan surat ruwet

–    Kalimat tidak lengkap atau berbelit-belit

–    Penggunaan tanda baca yang tidak pada tempatnya

–    Penulisan kalimat tidak sesusai EYD

–    Pemakaian istilah asing yang tidak perlu atau tidak tepat

–    Menciptakan istilah sendiri yang tidak lazim/tidak sesuai Pedoman Umum Pembentukan Istilah dalam bahasa Indonesia

–    Tata bahasa tidak teratur

–    Pengungkapan gagasan tidak logis

–    Kurang sopan atau terlalu banyak memuji dan basa-basi

–       Ketikan banyak yang salah

–       Penggunaan model yang tidak menentu

 

  1. 6.        Syarat-syarat surat yang baik

Secara garis besar suatu surat dapat dikatakan baik apabila memenuhi kriteria berikut ini:

  1. Surat disusun dengan teknik penyusunanyang benar, yaitu:

–       Penyusunan letak bagian-bagian surat (bentuk surat) tepat sesuai dengan aturan atau pedoman yang telah ditentukan.

–       Pengetikan surat benar, jelas, bersih, dan rapi, dengan format yang menarik.

–       Pemakaian kertas sesuai dengan ukuran umum.

  1. Isi surat harus dinyatakan secara ringkas, jelas, dan eksplisit. Hal ini dimaksudkan agar penerima dapat memahami isi surat dengan cepat, tepat, tidak ragu-ragu dan pengirim pun memperoleh jawaban secara cepat sesuai yang dikehendaki.
  1. Bahasa yang digunakan haruslah bahasa Indonesia yang benar atau baku, sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, baik mengenai pemilihan kata, ejaan, bentuk kata, maupun kalimatnya. Selain itu, bahasa surat haruslah efektif. Bahasa surat juga harus wajar, logis, hemat kata, cermat dalam pemilihan kata, sopan, dan menarik. Nada surat harus hormat, sopan dan simpatik. Sedapat mungkin hindari pemakaian bahasa asing yang padanannya sudah ada dalam bahasa Indonesia.

Untuk  menyusun surat yang baik, penulis harus mengindahkan hal-hal berikut:

  1. Menetapkann lebih dahulu maksud surat, yaitu pokok pembicaraan yang ingin disampaikan kepada penerima surat, apakah itu berupa pemberitahuan, pernyataan, pertanyaan, permintaan, laporan atau hal lain.
  2. Menetapkan urutan masalah yang akan dituliskan.
  3. Merumuskan pokok pembicaraan itu satu persatu secara runtut, logis, teratur dengan menggunakan kalimat dan ungkapan yang menarik, segar, sopan, dan mudah ditangkap pembaca.
  4. Menghindarkan sejauh mungkin penggunaan singkatan kata atau akronim, lebih-lebih yang tidak biasa atau singkatan bentuk sendiri.
  5. Memperhatikan dan menguasai bentuk surat dan penulisan bagian-bagiannya.
  6. Mengikuti pedoman penulisan ejaan dan tanda baca sebagaimana digariskan oleh Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Pembentukan Istilah dalam Bahasa Indonesia.

Dalam praktik di lapangan, masih banyak surat resmi yang penyusunannya tidak cermat, tidak memenuhi syarat-syarat surat yang baik. Oleh karena itu, pahamilah aturan-aturan tentang surat yang baik serta milikilah kepandaian atau keterampilan dalam menyusun surat.

BAB II

BAHASA SURAT

  1. 1.        Kriteria Bahasa Surat Yang Baik

 

       Bahasa surat harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

 

  1. Bahasa baku
  2. Bahasa jelas atau tidak bermakna ganda
  3. Lugas: tidak mubazir, tidak banyak basa-basi, mengikuti perkembangan bahasa surat
  4. Efektif dan efisien
  5. Bahasa padu, tiap gagasan dituangkan dalam 1 paragraf

Ciri paragraf yang baik:

  1. mengandung kesatuan isi
  2. kepaduan antar kalimat
  3. ada pengembangan gagasan pokok
  4. Bernalar
  5. Menarik atau mengandung rasa bahasa: kosa kata tepat, optimis, menghindari pengungkapan secara langsung hal-hal yang tidak menyenangkan
  6. Taat asas
  1. 2.        Contoh Penggunaan Bahasa Baku
No.

CIRI

Contoh

Baku Tidak Baku
1. Tidak tercampur bahasa daerah/asing saya, mengapa, bertemu, bandara gua, kenapa, airport
2. Pemakaian imbuhan secaraKonsisten dan eksplisit bekerja, menulis, membalas kerja, tulis, baca
3. Struktur kalimat sesuai kaidah Direktur sedang bertugas ke luar negeri Direktur  ke luar negeri
4. Pola sapaan resmi Bapak, Ibu, Saudara/i Tuan, Nyonya Abang, kakak
5. Tidak terpengaruh bahasa pasar dengan, memberi,    tidak mengapa sama, kasih, enggak
6. Tidak rancu berkali-kali, mengesampingkan berulang kali, mengenyampingkan
7. Tidak mengandung hiperkorek insaf, sah insyaf, syah

 

  1. 3.        Kapan Bahasa Baku Digunakan
  1. Komunikasi resmi: surat resmi, pengumuman, perundang-undangan, dan lain-lain.
  2. Wacana teknik: notulen, laporan resmi, penulisan ilmiah.
  3. Pembicaraan di muka umum: rapat, ceramah, perkuliahan, seminar, dan lain-lain.
  4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati.
  1. 4.        EYD Yang Sering Digunakan Dalam Surat Menyurat
  1. a.    Penulisan Nama dan Alamat Perusahaan

1. PT Persada Nusantara

Jalan Laksamana Yos Sudarso 101

Tanjung Karang

          2.     PT Dian Rama Putra

Jalan H. Muhammad Salim 22

Bandar Lampung 35146

  1. b.    Penulisan Nama Jabatan

Nama jabatan yang lazim  di  lingkungan  perusahaan yaitu direktur, manajer, kepala, ketua. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama-nama jabatan jika diikuti nama perusahaan.

Contoh:

1. Direktur Utama PT Mandiri

2. Manajer PT Nusantara

  1. c.    Penulisan Bentuk Singkatan dan Akronim

Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf, setiap hurufnya diikuti tanda titik. Contohnya:

1.  a.n.    :         atas nama

2.  d.a.    :         dengan alamat

3.  s.d.    :         sampai dengan

Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf hanya diikuti satu tanda titik,

contohnya:

1.  Yth.   : Yang terhormat

2.  Bpk.  : Bapak

3.  Sdr.   : Saudara

4.  Jln.   : Jalan

Singkatan  lain yang diikuti tanda titik adalah singkatan nama orang dan singkatan nama gelar, baik  gelar kesarjanaan, gelar bangsawan, maupun gelar keagamaan, misalnya:

  1. A. Yani    :  Ahmad Yani (singkatan nama)
  2. H. Saleh   :  Haji Saleh (singkatan gelar keagamaan)
  3. Ir. Shofia  :  Insinyur Shofia (singkatan gelar kesarjanaan)

Singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan lambang mata uang tidak diikuti tanda titik, contohnya:

  1. cm     :         centimeter
  2. kg      : kilogram

Singkatan nama perusahaan, lembaga pemerintah, organisasi, dan nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal ditulis dengan huruf kapital dan tidak diberi tanda titik  Contohnya:

  1. MPR    : Majelis Permusyawaratan Rakyat
  2. PT        : Perseroan Terbatas

Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.

Contohnya:

  1. Toserba  : Toko Serba Ada
  2. Unila      : Universitas Lampung
  1. 5.        Penulisan Bagian-bagian Pelengkap Surat Niaga
  1. 1.    Penulisan tanggal

Unsur-unsur yang ditulis pada bagian ini ialah tanggal, nama bulan, dan tahun.

Contoh:

  1. 15 Mei 2006
  2. 11 April 2006
  1. 2.    Penulisan nomor, hal, lampiran, dan tembusan

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dari keempat bagian itu. Antara         bagian-bagian itu dengan keterangan yang mengacunya dipakai tanda titik dua.

Contoh:

Nomor    :  123

Hal           : Permintaan Penangguhan

Lampiran    :    Dua lembar

Tembusan :

  1. Direktur PT Multimatra Perkasa
  2. Manajer Hotel Bumi Asih Jaya
  3. Direksi Bank Pacific
  1. 3.    Penulisan salam pembuka dan salam penutup

Penulisan kedua jenis salam ini diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda koma.

Contoh:

Salam  pembuka                                  Salam penutup

Dengan hormat,                                               Hormat kami,

Bpk. Ridwan yang terhormat,              Salam takzim,

Salam penutup dibubuhi tanda  tangan dan nama jelas pengirim serta jabatannya.

Contoh :

Hormat kami,                                                             Salam takzim,

a.n. Direktur PT Usaha Jaya

H.M. Nasrullah Yusuf, S.E., M.B.A.                         Santi Maria, A.Md.

Direktur                                                                      Sekretaris Direktur

  1. 4.    Penulisan Kata

a. Kata depan  ke  dan di ditulis terpisah dengan kata lain yang mengikutinya, sedangkan awalan ke- dan di- ditulis serangkai dengan kata  yang mengikutinya.

Contoh:

1.    ke   dan  di  kata  depan

ke kantor

ke perusahaan

  1.  ke- dan di- sebagai awalan

ditawarkan

ditangguhkan

b.  Gabungan dua kata atau lebih ditulis terpisah

Contoh:

Terima kasih

Suku  bunga

Gabungan kata yang dianggap sudah padu ditulis serangkai

Contoh:

wiraswasta

fotokopi

c.  Gabungan kata yang sudah satu unsurnya merupakan kata terikat, ditulis serangkai.

Contoh:

pramuniaga

purnajual

pascasarjana

d.  Gabungan kata yang diikuti oleh awalan atau akhiran ditulis terpisah, serangkai gabungan yang mendapat awalan dan akhiran ditulis serangkai.

Contoh:

tanggung jawab                 pertanggungjawaban

bergaris bawah                  digarisbawahi

  1. 5.    Penulisan Bentuk Perincian

Tanda baca yang digunakan dalam rincian adalah tanda koma.

Contoh:

Kami mengharapkan kehadiran Bapak dalam rapat direksi yang akan diadakan pada hari Selasa, tanggal 1 Agustus 2006, Pukul 14.00 – 16.00 WIB di ruang rapat untuk membahas penurunan harga saham.

Bentuk rincian di atas dapat juga ditulis ke bawah seperti  contoh di bawah ini:

Kami mengharapkan kehadiran Bapak dalam rapat direksi yang akan  diadakan pada:

Hari          : Selasa

Tanggal     : 1 Agustus 2006

Pukul        : 14.00 – 16.00 WIB

Tempat                 : Ruang Rapat

Acara        : Membahas penurunan harga saham

BAB III

BENTUK DAN FUNGSI BAGIAN SURAT

Pada dasarnya bentuk surat dibedakan dua bentuk saja. Bentuk-bentuk surat yang lain merupakan variasi dari bentuk surat tersebut. Kedua bentuk surat tersebut adalah bentuk lurus atau bentuk balok (block style) dan bentuk lekuk (indented style).

 

  1. 1.      Penggolongan dan Pembagian Surat

 

  1. Berdasar kepentingan isi surat:

–      Surat   pribadi: formal dan non formal

–      Surat dinas: surat keterangan, surat jalan, surat kelakuan baik,                                     surat izin, dan sebagainya.

–      Surat niaga: surat perkenalan, surat permintaan penawaran, surat pesanan dan balasannya, surat pengiriman pesanan, surat tagihan, surat klaim, surat-surat ketatausahaan, dan sebagainya.

  1. Berdasar wujud fisik surat: surat bersampul, surat tanpa sampul, kartu pos, faksimili,     e-mail.
  2. Berdasar cara pengiriman: surat kilat khusus, kilat, pengiriman biasa, surat-surat elektronik.
  3. Berdasar tingkat kerahasiaan: sangat rahasia, rahasia, konfidensial (terbatas), biasa.
  4. Berdasar jumlah sasaran: biasa, edaran dan pengumuman
  5. Berdasarkan tingkat penyelesaiannya : sangat penting, penting, biasa.

 

 

  1. 2.      Bentuk Tataletak Surat

Bentuk tataletaknya: lurus penuh, lurus, setengah lurus, alinea menggantung, lekuk, resmi. Bentuk-bentuk surat dalam bahasa Indonesia secara garis besar dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Bentuk Lurus Penuh (Full Block Style)

Bentuk surat seperti ini adalah bentuk surat yang paling mudah.

  1. Bentuk Lurus (Block Style)

Pada umumnya bentuk semacam ini banyak digunakan di perusahaan.

  1. Bentuk Setengah Lurus (Semi Block Style)
  1. Bentuk Lekuk (Indented Style)

Bentuk semacam ini cocok untuk surat yang alamat tujuannya singkat.

  1. Bentuk Resmi (Official Style)

Bentuk semacam ini biasanya banyak digunakan oleh instansi pemerintah.

  1. Bentuk Alinea Menggantung (Hanging Paragraph Style)
  1. Bentuk Surat Resmi Gaya Baru
  1. 3.      Bagian-bagian Surat

 

(1)    :         kepala surat

(2)    : tanggal, bulan, tahun surat

(3)    : nomor surat

(4)    : lampiran

(5)    : hal atau perihal

(6)    : alamat yang dituju (alamat dalam)

(7)    : salam pembuka

(8a)  : alenia pembuka

(8b)  : isi surat

(8c)  : alenia penutup

(9)    : salam penutup

(10)  : tanda tangan penanggungjawab surat

(11)  : nama penanggungjawab surat

(12)  : jabatan penanggungjawab surat

(13)  : tembusan

(14)  : inisial

      

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4.    Bagan Bentuk Surat

 

  1. a.         Bentuk Lurus Penuh (Full Block Style)

 

 

(8c)

(12)

b.       Bentuk Lurus (Block Style)

 

 

c.     Bentuk Setengah Lurus (Semi Block Style)

d.    Bentuk lekuk (Indented Style)

 

(7)

(6)

(5)

(4)

(3)

e.     Bentuk Resmi (Official Style)

 

 

f.     Bentuk Alenia Menggantung (Hanging Paragraph)

 

 

g.    Bentuk Resmi Gaya Baru

 

5.    Fungsi Bagian Surat

  1. 1.      Kepala Surat (Kop Surat)

Untuk mempermudah mengetahui nama dan alamat kantor/organisasi atau keterangan lain mengenai badan, organisasi atau instansi yang mengirim surat tersebut.

Biasanya kepala surat disusun dan dicetak dalam bentuk yang menarik, dan terdiri atas:

  1. Nama kantor badan, organisasi atau instansi;
  2. Alamat lengkap;
  3. Nomor telepon (bila ada), faksimili (bila ada)
  4. Nomor kotak pos atau tromol pos (bila ada)
  5. Nama alamat kawat dan nomor telex (bila ada)
  6. Moto (bila ada)
  7. E-mail, situs (bila ada)
  8. Macam usaha
  9. Nama dan alamat kantor cabang (bila ada)
  10. Nama bankir (untuk referensi)
  11. Lambang atau simbol (logo) dari organisasi atau instansi yang bersangkutan.
  12. Kepala surat untuk swasta dibuat bebas sesuai dengan citra pemilik perusahaan, tetapi untuk dinas pemerintah ada ketentuan tersendiri.
  1. 2.      Tanggal Surat

Apabila sudah ada kepala surat, maka menuliskan tanggal tidak perlu didahului oleh nama tempat/kota. Tanggal, bulan, dan tahun dituliskan secara lengkap.

Contoh:

28 Februari 2006

29 Juni 2006

 

  1. 3.      Nomor Surat

 

Setiap surat resmi yang keluar hendaknya diberi nomor, yang biasanya dinamakan nomor verbal (urut). Nomor surat dan kode tertentu pada surat dinas itu berguna untuk:

  1. Memudahkan pengaturan dan penyimpanan sebagai arsip
  2. Memudahkan penunjukan pada waktu mengadakan hubungan surat menyurat
  3. Memudahkan mencari surat itu kembali bilamana surat diperlukan
  4. Memudahkan petugas kearsipan dalam menggolongkan (mengklasifikasikan) penyimpanan surat
  5. Mengetahui jumlah surat keluar pada suatu periode tertentu

Contoh nomor surat

105/Dir – MS/VI/06

Nomor urut surat keluar

  1. 4.    Lampiran

 

Surat yang melampirkan sesuatu misalnya kuitansi atau fotokopi, dalam bagian surat   perlu dituliskan kata “lampiran”, yang diikuti jumlah yang dilampirkan. Misalnya, lampiran : 2 (dua) eksemplar atau 1 (satu) berkas.

Untuk surat bisnis ada 2 cara:

a.  di bawah nomor

b.  atau di kiri bawah

  1. 5.    Hal atau perihal

Sebaiknya pada setiap surat resmi, baik surat dinas pemerintah maupun swasta (bisnis), selalu dicantumkan pokok atau inti dari surat tersebut. Pada surat dinas pemerintah, penulisan kata “Hal” atau “Perihal” dicantumkan di bawah kata “Lampiran” secara vertikal, dengan catatan tidak boleh melewati tanggal surat.

Penulisan perihal ada 3 cara yaitu:

  1. Sebelum penulisan alamat dalam
  2. Setelah penulisan selesai alamat dalam
  3. Setelah salam pembuka
  1. 6.    Alamat yang dituju

 

Dalam menulis alamat surat, alamat luar (di amplop surat) harus sama dengan alamat  dalam (alamat yang dituju)

Ada dua cara penulisan nama orang yang dituju;

  1. Dengan mencantumkan  kata “Saudara, Bapak, Ibu”
  2. Namun apabila pengirim surat mau menyebut secara resmi dengan jabatan, pangkat, atau gelar akademis yang ada pada penerima surat, di depan nama si tertuju tidak perlu didahului sebutan Bapak, Ibu, Saudara.

Dinas pos menyarankan agar dalam menuliskan alamat pada sampul surat hendaknya jelas dan lengkap dengan Kode Pos agar memudahkan penyampaian surat.

Contoh menulis alamat:

  1. Alamat yang ditujukan kepada perorangan

Contoh:

Yth. Sdr. Dewi Sukmasari, S.E.

Jln. Jend. Suprapto No. 96

Bandar Lampung 35157

  1. Alamat yang ditujukan kepada nama jabatannya

Contoh:

Yth. Direktur PT Mandiri Sejahtera

Jln. Anggrek Raya No. 307

Jakarta 13465

  1. Alamat yang ditujukan kepada nama instansi/perusahaan

Contoh:

Kepada

PT Pembangunan Jaya

Jln. Rasuna Said Kav. 13

Jakarta 12540

  1. Alamat yang ditujukan kepada pejabat pemerintah dari perusahaan swasta

Contoh:

Yth. Kepala Kantor Wilayah

Departemen Pendidikan Nasional

Propinsi Lampung

Jln. Wolter Monginsidi No. 11

Bandar Lampung

  1. Penulisan alamat dari pejabat pemerintah kepada direktur perusahaan swasta tidak perlu menggunakan sebutan apapun

Contoh:

Yth. Direktur Utama PT Andalas

Jln. Soekarno Hatta 397

Bandar Lampung 35672

  1. Penulisan alamat dengan menggunakan u.p.

Contoh:

Yth. Direksi Bank Central Asia

u.p. Ibu Ani Suwansi, S.E., M.B.A

Direktur Perkreditan

Plaza BCA, Lt. XXI

Jln. Cassablanca  121

Jakarta 12103

  1. Penulisan alamat yang ditujukan kepada pemasang iklan

Contoh:

Yth. Pemilik Po. Box 405/Jkt

Jakarta 12005

atau

Kepada

Po. Box. 405/Jkt

Jakarta 12005

  1. 7.    Salam Pembuka

 

“Salam pembuka” atau salutasi merupakan tanda hormat penulis sebelum memulai pembicaraan. Namun untuk surat resmi/dinas pemerintah lazimnya tidak perlu diberi salam pembuka.

Salam pembuka pada surat niaga yang lazim digunakan ialah kata-kata:

Dengan hormat,

Saudara …….. yang terhormat,

Bapak ……… yang terhormat,

Salam pembuka untuk surat-menyurat pribadi/umum biasanya dipengaruhi oleh adat daerah atau agama yang dianut. Misalnya:

Assalamualaikum Wr.Wb.

Salam hormat,

  1. 8.    Isi Surat (tubuh surat)

 

Isi surat atau juga disebut tubuh surat terdiri atas alinea pembuka, isi surat dan alinea penutup.

  1. a.         Alinea Pembuka

 

Merupakan pengantar ke isi surat yang sesungguhnya guna menarik perhatian pembaca kepada pokok pembicaraan dalam surat tersebut.

Contoh alinea pembuka pada surat yang bersifat pemberitahuan, pernyataan, permintaan, atau laporan:

  1. Dengan ini kami beritahukan bahwa ……
  2. Bersama ini kami lampirkan …..
  3. Kami mengundang …..
  4. Sesuai dengan pemberitahuan ….
  5. Dengan sangat menyesal kami beritahukan bahwa …..
  6. Perkenankanlah kami melaporkan
  7. Menyambung surat kami tanggal … No. …

Orang sering mengacaukan pemakaian kata : “bersama ini”  dan “dengan ini” dalam menulis surat. Perkataan “bersama ini” hanya dipakai apabila pada surat ada sesuatu yang disertakan atau dilampirkan.

Contoh alinea pembuka pada surat balasan :

  1. Sehubungan  dengan surat Saudara tanggal …… No. …
  2. Membahas surat Saudara tanggal….. No. …
  3. Memenuhi permintaan Saudara melalui surat tanggal …… No. …
  4. Memperhatikan  surat Saudara tanggal … No. …
    1. Surat Saudara tanggal …. No. …. telah kami terima dengan baik. Sehubungan dengan itu ……

      

  1. b.         Isi  Surat

 

Isi atau pokok surat yang sesungguhnya memuat sesuatu yang diberitahukan, dilaporkan, ditanyakan, diminta atau hal-hal lain yang disampaikan pengirim kepada penerima surat.

Untuk menghindarkan salah tafsir dan demi efisiensi, isi surat hendaknya singkat, jelas, tepat dan hormat. Hindari penulisan kalimat yang panjang dan bertele-tele. Kalimat dalam surat itu haruslah memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang  baku. Misalnya jangan sampai ada kalimat yang tanpa subyek, atau hanya terdiri dari keterangan tempat  saja (baca syarat surat yang baik).

  1. c.         Alinea Penutup

 

Merupakan kesimpulan dan berfungsi sebagai kunci atau penegasan isi surat. Dalam alinea penutup biasanya mengandung harapan pengirim surat atau ucapan terima kasih kepada penerima surat dan pembicaraan telah selesai.

Contoh:

  1. Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.
    1. Kami berharap kerjasama kita membuahkan hasil baik dan berkembang terus, terima kasih.
    2. Sambil menunggu kabar selanjutnya, kami  ucapkan terima kasih.
    3. Demikian laporan kami, semoga mendapat perhatian Saudara.
      1. Besar harapan kami atas terkabulnya permohonan ini dan untuk itu kami ucapkan terima kasih.
  1. 9.    Isi surat (tubuh surat)

 

Fungsi salam penutup ialah untuk menunjukkan rasa hormat dan keakraban pengirim terhadap penerima surat.

Contoh:

  1. Hormat kami,
  2. Salam kami,
  3. Wassalam,

Pada surat dinas pemerintah tidak dicantumkan salam penutup melainkan cukup disebutkan nama jabatan atau kantornya, kemudian mencantumkan nama terang di bawah tandatangan. Dewasa ini di bawah nama terang dituliskan  pula Nomor Induk Pegawai  (NIP).

Contoh:

Kepala Biro Kepegawaian

Mahatir Muhammad

NIP. 160081022

10/11. Tandatangan dan Nama Terang Penanggung Jawab Surat

Surat yang ditandatangani oleh pejabat yang berhak atau oleh orang lain atas nama pejabat yang berwenang adalah sah. Sebaliknya surat yangg ditandatangani oleh orang yang tidak  berwenang dianggap tidak sah dan tidak berlaku.

Di bawah nama terang, untuk surat resmi/dinas pemerintah selalu dicantumkan NIP. Gunanya untuk mengetahui identitas unit organisasi tiap-tiap departemen.

  1. 12.  Jabatan Penanggungjawab Surat

Untuk surat niaga biasanya di bawah nama terang penanggungjawab surat dicantumkan jabatan dari penanggungjawab tersebut. Pencantuman jabatan penanggungjawab ini selain untuk mengetahui dari bagian mana surat itu dikeluarkan, juga untuk menunjukkan bobot isi surat tersebut dan kewenangan.

  1. 13.     Tembusan

 

Tembusan (c.c. = carbon copy😉 surat atau  tindasan dikirimkan ke beberapa instansi atau pihak lain yang ada kaitannya dengan surat yang bersangkutan.

Tembusan:

  1. Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Lampung
  2. Gubernur Lampung
  3. Walikota Bandar Lampung
  4. Arsip

Atau

cc.:            1.

2.

  1. 14.     Inisial

Inisial atau singkatan biasanya diambil huruf pertama dari nama penyusun konsep surat dan pengetik surat tersebut. Biasanya hal ini hanya dipakai pada surat niaga. Gunanya untuk mengetahui siapa konseptor surat tersebut dan siapa pula pengetiknya, sehingga bila dikemudian hari terjadi kekeliruan, maka mudah mengurusnya.

BAB IV

SURAT LAMARAN PEKERJAAN DAN BALASANNYA

 

 

A.      Surat Lamaran Pekerjaan

 

  1. 1.        Pengertian

 

Arti dari kata lamaran adalah permohonan untuk memperoleh sesuatu, sedangkan arti dari surat lamaran pekerjaan adalah surat yang dibuat oleh pencari kerja (pelamar) untuk  kemudian dikirimkan kepada suatu badan usaha atau instansi guna mendapatkan pekerjaan atau jabatan sesuai dengan lowongan pekerjaan atau jabatan yang ditawarkan.

Tindakan para pencari kerja mengirimkan surat lamaran pekerjaan akan menimbulkan tanggapan dari pihak badan usaha  atau instansi yang menawarkan  pekerjaan atau jabatan   tertentu. Tanggapan itu dapat berupa panggilan testing terhadap pelamar, penolakan lamaran, dan jika memenuhi syarat pelamar akan dipanggil untuk bekerja.

  1. 2.        Tata Cara Menulis Surat Lamaran

Dalam menyusun surat lamaran, para pencari kerja haruslah memperhatikan hal-hal berikut.

  1. Menyebutkan data pribadi pelamar yang meliputi:

1).      nama lengkap;

2).   tempat dan tanggal lahir;

3).   jenis kelamin;

4).   agama;

5).   status kewarganegaraan;

6).   keterangan sudah atau belum menikah;

7).   alamat atau tempat tinggal yang mudah dihubungi.

  1. Riwayat pendidikan dan ijazah yang dimiliki, meliputi:

1).        Pendidikan formal, misalnya SD, SLTP, SLTA, akademi, atau universitas          (jika ada);

2).        Pendidikan informal, misalnya kursus-kursus : bahasa Inggris, bahasa Mandarin, Komputer, Pengembangan Pribadi, Public Relation, dan lain-lain.

  1. Kecakapan khusus yang dimiliki, misalnya menyetir mobil, mendisain ruangan.
  1. Pengalaman bekerja yang sejenis dengan jabatan yang dilamarnya atau pengalaman bekerja di bidang lain. Bila belum pernah sebaiknya menyebutkan kemampuan  bekerja untuk jabatan yang dilamarnya berdasarkan pendidikan  yang dimiliki.
  1. 3.        Lampiran Surat Lamaran

 

Yang dimaksud dengan lampiran adalah segala sesuatu yang disertakan atau dicantumkan dalam surat lamaran dengan maksud untuk mempertegas atau memperkuat surat tersebut sebagai bahan pertimbangan bagi  pihak badan usaha atau instansi yang menawarkan pekerjaan atau jabatan tertentu.

Bila surat lamaran pekerjaan berdasarkan iklan, sesuaikan lampiran dengan permintaan.

  1. 4.        Tatacara Menuliskan Daftar Riwayat Hidup

Saat ini banyak beredar di  pasar formulir daftar riwayat hidup, sehingga pelamar tinggal mengisi saja. Namun, pada umumnya pelamar lebih baik membuat sendiri. Daftar  riwayat hidup biasanya berisikan tentang:

  1. data pribadi yang terdiri dari: nama lengkap; tempat tanggal lahir; jenis kelamin; kewarganegaraan; status; alamat.
  2. pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal dan pendidikan informal;
  3. pengalaman bekerja;
  4. keterangan-keterangan lain.
B.       Balasan Surat Lamaran Pekerjaan

 

  1. 1.        Surat Panggilan

 

Setelah menerima surat-surat lamaran, suatu badan usaha, kantor atau instansi yang bersangkutan memberikan tanggapan, yang biasanya berupa panggilan. Surat panggilan lazimnya berisi panggilan untuk datang ke perusahaan atau instansi yang bersangkutan  untuk  suatu wawancara, testing, atau latihan-latihan tugas yang lain.

  1. 2.         Surat Penolakan

Apabila lowongan sudah terisi ataupun  suatu badan usaha menolak lamaran yang diajukan oleh seseorang karena dianggap tidak memenuhi syarat, maka instansi atau badan usaha tersebut akan mengeluarkan surat penolakan. Surat penolakan lazimnya dituliskan secara halus, disertai dengan alasan-alasan penolakan yang masuk akal dan diusahakan bersifat simpatik agar tidak menyinggung.

 

 

 

 

      

 

 

 

 

 

 

 

 

Contoh:  Surat Lamaran Pekerjaan Berpengalaman

 

Rusliyawati, A.Md.

Jl. Ratu Dibalau 79

Bandar Lampung 35467

 

20 Juni 2006

Yth. Direktur Personalia

PT Cahaya Lintas Cemerlang

Jl. Melawai III No. 6

Blok M – Jakarta 12310

 

Dengan hormat,

Hal : Lamaran pekerjaan untuk jabatan perancang grafis

Setelah membaca iklan di harian Kompas tanggal 17 Juni 2006, tentang formasi jabatan perancang grafis, saya tertarik untuk mengisi jabatan tersebut.

Sesuai dengan persyaratan yang diminta, saya terbiasa bekerja dengan PC dan Macintosh. Saya juga menguasai program macromedia freehands, adobe photoshop, adobe illustrator, dan berbagai program lain yang terkait dengan pembuatan grafis. Selama dua tahun saya telah bekerja pada jabatan yang sama di sebuah surat kabar Lampung. Dalam berkomunikasi sehari-hari saya mampu menggunakan bahasa Inggris dengan baik. Untuk melengkapi keterampilan, saat ini saya sedang mengikuti kursus bahasa Jepang.

Berdasar pengetahuan dan pengalaman kerja yang saya miliki, saya yakin dapat menangani pekerjaan yang berhubungan dengan pembuatan grafik di perusahaan periklanan yang                   Bapak/Ibu pimpin. Jika diperlukan, saya akan mengikuti uji keterampilan dan wawancara dengan senang hati.

Untuk melengkapi lamaran ini, saya lampirkan daftar riwayat hidup, fotokopi ijazah, transkrip nilai, dan foto terakhir.

Semoga Bapak/Ibu berkenan mengabulkan lamaran ini. Atas perhatian yang diberikan                  saya mengucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Rusliyawati, A.Md.

 

 

 

 

 


Daftar Riwayat Hidup

  1. I.         Identitas

 

Nama                                 :  Rusliyawati, A.Md.

Tempat, tgl. lahir                : Bandar Lampung, 1 Januari 1980

Alamat                               : Jl. Ratu Dibalau 79

Bandar Lampung 35467

Telepon                              :  0721-703033 (sesudah pk. 17.00 WIB)

HP 0812-79-55000

Status                                 : Belum menikah

  1. II.      Pendidikan

 

2001        : Lulus D3, Jurusan Teknik Komputer, AMIK Teknokrat, Bandar Lampung

1998        : Lulus SMU Negeri 2, Bandar Lampung

1995        : Lulus SLTP Negeri 2, Bandar Lampung

1992        : Lulus SD Negeri 1, Bandar Lampung

       Pendidikan tambahan

Juli 2000 – Juli 2002          : Kursus bahasa Inggris di LPBM Teknokrat

Januari 2003 – sekarang     : Kursus bahasa Mandarin di LPBM Teknokrat

  1. III.   Pengalaman kerja

 

Juli 2001 – sekarang          : Staf perancang grafis pada sebuah harian di Lampung

1999 – 2001                       : Tenaga pemasaran  PT Asuransi Lipo Life,

Bandar Lampung (pekerjaan paruh waktu)

  1. IV.    Lain-lain

 

       Pengalaman Organisasi    :  – Bendahara BEM Teknokrat, Bandar Lampung

                                                      periode 2000-2001

– Ketua II OSIS SMU Negeri 2, Bandar Lampung

periode 1996-1997

–  Ketua Karang Taruna Desa Tanjungseneng,

Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, Periode 2002-2003

       Hobi                                      :       Membaca dan beraktivitas sosial

Hormat saya,

Rusliyawati, A.Md.


Contoh: Surat  Lamaran Pekerjaan Tidak Berpengalaman

Bandar Lampung, 20 Juni 2006

Yth. Manajer Personalia

PT Nestle Indonesia

Jl. Soekarno Hatta Km. 7

Bandar Lampung 35007

Hal : Lamaran pekerjaan untuk jabatan sekretaris

Dengan hormat,

Saya adalah alumnus pendidikan Diploma Satu Tahun Sekretaris LPBM Teknokrat,                    Bandar Lampung tahun 2003, dengan indeks prestasi kumulatif 3,75.

Berdasar pendidikan tersebut saya mengajukan lamaran pekerjaan sebagai sekretaris                        di perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin. Berikut ini adalah  data pribadi saya.

Nama                                : Santi Maria, A.Md.

Tempat, Tanggal lahir       : Bandar Lampung, 17 Agustus 1983

Alamat                              : Jl. Danau Toba No. 45

Bandar Lampung 35678

Telepon                            : 0721 (700891)

Saya memiliki  keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang sekretaris. Saya mampu mengoperasikan  berbagai program komputer, korespondensi niaga bahasa Indonesia maupun Inggris, tata kearsipan dan administrasi perkantoran modern. Dalam berkomunikasi saya menguasai bahasa Inggris dan bahasa Mandarin dengan baik.

Meski saya belum mempunyai pengalaman kerja, tetapi berkat pendidikan dan latihan yang intensif, saya yakin dapat mengerjakan tugas-tugas kesekretarisan dengan baik.

Surat lamaran pekerjaan ini saya ajukan kepada Bapak/Ibu dengan harapan dapat diterima bekerja di lingkungan PT Nestle Indonesia, Bandar Lampung. Atas perhatian yang diberikan saya mengucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Santi Maria, A.Md.   

Lampiran:

  1. Daftar Riwayat Hidup
  2. Fotokopi Ijazah Terakhir
  3. Transkrip Nilai
  4. Foto 4 x 6


Surat Panggilan Lamaran Pekerjaan

 

Lembaga Pendidikan Bisnis & Manajemen

TEKNOKRAT

Jl. Kartini No. 114-120 Telp. (0721) 263038, 256922

Jl. H. Zainal Abidin Pagaralam 9-11 Kedaton Telp. (0721) 702022 (hunting)

BANDARLAMPUNG

No. : 455/TJ-1/I/06                                                                  12 Januari 2006

Hal  : Lamaran Pekerjaan

Kepada

Yth. Sdr. Iwan Purwanto, A.Md.

Jalan Z.A Pagar Alam No. 16

Bandar Lampung

Dengan hormat,

Sehubungan dengan surat lamaran Saudara tanggal 3 Januari 2006, untuk pertimbangan lebih lanjut kami mengharapkan kedatangan Saudara di kantor kami pada:

Hari/tanggal   : Senin, 19 Januari 2006

Jam                : 09.00 WIB s.d. selesai

Tempat          : LPBM Teknokrat

Jalan Kartini No. 114-120 Bandar Lampung

Pada kesempatan tersebut akan diadakan tes tertulis dan wawancara. Harap Saudara membawa semua ijazah dan surat-surat keterangan asli yang diperlukan serta membawa peralatan menulis.

Harap Saudara datang tepat pada waktunya. Bila ternyata pada waktu yang ditetapkan Saudara belum datang, maka Saudara dianggap mengundurkan diri.

Atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Mahathir Muhammad, S.E.

Direktur

 


Surat Penolakan Lamaran Pekerjaan         

 

 

Lembaga Pendidikan Bisnis & Manajemen

TEKNOKRAT

Jl. Kartini No. 114-120 Telp. (0721) 263038, 256922

Jl. H. Zainal Abidin Pagaralam 9-11 Kedaton Telp. (0721) 702022 (hunting)

BANDARLAMPUNG

No.    : 455/TJ-1/2006                                                            12 Januari 2006

Hal    : Lamaran Pekerjaan

Kepada

Yth. Sdr. Rohimah, A.Md.

Jalan Untung Suropati 1 A

Bandar Lampung

Dengan hormat,

Sehubungan dengan surat lamaran Saudara, dengan sangat menyesal kami beritahukan bahwa lowongan jabatan  tersebut  sudah terisi.

Namun demikian nama Saudara telah kami catat, sehingga apabila ternyata di kemudian hari terdapat lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi Saudara, kami dapat menghubungi kembali.

Bersama ini kami kembalikan berkas lamaran Saudara untuk dapat digunakan melamar                    di perusahaan/instansi lain dan akan sukses.

Atas perhatian Saudara,  kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

                                                                                              

                                                                                               Mahathir Muhammad, S.E.

Direktur

BAB V

SURAT SEKRETARIS

 

Pengertian Surat Sekretaris

Surat sekretaris adalah surat-surat rutin yang terdapat dalam suatu organisasi; niaga, sosial, dan pemerintah. Peran sekretaris dalam kegiatan surat menyurat sebagai pengonsep surat yang harus ditandatangani oleh pimpinan. Namun sekretaris juga punya wewenang untuk menandatangani surat-surat jenis tertentu yang tidak perlu ditandatangani oleh pimpinan. Jadi seorang sekretaris akan menangani surat-surat intern ketatausahaan seperti:

  1. 1.        Surat Undangan

 

  1. a.         Pengertian Surat Undangan

Surat Undangan adalah surat pemberitahuan yang sifatnya mengharapkan kedatangan seseorang untuk berpartisipasi dalam suatu acara tertentu di tempat dan waktu yang telah ditentukan. Surat undangan seringdigunakan untuk beberapa tujuan, misalnya undangan rapat, undangan peresmian gedung baru, dan undangan pembukaan usaha baru.

  1. b.         Tatacara Menulis Surat Undangan

Adapun tatacara penulisan surat undangan yang bersifat kegiatan bisnis adalah sebagai berikut:

  1. Perlu menggunakan kepala surat (kop surat), baik sudah dicetak maupun yang diketik.
  2. Perlu mencantumkan nomor undangan serta tanggal pembuatannya.
  3. Perlu mencantumkan perihal surat.
  4. Mencantumkan nama orang yang hendak diberikan undangan.
  5. Mencantumkan  hari, tanggal, waktu, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
  6. Surat undangan dinas harus ditandatangani oleh pejabat yang bertanggungjawab atas undangan tersebut.
  1. c.         Menulis Surat Undangan di Kartu

Surat undangan dapat ditulis pada kertas biasa (dengan berbagai ukuran) atau dengan menggunakan  kartu. Untuk membuat undangan dengan menggunakan kartu, haruslah dicetak serapi mungkin dengan menggunakan tulisan dan gaya bahasa yang baik dan menarik. Dapat juga diberikan sedikit ornamen pada kartu undangan tersebut. Pilihlah kartu dengan warna yang menarik dan tidak mencolok dipandang mata.

  1. d.         Menyampaikan Surat Undangan

Surat undangan  biasanya disampaikan sebelum acara dilaksanakan. Lazimnya tiga hari atau seminggu sebelum acara dimulai. Maksudnya agar mereka yang diundang dapat mempersiapkan diri dan dapat mengambil keputusan dengan pertimbangan baik, apakah mereka dapat atau tidak memenuhi undangan tersebut.

Surat undangan dapat disampaikan melalui pos atau diantarkan langsung oleh petugas khusus. Hal ini bergantung pada letak jarak antara pengirim undangan.

  1. 2.        Surat Ucapan

Pada dasarnya surat ucapan, baik ucapan selamat, permintaan maaf, maupun ucapan turut berduka cita, sama dengan penulisan surat-surat yang telah dijelaskan sebelumnya.                Yang berbeda hanyalah isi surat.

Surat ucapan dapat ditulis atau dicetak pada kertas biasa atau pada selembar kartu. Surat ucapan dapat dibuat atas nama suatu badan atau atas nama pribadi. Surat ucapan atas nama pribadi tentunya tidak menggunakan kepala surat. Tulislah  surat ucapan dengan bahasa yang menarik dan takzim.

3.    Surat Referensi

 

Surat  referensi adalah surat yang isinya menyatakan hal-hal atau fakta yang menyangkut suatu badan usaha atau instansi.  Surat referensi ini dibuat oleh suatu badan atau instansi atas permintaan suatu badan atau instansi lain yang memerlukannya.

Dalam suatu perjanjian  jual beli secara kredit, surat referensi sangat diperlukan. Gunanya adalah untuk membantu kreditur agar memperoleh gambaran atau informasi mengenai keadaan calon pembeli, misalnya mengenai sikap tanggung jawab terhadap utang piutang.

Sama halnya dengan surat-surat yang lain, surat referensi  juga memiliki isi dengan bagian-bagian surat yang lengkap. Isi surat referensi harus disusun sebaik mungkin agar menimbulkan kesan sopan dan baik dan memuat informasi yang sesuai dengan fakta yang ada.

 

  1. 4.         Memo dan Nota

Adalah surat yang dipergunakan untuk keperluan intern kantor/organisasi, pada umumnya tidak mencantumkan identitas kantor secara lengkap.

 

  1. 5.        Surat Pemberitahuan, Pengumuman, dan Edaran

              a. Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan adalah surat yang berisi pemberitahuan kepada semua anggota  dalam lingkungan yang merupakan bagian dari suatu perusahaan atau instansi.

Jenis-jenis surat pemberitahuan:

  1. Pemberitahuan nomor telepon
  2. Pindah alamat
  3. Pembukaan kantor cabang baru
  4. Perubahan harga
  5. Perubahan rekening nasabah bank
  6. Penaikan  dan penyusutan suku bunga bank
  7. Pemberitahuan posisi saham

Bagi  suatu organisasi, surat pemberitahuan dapat dipakai untuk sasaran intern maupun sasaran ekstern.

Jika dari latar belakang penulisan isinya dapat dibedakan atas dua macam :

  1. Pemberitahuan yang isinya merupakan inisiatif pengiriman surat.
  2. Pemberitahuan yang isinya merupakan jawaban atas balasan surat yang telah diterima sebelumnya oleh pengirim berita.

Struktur surat pemberitahuan sebagai berikut:

  1. Pembukaan, yaitu bagian pengantar atau pendahuluan yang mengemukakan masalah pokok surat.
  2. Isi, yaitu rincian, uraian, keterangan, atau penjelasan dari masalah pokok yang diberitahukan.
  3. Penutup, yaitu berisi harapan agar pihak yang dituju memaklumi hal yang disampaikan,  dan perlu meminta tanggapan atau reaksinya atas pemberitahuan yang diterimanya.

       b.  Surat Pengumuman

Surat Pengumuman adalah surat yang berisi pengumuman mengenai sesuatu hal yang perlu diketahui oleh seluruh anggota/warga suatu unit.

Bagian-bagian surat pengumuman adalah sebagai berikut:

  1. Bagian kepala surat memuat nama dan alamat yang memberikan pengumuman, petunjuk, pengumuman, nomor pengumuman dan perihal pengumuman.
  2. Bagian isi memuat isi pengumuman
    1. Bagian kaki memuat tanggal dan bulan pengumuman nama, dan jabatan penanggung jawab yang memberikan pengumuman.

Perbedaan surat pengumuman dan surat pemberitahuan terletak pada pemilihan bentuk, cara penyampaian, kelengkapan notasinya serta sifat suratnya. Surat pemberitahuan pada umumnya:

  1. Menggunakan bentuk perihal, sedangkan pengumuman menggunakan sistem judul.
    1. Pemberitahuan langsung kepada orang yang dituju, sedangkan pengumuman umumnya disampaikan dengan cara menempel pada papan pengumuman atau memasangnya sebagai iklan disurat kabar.
    2. Ada beberapa surat pemberitahuan yang mencantumkan notasi tembusan, sedangkan dalam pengumuman tidak.
    3. Ada beberapa pemberitahuan yang isinya rahasia sedangkan pengumuman tidak rahasia.

       c.  Surat Edaran

Surat edaran adalah jenis surat dinas yang berisi penjelasan atau petunjuk tentang cara pelaksanaan suatu ketentuan atau peraturan dari pejabat tertentu kepada bawahan atau karyawan.

Bentuk surat edaran dapat dibedakan menjadi 2 macam :

  1. Surat edaran umum
  2. Surat edaran khusus

Format Surat Edaran:

Bagian-bagian Surat Edaran:

1.  Kepala surat : berisi nama dan alamat instansi yang bersangkutan, petunjuk surat edaran, nomor, dan perihal.

  1. Isi surat edaran
    1. Kaki surat : berisi tanggl dibuatnya surat edaran, bagian yang mengeluarkan edaran, Nomor Induk Pegawai.

Contoh : Surat Undangan Rapat

 

PT TEKNOKRAT BARU

Jl. Z.A. Pagar Alam No. 9 – 11 Kedaton

Bandar Lampung

 

 

Nomor   :    97/Dir.- RPS/VI/2006                                          10 Juni 2006

Hal         :    Undangan Rapat Pemegang Saham

Kepada

Yth. Ibu Hernaini Nasrul

Jl. Jenderal Suprapto No. 96

Bandar Lampung

Dengan hormat,

Dalam rangka perluasan PT Teknokrat Baru Cabang Lampung, kami mengundang Ibu untuk menghadiri rapat yang akan diselenggarakan pada:

Hari, tanggal      : Senin, 22 Juni 2006

Waktu                : 09.00 s.d.13.00 WIB

Tempat              : Hotel Sahid Krakatau

Jl. Yos Sudarso Panjang

Bandar Lampung

Acara                 : 1. Pembukaan

2. Laporan-laporan

  1.                                       3.            Pengarahan

4. Pembahasan langkah-langkah perluasan perusahaan

5. Penutup

karena pentingnya rapat tersebut diatas, kami mengharapkan kehadiran ibu lima belas menit sebelum acara dimulai.

Atas perhatian Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Rusliyawati, A.Md.

Direktur

RSVP : Rina dan Tia, telp. 257885 Pes. 66


Contoh : Surat Ucapan Terima Kasih

 

 

 

PT TEKNOKRAT BARU

Jl. H. Zainal Abidin Pagaralam 9-11 Kedaton Telp. (0721) 702022

BANDARLAMPUNG

Nomor   :  036TB-JL/VII/2006                                          3 Juli 2006

Yth. Pimpinan

PT Sarana Lampung Ventura

Jl. Raden Intan No. 40 Tanjungkarang

Bandar Lampung

Hal : Ucapan Terima kasih

Dengan hormat,

Kami mengucapkan terima kasih terhadap peran serta PT Sarana Lampung Ventura dalam simposium sehari “Otonomi Daerah dan Tantangan Dunia Usaha” yang telah kami selenggarakan pada tanggal 20 Juni 2003 bertempat di Hotel Sheraton Bandar Lampung.

Semoga kerjasama PT Sarana Lampung Ventura dengan PT Teknokrat Baru dapat berjalan dengan baik.

Hormat kami,

                                                                                          Rosdiyanti, A.Md.

Sekretaris Direktur

Contoh : Surat Referensi

 

 

PT FAJAR AGUNG

Jalan Raden Intan No. 12 Tanjungkarang

Bandarlampung

 

No.      : 222/PR-RHS/II/2006                                      10 Februari 2006

Hal       : Referensi

Kepada

Yth. Direktur PT Matahari

Jalan Raden Intan 90

Bandarlampung

Dengan hormat,

Berkenaan dengan surat Saudara No. 175/S/2006 tanggal 5 Januari 2006 perihal                    Toko Teknokrat, Jalan Kartini 55 Bandarlampung, kami kabarkan sejauh yang  kami ketahui bahwa  Toko Teknokrat mempunyai reputasi yang baik.

Apabila Toko Teknokrat mengambil barang dengan kredit selalu dilunasi tepat pada waktu yang telah dijanjikan. Selama ini transaksi yang pernah dilakukan paling banyak sebesar                         Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Demikianlah pertimbangan yang dapat kami kemukakan. Untuk tindakan lebih lanjut, kami serahkan kepada Saudara.

Hormat kami,

 

 

Abadi Muhammad, S.E.

Direktur

NOTA DINAS

No. 23/PN/VII/2006

Kepada  : Yth. Manajer Personalia

Yth. Manajer Umum Humas

Yth. Manajer Adm. & Kerjasama

Dari        : Direktur Teknik dan Operasi

Perihal    : Izin bagi staf untuk menjadi petugas Upacara Pengibaran Bendera

17 Agustus 2006

Diinstrusikan kepada Saudara untuk mengizinkan dan menugaskan staf Saudara yang nama dan NIP-nya tercantum pada daftar  terlampir agar mengikuti latihan upacara pengibaran bendera di kantor pusat.

Jika karena suatu hal diantara mereka ada yang terpaksa tidak dapat mengikuti latihan ini, harap memberitahukan secara tertulis kepada bagian Umum dan Humas, Seksi Protokol, di Jalan Ramayana Raya No. 33 Tanjungkarang.

Tanjung Karang, 23 Juli 2006

Direktur Operasi dan Teknik

Mahatir Muhammad, S.E.

NIP. 352143654

Lampiran : 1 (satu) berkas

MEMORANDUM

10 Juni 2006

Kepada  : Kabag. Produksi

Dari        : Kabag. Pemasaran

Hal         : Pengiriman Komputer

Mohon disediakan 25 unit komputer, untuk dikirim ke PT Sejahtera,               Jalan Bukit Barisan No. 23 Bandar Lampung

Contoh : Memo dan Nota
Contoh : Surat Pemberitahuan

PEMBERITAHUAN

Berdasarkan Keputusan  Menteri Keuangan

Nomor: S-1786/MK.17/2002, tertanggal 20 Oktober 2002,

dan keputusan Menteri Kehakiman Nomor: C3-7813, II T.01.04.TH.02,

tertanggal 15 September 2002, terhitung 20 Desember  2002,

Bank Papan Nasional berganti nama menjadi :

 

BANK DUTA JAYA

Sehubungan dengan hal tersebut, semua surat-surat berharga, surat perjanjian kredit

dan surat-surat  perjanjian lainnya yang sudah ditandatangani, maupun materi cetakan yang masih memakai logo dan nama Bank Papan Nasional tetap berlaku sampai habis masanya

dan/atau mendapat penggantian.

Jl. Dua Lima No. 71, Jakarta 13210, Telepon (021) 9673201

Faksimile (021) 9327310, Alamat kawat : Banka Papan Nasional

Contoh : Surat Pengumuman

PENGUMUMAN

Sehubungan dengan penutupan tahun 2006 dengan ini diumumkan bahwa pada tanggal                     31 Desember 2006:

  1. Kantor ditutup untuk umum
  2. Kas ditutup
  3. Kliring ditiadakan
    1. Transaksi devisa bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank dengan Bank Negara Indonesia ditiadakan

BANK NEGARA INDONESIA           

Contoh : Surat Edaran
BAB VI

PROSEDUR NIAGA

 

 

  1. 1.        Prosedur Niaga

 

Tujuan dari kegiatan niaga adalah terjadinya transaksi, yaitu adanya kesepakatan jual beli yang ditandai penyerahan barang atau jasa oleh pihak penjual dan penyerahan uang oleh pihak pembeli. Sebelum terjadinya transaksi kedua pihak akan melewati proses yang disebut prosedur niaga. Rangkaian tahapan dimulai dari perkenalan, permintaan penawaran, pesanan dan pengiriman pesanan.

Secara umum tahapan prosedur niaga  bisa digambarkan dalam diagram ini

(lihat diagram)

  1. 2.        Daftar Istilah Niaga
  1. A.   Umum

 

Accomodation, akomodasi           =   semua yang memenuhi keperluan seperti penginapan dan  transportasi.

After Sales Service                       =   layanan purnajual

Bonafide                                      =   bisa dipercaya

Brosur                                          =   lembaran berita yang umumnya berisi gambar dan keterangan singkat mengenai  produk tertentu.

Cargo                                          =   muatan

Certificate of origin                     =   surat keterangan yang menyatakan asal barang diimpor.

Commercial Invoice                     =   faktur untuk perdagangan internasional

CCB (Claim Constatering Bewijs)     = surat bukti kerusakan barang

Claim                                           =   hak untuk memperoleh ganti rugi atau perbaikan

Confidential                                 =   kepercayaan kepada orang tertentu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah pribadi

Consignment                                =   konsinyasi, perdagangan titip jual

Devident                                      =   pembagian keuntungan untuk pemilik saham yang besarnya ditetapkan oleh direksi dan disahkan dalam rapat pemegang saham.

DP (Down Payment)                    =   uang muka, panjar

Faktur                                          =  surat perhitungan mengenai barang-barang yang dijual (tanda bukti jual beli barang).

Grace period                               =   masa tenggang, masa penangguhan pengembalian  pinjaman.

Joint venture                                =   gabungan beberapa perusahaan untuk bekerjasama dengan cara bagi hasil.

Konosemen (Bill of Loading = B/L)      =  surat angkutan barang yang dikirim dengan kapal laut.

Leasing                                        =   penyewaan

Long term loan                            =   pinjaman jangka panjang lebih dari lima tahun.

Mail order selling                        =   penjualan barang melalui pos

Manual                                        =   buku pedoman pengoperasian barang

Monster, sample                          =   contoh barang

Packaging                                   =   pengepakan

Packing list                                  =   daftar rincian barang dalam peti

Patent                                          =   hak dari pemerintah kepada orang atau badan yang menemukan hasil atau karya tertentu.

Promes                                        =   surat pernyataan kesanggupan dari orang yang berhutang untuk membayar pada waktu yang ditetapkan.

Ready stock                                 =   persediaan barang  yang siap untuk dikirim.

Retail outlet                                 =   toko eceran

SE & O (salvo errore at ommisionem)

atau sering juga disebut

E & O

(error and ommissions excepted)     = perhitungan dapat dibetulkan jika terdapat

                                                         kesalahan.

Underwriter                                 =   pemegang resiko, orang atau perusahaan yang menangani masalah asuransi.

  1. B.   Sifat penawaran

Penawaran bebas                         =   penawaran  yang tidak terikat oleh jangka  waktu tertentu. Jika sewaktu-waktu terjadi perubahan harga, maka tidak perlu diberitahu lebih dahulu.

Penawaran berjangka                   =   penawaran dengan syarat jual beli dan harga barang ditawarkan hanya dalam jangka waktu tertentu.

Penawaran terikat                        =   penawaran dengan syarat-syarat tertentu dan hanya terikat. Jika sewaktu-waktu terjadi perubahan  harga, penjualan harus memberitahu terlebih dahulu.

  1. C.   Cara Pembayaran

Dibayar di muka                          =   barang-barang dibayar sebelum barang diterima atau sebelum  barangnya ada.

Dibayar kontan (cash)                 =  barang dibayar tunai bersama surat pesanan.

Dibayar di belakang                     = pembayaran dilakukan beberapa saat setelah barang diterima.

CAC (Cash and Carry)                =  barang dibayar terlebih dahulu sebelum dibawa, atau  uang diterima lebih dahulu baru barang dikirim.

COD (Cash on Delivery)             =   pembayaran  dilakukan pada saat barang diterima.

Secara rembers                            =   pembeli menyerahkan pembayaran kepada pengangkut barang pada waktu barang diserahkan.

Pada waktu dokumen tiba            =   pembayaran dilakukan pada waktu dokumen tiba. Pembeli harus menebus dokumen tersebut baru dapat mengambil barangnya di gudang pelabuhan.

  1. D.   Potongan harga

 

Potongan tunai          =   potongan yang diberikan karena pembeli membayar tunai.

Korting atau discount    =            potongan yang diberikan karena membeli dalam jumlah besar.

Rabat                        =   potongan yang diberikan kepada agen atau toko karena barang  hendak dijual lagi.

Refaksi                     =   potongan karena pada barang yang dikirim terdapat kesalahan mutu.

  1. E.   Potongan berat

 

Tarra                         =   potongan berat kotor barang

Ekstra tarra                = potongan barang karena pembungkusnya yang luar biasa misalnya peti yang memakai pelat besi.

Tarra netto                =   potongan berat yang diberikan setelah barang ditimbang dengan sungguh-sungguh.

Tarra faktur               =   potongan berat kotor barang yang resmi dicantumkan pada barang yang dikirim.

  1. F.                  Cara Penyerahan Barang

Loco Gudang                          =   barang diserahkan kepada pembeli sebelum dibungkus atau ditimbang. Pembeli menanggung ongkos penimbangan, pengepakan, dll.

Franco Station                        =   ongkos mengangkut barang dari gudang sampai stasiun kereta api ditanggung pembeli.

FOB (Free On Board)             =   penjual menanggung ongkos pengangkutan sampai barang dimuat di kapal.

C & F (Cost and Freight)        =   semua ongkos termasuk pengangkutan barang dengan kapal ditanggung oleh penjual.

CIF (Cost Insurance and Freight)= semua ongkos barang  termasuk  asuransi dan pengangkutan dibayar oleh penjual.

FOR (Free On Rail)                =   semua ongkos sampai  barang dimuat ke dalam kereta api oleh penjual.

FOS (Free on Station)             =   penjual menanggung ongkos sampai barang tiba di stasiun, tetapi ongkos memasukkan ke dalam gerbong dan ongkos kereta api ditanggung pembeli.

FAS (Free Alongside Ship)     =   penjualan dilakukan di luar kapal. ongkos selanjutnya ditanggung pembeli.

FOS (Free Overside Ship)       =   biaya pemindahan barang dari kapal ke motor sudah termasuk harga barang.

CIFIC (Cost Insurance and     =   semua ongkos kapal, komisi  dan asuransi

Freight Inclusive Commision)      ditanggung penjual.

Diagram Proses Niaga

PERKENALAN

CALON PEMBELI

PENJUAL

CALON PEMBELI

SURAT PERMINTAAN PENAWARAN

PENJUAL

MEMINTA PENAWARAN

CALON PEMBELI

PENJUAL

SURAT PENAWARAN

MENAWARKAN PROSES NIAGA

CALON PEMBELI

MEMESAN BARANG/JASA

SURAT

PESANAN

PENJUAL

PEMBELI

SURAT PENGIRIMAN PESANAN

PENJUAL

MENGIRIM PESANAN

PROSES SETELAH TRANSAKSI

CALON PEMBELI

SURAT PENGIRIMAN PESANAN

MENGIRIM PESANAN

PENJUAL

SURAT PENUNTUTAN

PEMBELI

PENJUAL

PENJUAL

MENGAJUKAN TUNTUTAN

PEMBELI

MENAGIH PEMBAYARAN

SURAT PENAGIHAN

BAB VII

SURAT-SURAT NIAGA

Surat niaga adalah surat-surat yang dipergunakan oleh orang-orang atau badan-badan serta perusahaan-perusahaan yang menyelenggarakan usaha dengan tujuan mencari laba.

Usaha-usaha dapat meliputi perdagangan-perdagangan, perindustrian atau usaha lainnya seperti perusahaan jasa angkutan, perbankan, asuransi dan lain-lain.

Dalam dunia usaha, surat niaga memegang peranan yang sangat penting, sebab hampir sebagian besar berkomunikasi dengan pihak luar ataupun relasi banyak dilakukan dengan surat menyurat. Adapun surat-surat niaga adalah sebagai berikut:

  1. 1.        Surat Perkenalan

Surat yang dibuat oleh penjual yang ditujukan kepada calon pembeli yang isinya memperkenalkan hasil produksi atau usaha dalam perniagaan disertai                   keterangan–keterangan selengkapnya.

Syarat untuk membuat surat perkenalan ialah:

  1. Pergunakanlah bahasa yang sopan dan hormat, jelas, singkat tetapi padat.
  2. Perlu memperkenalkan:
  3. Nama perusahaan.
  4. Alamat perusahaan dan nomor telepon.
  5. Bidang usaha.
  6. Manfaat atas barang yang diperkenalkan.
  7. Kapan perusahaan itu mulai bergerak dalam usahanya.
  8. Harus dapat meyakinkan pembaca bahwa barang yang diproduksi itu berkualitas tinggi dan telah banyak yang memakainya.
  9. Jika surat perkenalan dimaksudkan untuk mengikuti tender, perlu dilampirkan:
  10. Surat rekomendasi dari bank (garansi bank).
  11. Surat rekomendasi dari instansi yang telah menjadi relasinya.
  12. Susunan pengurus perusahaan.
  1. 2.        Surat Permintaan Penawaran

Surat permintaan penawaran adalah surat yang dikirim oleh seseorang, calon pembeli atau organisasi perusahaan yang isinya meminta pengiriman daftar barang beserta harganya. Langkah yang perlu diperhatikan dalam menyusun surat penawaran ialah :

  1. Menetapkan barang yang diperlukan.
  2. Menentukan kapan barang diperlukan.
  3. Menanyakan syarat pembayaran dan syarat penyerahan barang.
  4. Menanyakan diskon.
  5. Meminta daftar harga, leaflet, brosur, katalog atau monster barang yang diperlukan.
  1. 3.        Surat Penawaran

Adakalanya suatu persaingan akan memaksa penjual untuk menawarkan dagangannya. Untuk menawarkan dagangannya itu agar dapat ditempuh beberapa cara. Salah satu caranya adalah dengan mengirimkan surat penawaran atau offerta. Penawaran itu dapat dibuat karena adanya permintaan penawaran dari calon pembeli. Disamping itu, dapat juga penjual  sendiri yang harus aktif menawarkan dagangannya supaya dikenal oleh umum (atas inisiatif sendiri).

Surat penawaran sering juga disebut dengan surat jual. Surat jual merupakan surat yang memuat atau menawarkan barang-barang yang hendak dijual. Oleh  karena itu, surat penawaran tidak harus dibuat berdasarkan permintaan pembeli.

 

Cara Menyusun Surat Penawaran :

  • Hendaknya disusun sebaik-baiknya agar menarik perhatian pembeli.
  • Harus memuat keterangan-keterangan yang lengkap dan jelas agar pembeli tidak ragu-ragu untuk membeli barang yang ditawarkan kepadanya.
  • Jika perlu, dikirimkan contoh barang yang ditawarkan agar pembeli  merasa yakin benar akan kualitas barang yang akan dibelinya.
  • Menjamin ketentuan harga, cara pengiriman dan penyerahan barang
  • Memberikan potongan harga dengan syarat pembayaran yang mudah dan ringan
  • Menyebutkan apakah harga sudah termasuk pajak-pajak (PPN).

Umumnya  surat penawaran memuat:

  1. nama dan macam barang;
  2. kualitas barang;
  3. banyaknya barang;
  4. harga satuan;
  5. syarat penyerahan barang;
  6. syarat pembayaran;
  7. sifat penawaran.

Penyusunan surat penawaran berpedoman pada hal-hal berikut:

1).   Hubungkanlah jawaban tersebut dengan menunjukkan tanggal dan nomor surat permintaannya.

2).   Berikanlah keterangan-keterangan yang jelas tentang barang-barang yang ditawarkan secara terperinci.

3).   Lampirkanlah keterangan-keterangan yang dapat menunjang keberhasilan penawaran, misalnya brosur-brosur.

4).   Akhirilah surat dengan ucapan terima kasih dan nyatakan penghargaan atas perhatiannya.

  1. 4.        Surat Pesanan & Balasannya

Surat pesanan adalah surat yang dikirimkan calon pembeli kepada penjual untuk membeli barang atau jasa yang diperlukan.

Surat pesanan dapat digolongkan sebagai surat beli dan memiliki kedudukan yang kuat sehingga pihak penjual pun berusaha menanggapi isi surat tersebut untuk menunjukkan kesanggupan kepada pihak penjual.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat surat pesanan:

  1. Apakah persediaan uang cukup atau tidak
  2. Apakah barang yang dipesan sesuai kebutuhan
  3. Bagaimana dengan syarat pembayaran
  4. Bagaimana cara pengiriman dan penyerahannya.
  1. 5.        Surat Tuntutan/Klaim

Surat klaim adalah surat yang sifatnya pemberitahuan pihak penjual yang isinya mengenai penerimaan barang karena tidak sesuai dengan pesanan. Surat klaim biasanya disertai dengan permintaan ganti rugi.

Dasar pembuatan surat klaim:

  1. Pengiriman barang terlambat
  2. Barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan
  3. Adanya kerusakan barang yang dikirim
  4. Adanya kekurangan barang yang dikirim (baik beratnya maupun jumlah)
  5. Adanya kesalahan mutu atau kualitas barang yang dikirim
  1. 6.        Surat Tagihan

 

Surat penagihan adalah surat yang ditulis oleh  pihak penjual kepada pihak pembeli ketika pembeli belum memenuhi kewajibannya membayar uang atas barang-barang yang diterimanya, walaupun jangka waktu pembayaran sudah melampaui batas waktu yang sudah disepakati bersama.

Bahasa yang digunakan dalam menuliskan surat penagihan haruslah sopan dan ramah, mencerminkan maksud yang pasti dan tindakan yang hati-hati. Jika hal tersebut diperhatikan, kemungkinan akan berhasil tanpa merugikan hubungan baik yang telah dibina sebelumnya. Pemakaian bahasa yang baik dimaksudkan supaya kreditur tidak hanya memperoleh uangnya, tetapi juga mempertahankan goodwill atau hubungan baiknya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila membuat surat penagihan antara lain:

  1. Mempergunakan kata-kata yang sopan dan ramah.
  1. Perlu membuat catatan yang teratur dalam pembukuan terutama mengenai:

1).   Nomor dan tanggal faktur yang belum dilunasi pembayarannya;

2).   Jumlah uang yang belum dilunasi;

3).   Waktu dan tanggal kesanggupan pembeli melunasi pembayaran faktur tersebut yang tercantum dalam surat perjanjian sebelumnya.

  1. Satu minggu sebelum  waktu pelunasan, penjual membuat surat penagihan pertama yang sifatnya mengingatkan pembeli.
  1. Apabila surat penagihan pertama belum mendapatkan jawaban, penjual dapat menyusulkan surat tagihan kedua dengan melampirkan fotokopi surat tagihan pertama.
  1. Apabila surat penagihan kedua ini pun belum mendapatkan jawaban yang memuaskan, kreditur dapat membuat surat tagihan ketiga yang sifatnya penegasan dengan melampirkan fotokopi surat tagihan pertama dan kedua.
  1. Apabila surat tagihan ketiga ini pun belum mendapatkan jawaban sebagimana mestinya, kreditur membuat surat tagihan keempat dengan terpaksa menyerahkan persoalan ini kepada pengadilan setempat dan membuat surat tuntutan atau gugatan.
  1. 7.        Dokumen Niaga

a.  Faktur

Faktur adalah ikhtisar sejumlah barang yang sudah dikirim kepada pemesan. Faktur terdiri atas bagian-bagian kepala faktur, tanggal, nomor, alamat tujuan, isi dan perincian barang, tanda tangan, dan penutup (biasanya menyatakan faktur tersebut telah dilunasi).

Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai faktur adalah sebagai berikut:

  1. Harus dibuat atas nama pemohon kredit (pembeli), kecuali ada ketentuan lain sesuai   dengan perjanjian antara pembeli dan penjual.
  2. Keterangan-keterangan barang pada faktur harus sama dan sesuai dengan keterangan-keterangan yang tertera dalam surat pesanan.
  3. Keterangan tentang harga pokok, potongan, nomor pokok wajib pajak (NPWP), materai seperlunya dan mencantumkan petunjuk tertentu.
  4. Faktur dianggap sah bila ditandatangani oleh yang berhak menjual atau kuasanya dan dibubuhi stempel oleh penjual.
  5. Pada umumnya faktur dibuat rangkap tiga dengan perincian penggunaan sebagai berikut: salinan berwarna diberikan sebagai arsip bagian penjualan, untuk pembeli barang yang sudah melunasi pembayarannya, dan untuk laporan keuangan pada bagian penjualan.

b.  Kuitansi

Kuitansi adalah tanda penerimaan pembayaran atau bukti pembayaran yang dikeluarkan atau diberikan oleh yang menerima uang. Pihak yang membayar atau menerima kuitansi biasanya dibebankan tambahan pembayaran materai sebanyak yang ditentukan oleh peraturan. Kuitansi biasanya ditulis dengan beberapa rekaman karbon sesuai dengan keperluan.

Di dalam kuitansi harus memuat:

  1. nomor kuitansi;
  2. nama orang yang membayar dan alamatnya;
  3. jumlah orang yang dibayarnya (dinyatakan dalam huruf dan angka);
  4. tujuan pembayaran;
  5. tempat dan tanggal pengeluaran kuitansi;
  6. tanda tangan yang menerima.

C. Packinglist

Packing list disebut juga dengan daftar perincian harga barang. Daftar perincian harga barang adalah suatu data yang berguna untuk mengetahui jenis barang yang sudah dikirimkan, berat dan isinya, serta dapat dijadikan petunjuk bagi petugas bea cukai pada saat pemeriksaan. Daftar perincian barang biasanya berbentuk kolom-kolom yang berisikan: nomor faktur, nomor peti; isi atau nama barang; ukuran peti; berat (neto atau bruto).


Contoh : Surat Perkenalan

 

SVENSON HAIR CENTRE

Jl. M. Yamin No. 145

BANDARLAMPUNG

Nomor         :  003/Sv-BL/VI/06                                                           14 Juni 2006

Lampiran    :  Brosur

Perihal          :  Pengenalan Perawatan Rambut

Yth. Para Karyawan/Karyawati

PT Hotel Lampung Inda

Jl. Bunga Tanjung No. 99

Bandar Lampung

Para Eksekutif yang terhormat,

Anda tentu setuju bahwa rambut adalah mahkota kecantikan bagi setiap wanita. Sebagai seorang eksekutif tentu Anda membutuhkan penampilan yang prima ditunjang rambut yang indah dan sehat. Tetapi apakah Anda yakin bahwa mahkota kecantikan itu tidak sedang dalam bahaya? Penipisan rambut telah menjadi masalah yang meluas diantara wanita Indonesia. Hal ini tentu membutuhkan perhatian yang amat besar.

Dalam usaha untuk membantu penampilan Anda kami telah membuka cabang SVENSON Hair Centre di Lampung. SVENSON Hair Centre adalah pusat perawatan rambut yang didirikan di London pada tahun 1956 dan berkembang di kota-kota besar Asia. Kini kami hadir di kota Anda untuk melayani Anda secara lebih baik.

Untuk mengetahui apakah rambut Anda tidak sedang dalam bahaya Anda bisa datang ke pusat layanan kami. Tenaga ahli kami yang ramah dan berpengalaman akan membantu Anda untuk mendapatkan solusi yang tepat bagi perawatan rambut Anda.

Bila Anda wanita, Anda akan mendapatkan prioritas dan perhatian istimewa di Svenson selama masa promosi. Cobalah kesempatan ini dan rasakan bagaimana SVENSON membantu Anda. Hubungi kami hari ini dan kami akan prioritaskan janji pada Anda sekarang juga.

Dalam rangka pembukaan cabang kami di Lampung kami memberikan beberapa potongan khusus untuk jasa konsultasi, pelayanan perawatan dan harga pokok merk SVENSON. Promosi ini hanya berlaku selama tiga minggu.

Hubungi kami sekarang juga, dan rasakan bagaimana cara SVENSON membantu Anda tampil cantik, sehat dan mempesona.

Hormat kami,

SVENSON Cabang Lampung

Maria Susanti, S.Pd.

Manajer Produksi

 

Contoh : Surat Permintaan Penawaran

 

PT ADI SARI DELTA

Jl. Gajah Mada No. 100

JAKARTA TIMUR

No.  :  25/ASD/VIII/2006                                             5 Agustus 2006

Kepada

Yth. Bapak Pimpinan

PT Kualitas Prima

u.p. Bapak Murni Hakim

Jl. Melati Blok B No. 23

Semarang

Hal : Permintaan Penawaran Komputer

Dengan hormat,

Sehubungan rencana membuka kantor cabang yang baru, kami membutuhkan alat-alat kantor berupa komputer, filing kabinet, faksimili dan meja kantor.

Untuk itu, kami minta Saudara mengajukan penawaran barang-barang tersebut. Akan lebih baik, bila dikirimkan seorang sales untuk mengadakan demo penggunaan alat-alat tersebut.

Disamping itu, kami memerlukan penjelasan tentang:

  1. Harga satuan
  2. Cara pembayaran
  3. Cara penyerahan barang
  4. Jumlah barang yang tersedia
  5. Katalog atau brosur barang yang ditawarkan

Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

 

 

 

 Rudi Salam, S.E.

Kep. Bag. Umum


Contoh : Surat Penawaran

 

 

PT KUALITAS PRIMA

Jl. Melati Blok B No. 23

SEMARANG

No.      :  173/KP/VIII/2006                                          27 Agustus 2006

Lamp.  :  1(satu) lembar

Kepada

Yth. Bapak Direktur

PT Adi Sari Delta

Jl. Gajah Mada No. 100

Jakarta Timur

Hal : Penawaran Komputer

Dengan hormat,

Sehubungan dengan surat permintaan penawaran  Bapak No. 25/ASD/VIII/06 tanggal                   5 Agustus 2006 dengan ini kami mengajukan penawaran peralatan komputer sebagaimana terperinci di bawah ini :

1.  Jenis Barang      : Komputer

2.  Merk                  : IBM

3.  Tipe                   : Pentium IV 2 Ghz

4.  Harga                 : Rp 6.000.000,00

5.  Pembayaran       : Cash on delivery

6.  Penyerahan        : Franco pembeli

  1. Sifat Penawaran  : Penawaran bebas

Agar lebih jelas kami sertakan brosur komputer tersebut. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

 

 

 

Murni Hakim, S.E.

Kabag. Pemasaran


 Contoh : Surat Pesanan

 

 

PT ROSA MINI MARKET

Jalan Anggrek Blok A No. 10  Telp. (021) 8290538

JAKARTA BARAT

 

Nomor   :  110/RMM/III/2006                                      30 Maret 2006

Hal         :  Pesanan Barang

Kepada

Yth. Direktur

PT Indah Boga

Jalan Nuri No. 114

Bandung

Dengan hormat,

Terima kasih atas surat penawaran Bapak  No. 051/IB/III/2006 tanggal 23 Maret 2006 yang lalu. Kami tertarik dengan produk yang Bapak tawarkan, selanjutnya kami menetapkan untuk memesan barang-barang sebagai berikut:

  1. 10 buah jam tangan Rado    katalog no. 11
  2. 15 paket kosmetik Sari Ayu                          katalog no. 27
  3. 25 buah tas tangan Daupin katalog no. 41A
  4. 25 buah tas tangan Gucci    katalog no. 52

Apabila no. 41A belum bisa dikirim, kami meminta no. 41D sebagai gantinya. Penyerahan barang paling lambat tanggal 7 April 2006 dan pembayaran akan kami lakukan setelah barang kami terima.

Atas perhatian Bapak,  kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Rudi Kesuma, S.E., M.M.                             Bag. Pembelian


Contoh : Surat Balasan Pesanan

 

 

PT ELEKTRONIKA JAYA

Jalan Bekasi Indah No. 306

JAKARTA

 

Nomor   :  439/IB/IV/2006                                           5 April 2006

Yth. Direktur

PT Teknokrat Baru

Jalan Kartini No. 9 Tanjungkarang

Bandar Lampung

Dengan hormat,

Hal : Pengiriman Komputer

Kami beritahukan bahwa pesanan berupa 10 unit komputer IBM Pentium IV melalui               Nomor : 256/PE-RA/VII/06 telah kami kirimkan hari ini dengan Kapal Titipan Murni.

Seluruh komputer kami pak kedalam peti kemas. Bersama ini pula kami kirimkan dokumen barang berupa 3 lembar faktur, 1 lembar packing list, 2 lembar konosemen, dan                   3 lembar kuitansi.

Kami harap sisa pembayaran 50% lagi segera dikirimkan melalui Bank Mandiri. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Sutarji, S.E.

Manejer Penjualan

Contoh : Surat Tuntutan/Klaim

Lembaga Pendidikan Bisnis & Manajemen

TEKNOKRAT

Jl. Kartini No. 114-120 Telp. (0721) 263038, 256922

Jl. H. Zainal Abidin Pagaralam 9-11 Kedaton Telp. (0721) 702022 (hunting)

BANDARLAMPUNG

No.    : 023/TEK/VII/2006                                          26 Juli 2006

Hal    : Keberatan terhadap beberapa

Pengiriman Kursi Belajar

 

Kepada

PT Mandiri Maju

Jalan R. Suprapto 59

Bandarlampung

Dengan hormat,

Kiriman Saudara berupa 60 kursi belajar dalam dua kotak besar dengan menggunakan truk “Mandiri Lancar” telah kami terima dengan senang hati. Namun, ketika kotak-kotak tersebut kami buka ternyata di dalam kotak nomor 14, ada tiga kursi yang tidak mempunyai jok, sehingga kursi belajar tersebut tidak dapat kami gunakan.

Kerusakan kursi tersebut mungkin disebabkan oleh kealpaan di bagian produksi. Sehubungan dengan hal tersebut, kami minta agar Saudara dapat mengganti kursi belajar yang rusak tersebut dengan kursi belajar dari merk dan jenis yang sama.

Kami menunggu berita dari Saudara secepatnya. Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

H.M. Nasrullah Yusuf, S.E., M.B.A.

Direktur

 

 

 


Contoh : Surat Tagihan

 

PT DEWI KENCANA

Jalan Teuku Umar No. 20

Bandar Lampung

 

No.    : 075/DK/V/2006                                                     20 Mei 2006

Hal    : Pembayaran Faktur No. 14475/XII/2005

Kepada

Yth. Direktur Toko Aladin

Jalan W.R. Supratman 9A

Bandarlampung

Dengan hormat,

Berdasarkan catatan pembukuan kami, ternyata Saudara belum melunasi tagihan atas faktur             No. 14475/XII/2005 tanggal 12 Desember 2005 sebesar Rp 775.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) yang  seharusnya Saudara lunasi pembayarannya pada tanggal                               20 Februari 2006.

Mengingat waktu pembayaran tersebut ternyata telah lewat tiga bulan, maka besar harapan kami agar kiranya Saudara segera melunasi melalui Bank Mandiri Cabang Tanjungkarang sesuai dengan janji Saudara dalam surat perjanjian jual beli.

Atas  perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Dewi Sukmasari, S.E., Akt.

Direktur

Contoh : Faktur

 

 

PT DEWI KENCANA

Jalan Teuku Umar No. 20

Bandar Lampung

 

Faktur                                                                            Toko Aladin

Jalan W.R. Supratman 9A

di

Bandar Lampung

No. 14475/XII/2006

JUMLAHBARANG NAMA BARANG HARGA SATUAN                 (Rp) JUMLAH               (Rp)
20 rim

Kertas HVS

25.000,00 500.000,00
100 tube Tinta Stensi Talent 10.000,00 1.000.000,00
30 rim Kertas Duplikator 20.000,00 600.000,00
20 dos Karbon Atom 15.000,00 300.000,00
40 botol Tinta Spidol 5.000,00 200.000,00

Jumlah

2.600.000,00
Potongan 10% 260.000,00
Jumlah yang dibayar 1.340.000,00

Bandarlampung, 12 Desember 2006

Penerima,                                                                      Bagian Penjualan,

………….                                                                     Yaser Arafat Yusuf, S.E, Akt.

BAB VIII

LAPORAN, NOTULEN DAN PROPOSAL

1.    Laporan

  1.               a.  Pengertian                  

Laporan adalah penyampaian informasi dari petugas atau pejabat kepada petugas atau    pejabat-pejabat yang lain. Laporan bisa berbentuk lisan, tulisan, visual dan audiovisual.       Isi laporan adalah hasil penelitian, pengamatan, pengalaman, percobaan, dan lain-lain yang ditunjang adanya data dan fakta.

  1.               b.  Fungsi
  2. Sumber informasi bagi pejabat untuk pengawasan atau pengambilan keputusan.
  3. Untuk mempertanggungjawabkan tugas kepada atasan atau pemberi tugas.
  1.             c.   Jenis Laporan
    1. Dari Isinya:

–     Laporan informatif

–     Laporan rekomendasi

–     Laporan Analitis

–     Laporan pertanggungjawaban

–     Laporan kelayakan

  1. Dari Bentuknya:

–     Laporan berbentuk memo

–     Laporan berbentuk surat

–     Laporan berbentuk naskah

  1.             d.   Sistematika Laporan berbentuk naskah

Hal-hal yang harus ada :

  1. Pendahuluan
  2. Isi Laporan
  3. Uraian/analisis
  4. Penutup/saran

Untuk keperluan yang sangat formal laporan dilengkapi dengan ikhtisar/abstrak, apendiks dan bibliografi.

      e.   Kerangka Laporan

Ada dua cara menyusun nomor kode kerangka

  1. Sistem campuran huruf dan angka
  2. Sistem angka dengan tambahan huruf

Contoh 5 a.

  1. Angka Romawi Besar (untuk Bab)
    1. Huruf Romawi Besar (untuk sub bab)
      1. Angka Arab Besar
        1. Huruf Romawi Kecil
          1. Angka Romawi Kecil

(a)      Huruf Romawi Kecil dalam Kurung

(1)     Angka Arab dalam Kurung

Contoh 5 b.

1.

1.1.

1.1.1.

1.1.1.  (a)

1.1.1.  (a). i

2.    Notulen

 

  1. a.    Pengertian

Notulen adalah catatan atau garis besar isi pembicaraan atau jalannya rapat atau pertemuan formal.

  1. b.    Pokok Masalah yang  harus dicatat

–    nama rapat

–    nama organisasi / unit organisasi

–    tanggal rapat

–    tempat

–    waktu rapat

–    peserta rapat

–    pimpinan rapat

–    ringkasan jalannya rapat

–    keputusan rapat

–    catatan khusus (bila ada)

–    notulen ditutup dengan:

1)  nama dan tanda tangan orang yang bertanggungjawab atas notulen

2)  nama dan tanda tangan pimpinan rapat

  1. c.    Syarat untuk menjadi Notulis

–    Tahu pola penulisan notulen

–    Menguasai pokok pembicaraan

–    Menguasai struktur karangan: bahasa, kalimat, alinea

–    Menyimak pembicaraan, menulis/mengetik dengan cepat

–    Teliti, cermat menangkap ide dan menulis kembali

  1. d.    Cara Meringkas

–    Membaca naskah atau menyimak uraian lisan penulis/pembicara

–    Menyeleksi dan mencatat pokok pikiran atau gagasan utama  pembicara

–    Menuliskan inti pikiran pembaca

–    Memeriksa dan membandingkan ringkasan dengan aslinya (bila ada pembicaraan direkam)

3.    Proposal

  1.             a.  Pengertian

Proposal adalah suatu saran atau permintaan kepada seseorang atau lembaga untuk melakukan suatu pekerjaan bisa terjadi proposal itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk dikerjakan oleh orang atau badan yang mengajukan usul itu tersebut, tetapi dengan harapan bahwa orang atau lembaga itu dapat melakukan apa yang diharapkan oleh proposal tersebut.

  1.             b.   Jenis Proposal berdasarkan isinya:

–    Penelitian

–    Pengembangan

–    Perencanaan

–    Pemasaran

  1.             c.   Syarat proposal yang baik:

Sekurang-kurangnya ada tiga bagian utama:

–    Bagian Pendahuluan

–    Isi Proposal

–    Bagian Penutup

  1.             d.   Bagian Pendahuluan berisi:

Surat pengantar atau memorandum pengantar

–    Halaman judul

–    Ikhtisar atau abstrak

–    Daftar Isi

–    Penegasan Permintaan

  1.             e.   Isi Proposal

Isi dan rincian proposal tidak harus seragam, tetapi disesuaikan dengan jenis, tujuan, kepentingan dan situasi yang dihadapi. Berikut ini beberapa topik yang bisa dipilih sesuai tujuan, situasi dan kondisi :

–    Masalah

–    Tujuan

–    Latar Belakang

–    Luas Lingkup

–    Metodologi

–    Fasilitas

–    Personalia

–    Keuntungan dan Kerugian

–    Lama waktu

–    Biaya

–    Tahap-tahap laporan

  1.             f.    Bagian Penutup

Sama seperti pada laporan dan tulisan formal bagian ini berisi bahan kepustakaan, lampiran, gambar, tabel dan berbagai hal yang diperlukan dalam proposal itu.

Contoh: Surat Perkenalan dengan lampiran Proposal

 

 

Lembaga Pendidikan Bisnis & Manajemen

STBA TEKNOKRAT

Jl. Kartini No. 114-120 Telp. (0721) 263038, 256922

Jl. H. Zainal Abidin Pagaralam 9-11 Kedaton Telp. (0721) 702022 (hunting)

BANDARLAMPUNG

Nomor      :  091/B.13/II.b/VI/06                              21 Juni 2006

Lampiran  :  1 (satu) berkas

Perihal      :  Pengenalan Program

Kepada

Yth. Kepala

SMUN 2 Bandar Lampung

di

Bandar Lampung

Dengan hormat,

Dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, Lembaga Pendidikan Bisnis & Manajemen STBA Teknokrat, khususnya Departemen Bahasa Inggris, bermaksud menyelenggarakan Program Pendidikan Bahasa Inggris setara Diploma Satu khusus untuk siswa/i SMU, SMK, dan MA kelas 1 dan 2.

Untuk itu kami mohon kiranya Bapak/Ibu dapat memberikan izin kepada kami untuk mempresentasikan program tersebut kepada siswa/i di sekolah yang Bapak/Ibu pimpin.

Demikian surat permohonan ini, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Hormat kami,

H.M. Nasrullah Yusuf, S.E., M.B.A.      Direktur

 

 

Lembaga Pendidikan Bisnis & Manajemen

STBA TEKNOKRAT

Jl. Kartini No. 114-120 Telp. (0721) 263038, 256922

Jl. H. Zainal Abidin Pagaralam 9-11 Kedaton Telp. (0721) 702022 (hunting)

BANDARLAMPUNG

PROPOSAL KERJASAMA

ENGLISH GLOBAL PROGRAM

 

  1. I.       Latar belakang

 

Perkembangan teknologi dan arus informasi yang semakin cepat dalam era globalisasi ini menuntut kita agar mampu bersaing di segala bidang. Untuk memenangkan persaingan ini tentunya diperlukan SDM-SDM yang berkualitas. Namun ironisnya di negeri kita ini SDM  berkualitas yang kita miliki masih sangat kurang khususnya dalam penguasaan bahasa Inggris.

Kondisi di atas tentunya memerlukan perhatian serius dari kita semua, khususnya bagi kita yang berkecimpung di dunia pendidikan karena dari sinilah cikal bakal generasi yang handal dapat terwujud. Melihat fenomena yang ada masih terasa jauh bagi kita untuk mengejar ketertinggalan yang ada. Namun sikap optimis haruslah tetap kita miliki.

Selaras dengan hal tersebut di atas, Teknokrat yang telah empat kali menerima penghargaan sebagai Lembaga Pendidikan Teladan Nasional telah membuktikan diri sebagai pelopor bagi kemajuan dunia pendidikan di propinsi Lampung. Hal ini telah dibuktikan dengan keperdulian kami khususnya dari departemen bahasa Inggris dengan menggulirkan satu program baru yang kami beri nama English Global Program, dimana program ini kami rancang secara khusus bagi siswa kelas 1 dan 2 SMU, karyawan, mahasiswa (siswa) dan umum.

Peningkatan kualitas akademis dan pelayanan yang baik terhadap pelanggantelah menjadi komitmen bagi lembaga pendidikan kami dalam membantu siswa untuk mencapai masa depan yang mereka cita-citakan. Disamping itu juga karena misi dari Teknokrat untuk menjadi Lembaga Pendidikan yang menggunakan sistem ganda (Link and Match) dimana kurikulum berorientasi pada pasar/dunia kerja yang bertaraf nasional bahkan berusaha untuk dapat bertaraf internasional dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan berbangsa sesuai dengan pembukaan UUD 1945.

  1. II.                Program belajar

     II.1      Tujuan Program

            II.1.1   Bagi Pelajar SMU/SMK/MAN

  1. Memberikan bekal keterampilan berbahasa Inggris yang lebih kepada para siswa, bukan hanya kemampuan dalam speaking dan writing, melainkan juga menguasai  TOEFL, TOEIC dan mempersiapkan siswa menghadapi PMKA sehingga mereka mempunyai kepercayaan diri yang lebih.
  2. Membantu siswa yang menghadapi kesulitan dalam hal peningkatan akademis, khususnya bidang studi bahasa Inggris di sekolah.
  3. Memberikan wawasan-wawasan lain yang erat hubungannya dengan bahasa Inggris, misalnya pengenalan program-program komputer dan juga kegiatan-kegiatan lain yang menjurus pada aplikasi bahasa Inggris, seperti : Public Speaking, Master of Ceremony, News Reading, English for Job Interview, dll.
  4. Menyiapkan siswa  untuk mampu bersaing dalam dunia kerja.

            II.1.2   Bagi Karyawan

  1. Akan membantu mempercepat peningkatan karir. Bagi Pegawai Negeri Sipil dipersiapkan untuk lulus ujian bahasa Inggris khusus SPAMEN.
  2. Akan menambah rasa percaya diri dengan kemampuan interpersonal skill dalam berkomunikasi.
  3. Akan menambah wawasan yang lebih luas tentang pengetahuan lain seperti Teknologi dan Informasi, pengetahuan bisnis dan manajemen, marketing dan lain-lain yang berhubungan untuk pengembangan perusahaan dan hubungan dengan luar negeri yang tertulis dalam  bahasa Inggris.

II.2      Materi Pelajaran

 

Materi Pelajaran meliputi   :

  1. Speaking I & II, bertujuan memberikan keterampilan berbahasa Inggris yang memadai untuk situasi formal dan informal.
  2. Structure I & II, bertujuan melatih penggunaan tata bahasa yang baik dan benar, baik lisan maupun tertulis.
  3. Lab. Work I & II,bertujuan melatih siswa untuk lebih terbiasamendengarkanpercakapanpercakapan dalam bahasa Inggris secara benar, baik pengucapan, aksen, dan intonasi sesuai dengan aksen British English atau American English.
  4. Business Writing I & II,  bertujuan memperkenalkan bentuk-bentuk surat niaga/bisnis, laporan dalam bahasa Inggris, serta penulisan karya tulis.
  5. Reading and Vocabularies,  bertujuan memperkaya kosakata bahasa Inggris melalui bacaan-bacaan yang diajarkan.
  6. Professional Image, bertujuan memberikan pembekalan pengetahuan akan penampilan, kepribadian, perilaku dan etika, serta komunikasi efektif di dunia kerja.
  7. Computer I & II,  bertujuan memberikan pengetahuan tentang computer for office, seperti Microsoft Word, Excel dan Power Point, serta Microsoft Access.
  8. Micro Teaching, bertujuan memberikan pembekalan untuk mengajar bahasa Inggris pada privat, kursus, sekolah atau kantor.
  9. Business Presentation, bertujuan memberikan wawasan lain dalam dunia kerja, misalnya : teknik presentasi, teknik berkomunikasi, teknik memasarkan produk, dll.

Tempat Belajar

English Global Program ini dapat dilaksanakan di :

–     Kampus Teknokrat Jl. Kartini No. 114-120 Tanjungkarang atau

Jl. Z.A Pagaralam No. 9-11 Kedaton

–     Sekolah ataupun Perusahaan (in school training/in company training).

 

 

 

 

 

II.3      Lama Belajar

 

Selama 4 (empat) semester @ 4 bulan/semester. Belajar setiap hari, 5 x seminggu      @100-120 menit / tatap muka. Penjelasan lebih rinci dipersilakan melihat brosur terlampir.

II.4      Biaya

Biaya meliputi   :

a. Biaya Pendaftaran                            Rp     50.000,-/orang

b. Biaya Pendidikan                             Rp   350.000,-/semester

c.  Biaya modul dan kegiatan                Rp   100.000,-/semester

d. Biaya per group/kelompok belajar di sekolah/perusahaan/di Teknokrat,                dapat dibicarakan tersendiri.

II.6      Evaluasi

 

Untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa, setiap semester akan dilaksanakan Ujian Akhir Semester. Nilai akhir semester diambil dari beberapa nilai yaitu quizes, mid test, try out, final test. Pada akhir pembelajaran, bagi yang lulus akan diberikan :

1.  a.  Sertifikat kursus bahasa Inggris.

b. Sertifikat Komputer : Ms.Word, Excel, Power Point, dan Access dengan               standar nasional (ujian negara).

c. Sertifikat TOEFL (Test of English as a Foreign Language dan TOEIC                    (Test of English as International Communication).

d.  Sertifikat Pengembangan Pribadi yang berguna sebagai bekal menghadapi

dunia kerja.

2.  a.  Transkrip

b.  Certificate

 

 

  1. III.             Penutup

 

Melalui kerjasama ini diharapkan dapat menambah wawasan kita akan bahasa asing terutama bahasa Inggris serta hal-hal yang berhubungan dengannya, seperti teknologi dan informasi yang semakin global.  

Bandar Lampung, 21 Juni 2006

            H.M. Nasrullah Yusuf, S.E., M.B.A.

Direktur

TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI (PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 55 TAHUN 2010 )


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 55 TAHUN 2010

 

TENTANG

 

TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

MENTERI DALAM NEGERI,

 

Menimbang     :

a.   bahwa dalam rangka tertib, efisiensi dan efektifitas administrasi penyelenggaraan pemerintahan serta perubahan nomenklatur departemen menjadi kementerian, perlu dilakukan penyesuaian dan penyeragaman tata naskah dinas di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;

b.   bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Departemen   Dalam Negeri tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;

c.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri;

Mengingat       :  1.   Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

2.   Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

3.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035);

4.   Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

5.   Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2005 tentang  Tata Kearsipan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri;

6.   Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 68 Tahun 2009 tentang  Pembentukan Produk Hukum di Lingkungan Departemen Dalam Negeri;

7.   Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2010 tentang  Nomenklatur Kementerian Dalam Negeri;

8.   Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :        PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN  DALAM NEGERI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1.    Naskah dinas adalah informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dibuat dan atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

2.    Tata naskah dinas adalah pengelolaan informasi tertulis yang meliputi pengaturan jenis, format, penyiapan, pengamanan, pengabsahan, distribusi dan penyimpanan naskah dinas serta media yang digunakan dalam komunikasi kedinasan.

3.    Kementerian Dalam Negeri adalah perangkat  pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri.

4.    Peraturan Menteri Dalam Negeri adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Menteri Dalam Negeri.

5.    Peraturan Bersama Menteri adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Menteri Dalam Negeri bersama Menteri lainnya.

6.    Keputusan Menteri Dalam Negeri adalah penetapan yang dibuat oleh Menteri Dalam Negeri.

7.    Sekretaris Jenderal sebagai koordinator pelaksanaan tugas pembinaan administrasi kementerian adalah pejabat yang memimpin Sekretariat Jenderal yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

8.    Direktur Jenderal adalah pejabat yang memimpin direktorat jenderal sebagai unsur pelaksana pada Kementerian Dalam Negeri dan bertanggung jawab kepada Menteri.

9.    Inspektur Jenderal adalah pejabat yang memimpin inspektorat jenderal sebagai unsur pengawas pada Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah yang  bertanggung jawab kepada Menteri.

10.  Kepala Badan adalah pejabat yang memimpin badan sebagai unsur pendukung pada Kementerian Dalam Negeri dan bertanggung jawab kepada Menteri.

11.  Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) adalah Kepala Lembaga Pendidikan Tinggi pada Kementerian Dalam Negeri dan bertanggung jawab kepada Menteri.

12.  Staf Ahli Menteri Dalam Negeri adalah unsur Pembantu Menteri yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

13.  Unit kerja eselon I adalah satuan organisasi yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan dan Rektor.

14.  Jabatan Eselon I adalah jabatan struktural tertinggi di bawah menteri yang mengepalai suatu unit kerja eselon I  di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

15.  Jabatan Eselon II adalah jabatan struktural di bawah jabatan eselon I yang memimpin biro/pusat, inspektorat, sekretariat, direktorat, pada unit kerja eselon I  dan pusat diklat regional serta balai besar di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

16.  Jabatan Eselon III adalah jabatan struktural dibawah jabatan eselon II yang memimpin bagian, sub direktorat, bidang, dan balai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

17.  Jabatan Eselon IV adalah jabatan struktural di bawah jabatan eselon III yang memimpin subbagian, seksi, dan subbidang pada suatu unit kerja eselon I  di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

18.  Jabatan Fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi tetapi dalam fungsinya dibutuhkan oleh organisasi.

19.  Pejabat Eselon I adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, Kepala Badan, Rektor dan Staf Ahli Menteri.

20.  Pejabat Eselon II adalah Kepala Biro, Kepala Pusat, Sekretaris Unit Kerja Eselon I, Inspektur, Direktur, Kepala Sekretariat Korpri dan Kepala Pusat Diklat Regional serta Kepala Balai Besar.

21.  Pejabat Eselon III adalah Kepala Bagian, Kepala Subdirektorat, Kepala Bidang dan Kepala Balai.

22.  Pejabat Eselon IV adalah Kepala Subbagian, Kepala Seksi dan Kepala Subbidang.

23.  Unit pengelola adalah unit yang menangani dan memproses secara terus menerus dan dinamis.

24.  Tata persuratan dinas adalah pengaturan ketatalaksanaan penyelenggaraan surat menyurat yang dilaksanakan oleh unit kerja dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

25.  Format adalah naskah dinas yang menggambarkan tata letak dan redaksional, serta penggunaan lambang/logo dan stempel.

26.  Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Lambang Negara, adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

27.  Logo adalah logo Kementerian Dalam Negeri.

28.  Stempel/cap dinas adalah tanda identitas dari suatu jabatan atau kementerian.

29.  Tinta adalah bahan berwarna yang mengandung pigmen dan digunakan untuk mewarnai suatu permukaan naskah dinas.

30.  Sampul naskah dinas adalah amplop atau alat pembungkus naskah dinas.

31.  Map naskah dinas adalah salah satu jenis alat tulis kantor yang dicetak dengan identitas dan logo instansi sebagai tempat penyimpanan file atau dokumen ataupun sebagai sarana penyimpan arsip.

32.  Kop naskah dinas adalah kop surat yang menunjukkan jabatan atau nama kementerian yang ditempatkan dibagian atas kertas.

33.  Kop sampul naskah dinas adalah kop surat yang menunjukkan jabatan atau nama kementerian yang ditempatkan dibagian atas sampul.

34.  Kop map naskah dinas adalah kop yang menunjukkan jabatan atau nama kementerian yang dicetak diatas map.

35.  Papan Nama adalah papan atau bidang yang bertuliskan identitas instansi atau organisasi.

36.  Kewenangan adalah kekuasaan yang melekat pada suatu jabatan.

37.  Delegasi adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pejabat kepada pejabat atau pejabat dibawahnya.

38.  Mandat adalah pelimpahan wewenang yang diberikan oleh atasan kepada bawahan untuk melakukan suatu tugas tertentu atas nama yang memberi mandat.

39.  Penandatanganan naskah dinas adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada seorang pejabat untuk menandatangani naskah dinas sesuai dengan tugas dan kewenangan pada jabatannya.

40.  Autentifikasi adalah proses kegiatan dalam rangka pengesahan naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum.

41.  Instruksi Menteri adalah naskah dinas yang berisikan perintah dari Menteri kepada bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

42.  Paraf adalah tanda tangan singkat.

43.  Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak.

44.  Surat Biasa adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, pertanyaan, permintaan jawaban atau saran dan sebagainya.

45.  Surat Keterangan adalah naskah dinas yang berisi pernyataan tertulis dari pejabat sebagai tanda bukti untuk menerangkan atau menjelaskan kebenaran sesuatu hal.

46.  Surat Perintah Tugas adalah naskah dinas dari atasan yang ditujukan kepada bawahan yang berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

47.  Surat Perintah adalah naskah dinas dari atasan yang ditujukan kepada bawahan yang berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.

48.  Surat Izin adalah naskah dinas yang berisi persetujuan terhadap suatu permohonan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

49.  Perjanjian adalah naskah dinas yang berisi kesepakatan bersama antara dua belah pihak atau lebih untuk melaksanakan tindakan atau perbuatan hukum yang telah disepakati bersama.

50.  Surat Perintah Perjalanan Dinas adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang kepada bawahan atau pejabat tertentu  untuk melaksanakan perjalanan dinas.

51.  Surat Kuasa adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang kepada bawahan berisi pemberian wewenang dengan atas namanya untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam rangka kedinasan.

52.  Surat Undangan adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi undangan kepada pejabat/pegawai yang tersebut pada alamat tujuan untuk menghadiri suatu acara kedinasan.

53.  Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi pernyataan bahwa seorang pegawai telah menjalankan tugas.

54.  Surat Panggilan adalah  naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi  panggilan kepada seorang pegawai untuk menghadap.

55.  Nota Dinas adalah naskah dinas yang bersifat internal berisi komunikasi kedinasan antar pejabat atau dari atasan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan.

56.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas adalah naskah dinas untuk menyampaikan konsep naskah dinas kepada atasan.

57.  Lembar Disposisi adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi petunjuk tertulis kepada bawahan.

58.  Telaahan Staf adalah naskah dinas dari bawahan kepada atasan antara lain berisi analisis pertimbangan, pendapat, dan saran-saran secara sistematis.

59.  Pengumuman adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi pemberitahuan yang bersifat umum.

60.  Laporan adalah naskah dinas dari bawahan kepada atasan yang berisi informasi dan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan tugas kedinasan.

61.  Rekomendasi adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi keterangan atau catatan tentang sesuatu hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan kedinasan.

62.  Surat Pengantar adalah naskah dinas berisi jenis dan jumlah barang yang berfungsi sebagai tanda terima.

63.  Telegram/surat kawat/Radiogram adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi hal tertentu yang dikirim melalui telekomunikasi elektronik.

64.  Sandi adalah susunan huruf, tulisan, (kata, tanda, dan lain sebagainya) yang diproses secara kriptografis dan menghasilkan suatu bentuk Kriptogram.

65.  Kriptogram adalah proses penyandian dari teks.

66.  Berita Acara adalah naskah dinas yang berisi keterangan atas sesuatu hal  yang ditandatangani oleh para pihak.

67.  Notulen adalah naskah dinas yang memuat catatan proses sidang atau rapat.

68.  Memo adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi catatan tertentu.

69.  Daftar Hadir adalah naskah dinas dari pejabat berwenang yang berisi keterangan atas kehadiran seseorang.

70.  Piagam adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi  penghargaan atas prestasi yang telah dicapai atau keteladanan yang telah diwujudkan.

71.  Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan disingkat STTPP adalah naskah dinas yang merupakan tanda bukti seseorang telah lulus pendidikan dan pelatihan tertentu.

72.  Sertifikat adalah naskah dinas yang merupakan tanda  bukti seseorang telah mengikuti kegiatan tertentu.

73.  Perubahan adalah merubah atau menyisipkan suatu naskah dinas.

74.  Pencabutan adalah suatu pernyataan tidak berlakunya suatu naskah dinas sejak ditetapkan pencabutan tersebut.

75.  Pembatalan adalah pernyataan bahwa suatu naskah dinas dianggap  tidak pernah dikeluarkan.

 

BAB II

TATA PERSURATAN DINAS

 

Pasal 2

Penyelenggaraan naskah dinas dilaksanakan meliputi:

a.    pengelolaan surat masuk;

b.    pengelolaan surat keluar;

c.    tingkat keamanan;

d.    kecepatan proses;

e.    pengetikan naskah dinas; dan

f.    warna dan kualitas kertas.

 

Pasal 3

Pengelolaan surat masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dilakukan melalui tahapan:

a.    penerima surat masuk menindaklanjuti surat yang diterima dengan cara:

1)  pengagendaan dan pengklasifikasian sesuai sifat surat serta didistribusikan ke unit   pengelola;

2)  unit pengelola menindaklanjuti sesuai dengan klasifikasi surat dan arahan pimpinan; dan

3)  surat masuk diarsipkan pada unit tata usaha.

b.    salinan surat jawaban yang mempunyai tembusan disampaikan  kepada yang berhak.

c.    alur surat menyurat diselenggarakan melalui mekanisme dari tingkat pimpinan tertinggi hingga ke pejabat struktural terendah yang berwenang.

 

Pasal 4

Pengelolaan surat keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dilakukan melalui tahapan:

a.    konsep surat keluar diparaf secara berjenjang dan terkoordinir sesuai tugas dan kewenangannya dan diagendakan oleh masing-masing unit tata usaha dalam rangka pengendalian;

b.    surat keluar yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diberi nomor, tanggal dan stempel oleh unit tata usaha pada masing-masing satuan unit kerja;

c.    surat keluar sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib segera dikirim; dan

d.    surat keluar diarsipkan pada unit tata usaha.

 

Pasal 5

Tingkat keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dilakukan dengan mencantumkan kode pada sampul naskah dinas meliputi:

a.    surat sangat rahasia disingkat SR, merupakan surat yang sifat materinya memiliki tingkat keamanan tinggi, erat hubungannya dengan keamanan dan keselamatan negara, jika disiarkan secara tidak sah atau jatuh kepada pihak yang tidak berhak akan membahayakan keamanan dan keselamatan negara;

b.    surat rahasia disingkat R, merupakan surat yang sifat materinya memiliki tingkat keamanan tinggi  erat hubungannya dengan keamanan dan keselamatan negara, jika disiarkan secara tidak sah atau jatuh kepada pihak yang tidak berhak akan merugikan negara;

c.    surat penting disingkat P, merupakan surat yang sifat materinya memiliki tingkat keamanan tinggi erat hubungannya dengan keamanan dan keselamatan negara, yang perlu segera ditindaklanjuti; dan

d.    surat biasa disingkat B, merupakan surat yang sifat materinya memiliki tingkat keamanan biasa dan disampaikan kepada yang berhak.

 

Pasal 6

Kecepatan proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, meliputi:

a.    amat segera/kilat, dengan batas waktu 24 jam setelah surat diterima dapat diberi tanda XXX pada pojok kanan atas surat atau pojok kanan atas lembar disposisi;

b.    segera, dengan batas waktu 2 x 24 jam setelah surat diterima dapat diberi tanda XX pada pojok kanan atas surat atau pojok kanan atas lembar disposisi;

c.    penting, dengan batas waktu 3 x 24 jam setelah surat diterima; dan

d.    biasa, dengan batas waktu maksimum 5 hari kerja setelah surat diterima.

 

 

Pasal 7

Pengetikan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e, menggunakan spasi 1 atau 1,5 sesuai kebutuhan dan menggunakan jenis huruf:

a.    Franklin Gothic Medium 12 untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum; dan

b.    Arial 12 untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat.

 

Pasal 8

Warna dan kualitas kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f, berwarna putih dengan kualitas baik.

 

BAB III

NASKAH DINAS

 

Bagian Kesatu

Bentuk dan Susunan

 

Pasal 9

Bentuk dan susunan naskah dinas lingkungan Kementerian Dalam Negeri meliputi:

a.    Bentuk dan susunan Produk Hukum; dan

b.    Bentuk dan susunan Surat.

 

Pasal 10

Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, terdiri atas:

a.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

b.    Peraturan Pemerintah;

c.    Peraturan Presiden;

d.    Keputusan Presiden;

e.    Peraturan Menteri;

f.     Peraturan Bersama Menteri; dan

g.    Keputusan Menteri.

 

Pasal 11

Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, terdiri atas:

a.    Instruksi Menteri;

b.    Surat Edaran;

c.    Surat Biasa;

d.    Surat Keterangan;

e.    Surat Perintah Tugas;

f.     Surat Perintah;

g.    Surat Izin;

h.    Perjanjian;

i.     Surat Perintah Perjalanan Dinas;

j.     Surat Kuasa;

k.    Surat Undangan;

l.     Surat Keterangan Melaksanakan Tugas;

m.   Surat Panggilan;

n.    Nota Dinas;

o.    Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

p.    Lembar Disposisi;

q.    Telaahan Staf;

r.     Pengumuman;

s.    Laporan;

t.     Rekomendasi;

u.    Surat Pengantar;

v.    Telegram/Surat Kawat/Radiogram;

w.   Kriptogram;

x.    Berita Acara;

y.    Notulen;

z.    Memo;

aa.  Daftar Hadir;

ab.  Piagam;

ac.  Sertifikat; dan

ad.  Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP).

 

Bagian Kedua

Penggunaan Kertas

 

Pasal 12

(1)  Kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum menggunakan jenis concorde atau kertas lain yang sejenis.

(2)  Kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat menggunakan:

a.  HVS 80 gram atau disesuaikan dengan kebutuhan; dan

b.  HVS diatas 80 gram atau jenis lain yang mempunyai nilai keasaman (PH) paling rendah 7 hanya terbatas untuk jenis naskah dinas tertentu.

 

Pasal 13

Ukuran kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.    surat menyurat menggunakan kertas folio/F4 (215 x 330 mm);

b.    laporan menggunakan kertas A4 (210 x 297 mm); dan

c.    pidato  menggunakan kertas A5 (165 x 215  mm).

 

BAB IV

PENGGUNAAN  ATAS NAMA, UNTUK BELIAU, UNTUK PERHATIAN,

AD INTERIM, PELAKSANA TUGAS DAN PELAKSANA HARIAN

 

Pasal 14

(1)   Atas nama yang disingkat a.n. merupakan jenis pelimpahan wewenang dalam hubungan internal antara atasan kepada pejabat setingkat di bawahnya.

(2)   Untuk beliau yang disingkat u.b. merupakan jenis pelimpahan wewenang dalam hubungan internal antara atasan kepada pejabat dua tingkat di bawahnya.

(3)   Untuk perhatian yang disingkat u.p. dipergunakan untuk mempermudah penyampaian dan mempercepat penyelesaian naskah dinas.

(4)   Ad interim yang disingkat a.i. merupakan jabatan sementara Menteri Dalam Negeri.

 

Pasal 15

(1)   Atas nama dan untuk beliau dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang digunakan namanya melalui naskah dinas.

(2)   Tanggung jawab pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) tetap berada pada pejabat yang melimpahkan wewenang dan pejabat yang menerima pelimpahan wewenang harus mempertanggungjawabkan kepada pejabat yang melimpahkan.

 

Pasal 16

(1)   Pelaksana tugas yang disingkat Plt merupakan pejabat sementara pada jabatan tertentu yang mendapat pelimpahan wewenang penandatanganan naskah dinas, karena tidak ada pejabat definitif.

(2)   Plt sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan:

a.  keputusan menteri untuk jabatan eselon I;

b.  keputusan menteri yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal atas nama menteri untuk jabatan eselon II; dan

c.  surat perintah tugas kepala biro, kepala pusat dan sekretaris unit kerja eselon I  atas nama eselon I untuk jabatan eselon III dan jabatan eselon IV.

(3)   Keputusan dan surat perintah tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 1 tahun sejak ditetapkan, dan dapat diperpanjang.

(4)   Plt sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas naskah dinas yang dilakukannya.

 

Pasal 17

(1)   Pelaksana tugas harian yang disingkat Plh merupakan pejabat sementara pada jabatan tertentu yang mendapat pelimpahan kewenangan penandatanganan naskah dinas, karena pejabat definitif berhalangan sementara.

(2)   Plh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan:

a.  keputusan menteri untuk jabatan eselon I;

b.  keputusan menteri yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama menteri untuk jabatan eselon II; dan

c.  surat perintah tugas Kepala Biro/Kepala Pusat atau sekretaris unit kerja eselon I  atas nama eselon I untuk jabatan eselon III dan jabatan eselon IV.

(3)   Keputusan dan surat perintah tugas plh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 3 bulan dan dapat diperpanjang.

(4)   Plh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertanggungjawabkan naskah dinas yang dilakukan kepada atasannya.

 

BAB V

PARAF, PENULISAN NAMA, PENANDATANGANAN DAN

PENDELEGASIAN PENANDATANGANAN, AUTENTIFIKASI

DAN PENGGUNAAN TINTA UNTUK  NASKAH DINAS

 

Bagian Kesatu

Paraf

 

Pasal 18

(1)   Setiap naskah dinas sebelum ditandatangani terlebih dahulu diparaf.

(2)   Paraf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda tangan singkat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas muatan materi, substansi, redaksi, dan pengetikan naskah dinas.

(3)   Paraf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a.  paraf hirarki; dan

b.  paraf koordinasi.

(4)   Paraf hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan paraf pejabat sesuai jenjang jabatan yang dibubuhkan searah jarum jam atau berbentuk matriks.

(5)   Paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan paraf pejabat sesuai substansi tugasnya pada masing-masing unit kerja yang berbentuk matriks.

 

Bagian Kedua

Penulisan Nama

 

Pasal 19

(1)   Penulisan nama menteri dan pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Dalam Negeri pada naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum tidak menggunakan gelar.

(2)   Penulisan nama menteri dan pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Dalam Negeri pada naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat disesuaikan dengan kebutuhan.

(3)   Penulisan nama pejabat eselon II, III dan IV, menggunakan pangkat dan Nomor Induk Pegawai.

 

Bagian Ketiga

Penandatanganan dan Pendelegasian Penandatanganan

Naskah Dinas di lingkungan Kementerian Dalam Negeri

 

 

Pasal 20

(1)   Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:

a.  Peraturan Menteri;

b.  Peraturan Bersama Menteri; dan

c.  Keputusan Menteri.

(2)   Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi:

a.  Instruksi Menteri;

b.  Surat Edaran;

c.  Surat Biasa;

d.  Surat Keterangan;

e.  Surat Perintah;

f.   Surat Perintah Tugas;

g.  Surat Izin;

h.  Perjanjian;

i.   Surat Kuasa;

j.   Surat Undangan;

k.  Surat Panggilan;

l.   Lembar Disposisi;

m. Pengumuman;

n.  Laporan;

o.  Rekomendasi;

p.  Telegram/surat kawat/Radiogram;

q.  Berita Acara;

r.   Memo;

s.  Piagam; dan

t.   Sertifikat.

 

Pasal  21

Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Badan atas nama Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum berupa Keputusan Menteri.

 

Pasal  22

(1)   Sekretaris Jenderal menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Kuasa;

h.  Surat Undangan;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

l.   Lembar Disposisi;

m. Telaahan Staf;

n.  Pengumuman;

o.  Laporan;

p.  Rekomendasi;

q.  Telegram/Surat Kawat/Radiogram;

r.   Berita Acara;

s.  Notulen; dan

t.   Memo.

(2)  Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Edaran;

b.  Surat Biasa;

c.  Surat Keterangan;

d.  Surat Perintah Tugas;

e.  Surat Perintah;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Undangan;

h.  Surat Panggilan;

i.   Nota Dinas;

j.   Pengumuman;

k.  Laporan;

l.   Surat Pengantar;

m. Telegram/Surat Kawat/Radiogram;

n.  Piagam; dan

o.  Sertifikat.

 

Pasal  23

(1)   Inspektur Jenderal menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Kuasa;

h.  Surat Undangan;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

l.   Lembar Disposisi;

m. Telaahan Staf;

n.  Pengumuman;

o.  Laporan;

p.  Rekomendasi;

q.  Surat Pengantar;

r.   Telegram/Surat Kawat/Radiogram;

s.  Berita Acara;

t.   Notulen; dan

u.  Memo.

(2)   Inspektur Jenderal atas nama Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Perjanjian;

f.   Surat Undangan;

g.  Surat Panggilan;

h.  Nota Dinas;

i.   Pengumuman;

j.   Laporan;

k.  Surat Pengantar;

l.   Telegram/Surat Kawat/Radiogram; dan

m. Sertifikat.

Pasal 24

(1)   Direktur Jenderal menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Kuasa;

h.  Surat Undangan;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

l.   Lembar Disposisi;

m. Telaahan Staf;

n.  Pengumuman;

o.  Laporan;

p.  Rekomendasi;

q.  Surat Pengantar;

r.   Telegram/Surat Kawat/Radiogram;

s.  Berita Acara;

t.   Notulen; dan

u.  Memo.

(2)   Direktur Jenderal atas nama Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Perjanjian;

f.   Surat Undangan;

g.  Surat Panggilan;

h.  Nota Dinas;

i.   Pengumuman;

j.   Laporan;

k.  Surat Pengantar;

l.   Telegram/surat kawat/Radiogram; dan

m. Sertifikat.

 

Pasal  25

(1)  Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Kuasa;

h.  Surat Undangan;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

l.   Lembar Disposisi;

m. Telaahan Staf;

n.  Pengumuman;

o.  Laporan;

p.  Rekomendasi;

q.  Surat Pengantar;

r.   Telegram/surat kawat/Radiogram;

s.  Berita Acara;

t.   Notulen; dan

u.  Memo.

(2)  Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan atas nama Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Perjanjian;

f.   Surat Undangan;

g.  Surat Panggilan;

h.  Nota Dinas;

i.   Pengumuman;

j.   Laporan;

k.  Surat Pengantar;

l.   Telegram/surat kawat/Radiogram; dan

m. Sertifikat.

 

Pasal 26

(1)   Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Kuasa;

h.  Surat Undangan;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

l.   Lembar Disposisi;

m. Telaahan Staf;

n.  Pengumuman;

o.  Laporan;

p.  Rekomendasi;

q.  Surat Pengantar;

r.   Telegram/surat kawat/Radiogram;

s.  Berita Acara;

t.   Notulen;

u.  Memo;

v.  Sertifikat; dan

w. STTPP.

(2)   Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan atas nama Menteri menandatangani naskah dinas, dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Undangan;

h.  Surat Panggilan;

i.   Nota Dinas;

j.   Pengumuman;

k.  Laporan;

l.   Rekomendasi;

m. Surat Pengantar;

n.  Telegram/surat kawat/Radiogram;

o.  Berita Acara;

p.  Piagam;

q.  Sertifikat; dan

r.   STTPP.

 

Pasal 27

(1)   Rektor IPDN menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Kuasa;

h.  Surat Undangan;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Lembar Disposisi;

l.   Telaahan Staf;

m. Pengumuman;

n.  Laporan;

o.  Rekomendasi;

p.  Surat Pengantar;

q.  Telegram/surat kawat/Radiogram;

r.   Berita Acara;

s.  Piagam;

t.   Sertifikat; dan

u.  STTPP.

(2)   Rektor IPDN atas nama Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Undangan;

h.  Surat Panggilan;

i.   Nota Dinas;

j.   Pengumuman;

k.  Laporan;

l.   Rekomendasi;

m. Surat Pengantar;

n.  Telegram/surat kawat/Radiogram;

o.  Berita Acara;

p.  Piagam;

q.  Sertifikat; dan

r.   STTPP.

 

Pasal 28

(1)   Naskah dinas setelah ditandatangani oleh pejabat yang mengatasnamakan atasannya harus menyampaikan tembusan naskah dinas tersebut kepada pejabat yang diatasnamakan.

(2)   Naskah dinas yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, Kepala Badan, Rektor IPDN atas nama Menteri Dalam Negeri harus menyampaikan tembusan naskah dinas tersebut kepada Menteri Dalam Negeri dan Sekretaris Jenderal.

(3)   Naskah dinas yang ditandatangani oleh Eselon I atas nama Menteri dalam bentuk dan susunan surat berupa piagam, sertifikat dan STTPP tidak memerlukan tembusan.

 

Pasal 29

Staf ahli menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.    Nota Dinas;

b.    Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

c.    Telaahan Staf; dan

d.    Laporan.

 

Pasal 30

(1)   Kepala Biro, Kepala Pusat, Sekretaris Unit Kerja eselon I, Kepala Sekretariat Korpri, Kepala Pusat Diklat Regional dan Kepala Balai Besar menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.   Surat Biasa;

b.   Surat Keterangan;

c.   Surat Perintah Tugas;

d.   Surat Perintah;

e.   Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.   Surat Perintah Perjalanan Dinas;

h.   Surat Kuasa;

i.    Surat Undangan;

j.    Surat Keterangan Melaksanakan Tugas;

k.   Surat Panggilan;

l.    Nota Dinas;

m. Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

n.   Lembar Disposisi;

o.   Telaahan Staf;

p.   Laporan;

q.   Surat Pengantar;

r.   Berita Acara;

s.   Notulen;

t.    Memo;

u.   Daftar Hadir; dan

v.   Sertifikat.

(2)   Kepala Pusat Data Informasi Komunikasi Dan Telekomunikasi, selain menandatangani naskah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga  menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat berupa kriptogram.

(3)   Kepala Biro, Kepala Pusat, Sekretaris Unit Kerja eselon I, Kepala Sekretariat Korpri, Kepala Pusat Diklat Regional dan Kepala Balai Besar atas nama eselon I menandatangani naskah dinas meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Perintah Perjalanan Dinas;

f.   Surat Undangan;

g.  Surat Panggilan;

h.  Nota Dinas;

i.   Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

j.   Telaahan Staf;

k.  Laporan;

l.   Surat Pengantar;

m. Berita Acara;

n.  Notulen;

o.  Daftar Hadir; dan

p.  Sertifikat.

(4)  Inspektur dan Direktur menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Izin;

f.   Perjanjian;

g.  Surat Perintah Perjalanan Dinas;

h.  Surat Kuasa;

i.   Surat Panggilan;

j.   Nota Dinas;

k.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

l.   Lembar Disposisi;

m. Telaahan Staf;

n.  Laporan;

o.  Surat Pengantar;

p.  Berita Acara;

q.  Notulen;

r.   Memo;

s.  Daftar Hadir; dan

t.   Sertifikat.

(5)   Inspektur dan Direktur atas nama eselon I menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Biasa;

b.  Surat Keterangan;

c.  Surat Perintah Tugas;

d.  Surat Perintah;

e.  Surat Panggilan;

f.   Nota Dinas;

g.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas; dan

h.  Surat Pengantar.

 

Pasal 31

Pejabat struktural yang juga berfungsi sebagai pejabat kuasa pengguna anggaran menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum berupa keputusan kuasa pengguna anggaran.

 

Pasal 32

(1)   Kepala Bagian, Kepala Sub Direktorat, Kepala Bidang dan Kepala Balai  menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.   Surat Keterangan;

b.   Surat Perintah;

c.   Surat Izin;

d.   Nota Dinas;

e.   Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

f.   Lembar Disposisi;

g.   Telaahan Staf;

h.   Laporan;

i.    Surat Pengantar;

j.    Notulen; dan

k.   Daftar Hadir.

(2)   Kepala Bagian, Kepala Sub Direktorat dan Kepala Bidang atas nama eselon II menandatangani naskah dinas meliputi:

a.  Surat Perintah;

b.  Surat Undangan;

c.  Surat Panggilan;

d.  Nota Dinas;

e.  Laporan;

f.   Surat Pengantar; dan

g.  Daftar Hadir.

 

Pasal 33

(1)   Kepala Subbagian, Kepala Seksi dan Kepala Sub Bidang menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Surat Keterangan;

b.  Nota Dinas;

c.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

d.  Telaahan Staf;

e.  Laporan; dan

f.   Notulen.

(2)   Kepala Subbagian atas nama Kepala Bagian, Kepala Seksi atas nama eselon III menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.  Nota Dinas;

b.  Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;

c.  Telaahan Staf;

d.  Laporan;

e.  Surat Pengantar; dan

f.   Notulen.

 

Pasal 34

Jabatan Fungsional menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:

a.    Nota Dinas;

b.    Telaahan Staf; dan

c.    Laporan.

 

Bagian Keempat

Autentifikasi

 

Pasal 35

Autentifikasi terhadap Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Menteri dilakukan oleh Kepala Biro Hukum.

 

Bagian Kelima

Penggunaan Tinta untuk Naskah Dinas

 

Pasal 36

(1)   Tinta yang digunakan untuk naskah dinas berwarna hitam.

(2)   Tinta yang digunakan untuk penandatanganan dan paraf naskah dinas berwarna biru tua.

(3)   Tinta yang digunakan untuk stempel berwarna ungu.

(4)   Tinta yang digunakan untuk keperluan keamanan naskah dinas berwarna merah.

 

BAB VI

STEMPEL

Bagian Kesatu

Jenis, Bentuk, Ukuran dan Isi

 

Pasal 37

Jenis stempel untuk naskah dinas di lingkungan Kementerian Dalam Negeri terdiri atas:

a.    Stempel jabatan;

b.    Stempel kementerian;

c.    Stempel UPT; dan

d.    Stempel pengaman.

 

Pasal 38

(1)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, huruf b dan huruf c berbentuk lingkaran.

(2)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d berbentuk empat persegi panjang.

 

Pasal  39

(1)   Ukuran stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, huruf b, dan huruf c, meliputi:

a.  ukuran garis tengah lingkaran luar stempel 4  cm;

b.  ukuran garis tengah lingkaran tengah stempel 3,8 cm;

c.  ukuran garis tengah lingkaran dalam stempel 2,7 cm; dan

d.  jarak antara 2 (dua) garis yang terdapat dalam lingkaran dalam 1 cm.

(2)  Ukuran stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d meliputi:

a.  ukuran panjang stempel 5 cm; dan

b.  ukuran lebar stempel 1 cm.

 

Pasal  40

(1)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a,  berisi tulisan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dengan pembatas tanda bintang dan lambang negara didalamnya.

(2)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b berisi tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan lambang negara dengan pembatas tanda bintang.

(3)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c berisi tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dengan pembatas tanda bintang dan logo UPT didalamnya.

(4)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d berisi tulisan Sangat Rahasia dan Rahasia.

 

Bagian Kedua

Penggunaan

 

Pasal  41

(1)   Pejabat yang berhak menggunakan stempel jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a adalah Menteri.

(2)   Pejabat yang berhak menggunakan stempel kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dan huruf c, adalah pejabat eselon I, eselon II dan pejabat yang diberi wewenang.

(3)   Stempel pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d digunakan sesuai dengan kebutuhan.

(4)   Pembubuhan stempel dilakukan pada bagian kiri tanda tangan pejabat yang menandatangani naskah dinas.

Bagian Ketiga

Penyimpanan dan Tanggung Jawab Penggunaan  Stempel

 

Pasal 42

(1)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a disimpan pada unit kerja yang membidangi tata usaha pimpinan.

(2)   Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dan huruf c, disimpan pada unit kerja yang membidangi ketatausahaan.

(3)   Pimpinan unit kerja yang membidangi ketatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertanggung jawab atas penggunaan stempel.

 

Bagian Keempat

Kode Pengamanan Stempel

Pasal 43

Kode pengamanan stempel untuk naskah dinas diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

BAB VII

KOP NASKAH DINAS

 

Bagian Kesatu

Jenis

 

Pasal 44

Jenis kop naskah dinas di lingkungan Kementerian Dalam Negeri terdiri atas:

a.    kop naskah dinas jabatan menteri;

b.    kop naskah dinas jabatan eselon I; dan

c.    kop naskah dinas unit kerja eselon I.

 

Bagian Kedua

Ukuran dan Isi

 

Pasal 45

(1)  Kop naskah dinas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a,  menggunakan:

a.  lambang negara berwarna kuning emas ukuran 2,5 cm simetris dibawahnya bertuliskan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dengan ukuran huruf 12, ditempatkan di bagian tengah atas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum; dan

b.  lambang negara berwarna kuning emas  dengan perisai berwarna ukuran 2,5 cm simetris dibawahnya bertuliskan  Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dengan ukuran huruf 12, ditempatkan di bagian tengah atas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat.

(2)   Kop naskah dinas jabatan eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, menggunakan lambang negara berwarna hitam ukuran 2,5 cm simetris dibawahnya bertuliskan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia ditempatkan di bagian tengah atas.

(3)   Kop naskah dinas unit kerja eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c memuat logo kementerian, tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, nama unit kerja eselon I, alamat, kode pos, nomor telepon, nomor faksimile, website, dan e-mail.

(4)   Tulisan pada kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c, untuk Kementerian Dalam Negeri menggunakan huruf Arial dengan ukuran 16, untuk nama unit kerja eselon I  huruf Arial dengan ukuran 18 dan untuk alamat dengan ukuran 10.

 

Bagian Ketiga

Penggunaan

 

 

Pasal 46

(1)  Kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a, digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh Menteri.

(2)  Kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh pejabat eselon I.

(3)  Kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c, digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh pejabat eselon II, atau pejabat yang diberi wewenang.

 

BAB VIII

SAMPUL DAN MAP NASKAH DINAS

 

Bagian Kesatu

Klasifikasi

 

Pasal  47

(1)   Sampul naskah dinas terdiri atas:

a.  sampul naskah dinas jabatan;

b.  sampul naskah dinas jabatan Sekretaris Jenderal;

c.  sampul naskah dinas jabatan eselon I; dan

d.  sampul naskah dinas unit kerja eselon II.

(2)   Map naskah dinas terdiri atas:

a.  map naskah dinas jabatan;

b.  map naskah dinas jabatan eselon I; dan

c.  map naskah dinas unit kerja eselon II.

 

Bagian Kedua

Bentuk, Warna, Jenis, Ukuran, Isi dan Huruf

 

Pasal 48

(1)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a dan  huruf b,  berbentuk empat persegi panjang dan berwarna putih.

(2)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf c dan huruf d, berbentuk empat persegi panjang dan berwarna coklat.

(3)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) menggunakan jenis kertas casing, koonstrok, dan bufallo.

Pasal 49

(1)   Map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a, berbentuk empat persegi panjang dan berwarna putih dan salem.

(2)   Map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b, berbentuk empat persegi panjang dan berwarna merah muda.

(3)   Map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf c, berbentuk empat persegi panjang dan berwarna kuning gading.

(4)   Map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) menggunakan jenis kertas  BC, koonstrok dan bufallo.

 

Pasal 50

(1)   Ukuran sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c meliputi:

a.  sampul kantong dengan ukuran panjang 39 cm dan lebar 28 cm; dan

b.  sampul seperempat folio dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 12 cm.

(2)   Ukuran sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf d, meliputi:

a.  sampul kantong dengan ukuran panjang 41 cm dan lebar 30 cm;

b.  sampul folio dengan ukuran panjang 36 cm dan lebar 25 cm;

c.  sampul setengah folio dengan ukuran panjang 26 cm dan lebar 20 cm; dan

d.  sampul seperempat folio dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 12 cm.

 

Pasal 51

Ukuran map sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), panjang 37 cm dan lebar 26 cm.

 

Pasal 52

(1)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a berisi lambang negara kuning emas dengan perisai berwarna dan tulisan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia di bagian pojok kiri atas.

(2)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf b berisi lambang negara warna hitam, tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan sekretaris jenderal di bagian pojok kiri atas.

(3)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf c berisi lambang negara warna hitam, tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia,  jabatan eselon I dan alamat serta website di bagian pojok kiri atas.

(4)   Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf d  berisi tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, nama unit kerja eselon I yang bersangkutan, alamat, kode pos, nomor telepon, faksimile dan website di bagian tengah atas.

 

Pasal 53

(1)   Halaman depan map naskah dinas jabatan  menteri berisi:

a.  lambang negara kuning emas dengan perisai berwarna dan tulisan Menteri Dalam Negeri di bawahnya ditempatkan pada bagian tengah atas.

b.  lambang negara kuning emas dan tulisan Menteri Dalam Negeri ditempatkan pada bagian tengah atas dan tulisan mohon tanda tangan pada bagian tengah map didalam garis bingkai.

(2)   Halaman depan map naskah dinas eselon I berisi lambang negara berwarna hitam, nama kementerian dan nama jabatan eselon I ditempatkan pada bagian tengah atas.

(3)   Halaman depan map naskah dinas eselon II berisi lambang kementerian, nama kementerian, nama unit kerja eselon I ditempatkan pada bagian tengah atas dan nama unit eselon II serta alamat di bagian tengah map di dalam garis bingkai.

 

Pasal 54

(1)   Huruf pada sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), Arial Narrow.

(2)   Huruf  pada sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a dan huruf b berukuran 14 dan 12.

(3)   Huruf pada sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a untuk tulisan Kementerian Dalam Negeri, nama unit kerja eselon I dan alamat berukuran 30, 34 dan 16.

(4)   Huruf pada sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b untuk tulisan Kementerian Dalam Negeri, nama unit kerja eselon I dan alamat berukuran 24, 28 dan 12.

(5)   Huruf pada sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c untuk tulisan Kementerian Dalam Negeri, nama unit kerja eselon I dan alamat berukuran 18, 22 dan 11.

(6)   Huruf pada sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d untuk tulisan Kementerian Dalam Negeri, nama unit kerja eselon I dan alamat berukuran 16, 20 dan 10.

 

Pasal 55

(1)   Huruf pada map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), Arial Narrow.

(2)   Huruf pada tulisan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a berukuran 18.

(3)   Huruf pada tulisan Menteri Dalam Negeri dan tulisan mohon tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b berukuran 18 dan 42.

(4)   Huruf pada nama Kementerian dan nama jabatan eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) berukuran 18.

(5)   Huruf pada nama Kementerian dan nama unit kerja eselon I  dan nama unit kerja eselon II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) berukuran 18, 42, dan 14.

 

BAB IX

JENIS, BENTUK, HURUF, UKURAN, ISI DAN PENEMPATAN

PAPAN NAMA

 

Pasal 56

Jenis papan nama  meliputi:

a.    papan nama kementerian;

b.    papan nama unit kerja eselon I; dan

c.    papan nama unit kerja pusat diklat regional atau balai besar.

 

Pasal 57

Bentuk papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 berbentuk empat persegi panjang dengan jenis huruf Arial.

 

Pasal 58

(1)   Ukuran papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, panjang 8 m lebar  2,2 m.

(2)   Huruf pada nama Kementerian dan alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a,  dengan ukuran tinggi 42 cm lebar 22 cm dan tinggi 10 cm lebar 6 cm.

(3)   Huruf nama unit kerja eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b, nama kementerian, nama unit kerja eselon I dan alamat dengan ukuran tinggi 30 lebar 15 cm, tinggi 42 cm lebar 22 cm dan tinggi 10 cm lebar 6 cm.

(4)   Huruf nama unit kerja pusat diklat regional dan balai besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, nama kementerian, nama unit kerja eselon I, unit kerja dan alamat dengan ukuran tinggi 30 lebar 15 cm, tinggi 25 cm lebar 10 cm, tinggi 42 cm lebar 22 cm dan tinggi 10 cm lebar 6 cm.

 

Pasal 59

(1)   Papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a berisi tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Utara No.7 Jakarta Pusat, 10110, Telepon. (021) 3450038.

(2)   Papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b berisi tulisan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, nama unit kerja eselon I, alamat, kode pos dan nomor telepon.

(3)   Papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c berisi tulisan  Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, nama unit kerja pusat diklat regional atau balai besar dan IPDN Kampus Daerah, alamat, kode pos dan nomor telepon.

(4)   Jenis bahan dasar, warna, besar huruf  papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur sesuai dengan kebutuhan.

 

Pasal 60

Papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, ditempatkan pada tempat yang strategis, mudah dilihat dan serasi dengan letak dan bentuk bangunan.

 

BAB X

PERUBAHAN, PEMBATALAN DAN PENCABUTAN

 

Pasal 61

(1)   Perubahan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilakukan oleh pejabat yang mengeluarkan/menetapkan.

(2)   Perubahan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e dan huruf f dilakukan oleh Menteri.

(3)   Perubahan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf g dilakukan oleh pejabat yang menandatangani atau dilakukan oleh Menteri.

(4)   Pembatalan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan oleh pejabat diatasnya.

(5)   Pencabutan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan oleh pejabat setingkat.

 

BAB XI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

 

Pasal 62

(1)   Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan naskah dinas.

(2)   Biro Organisasi melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan naskah dinas di lingkungan unit kerja eselon I  Kementerian Dalam Negeri.

 

BAB XII

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 63

Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran merupakan naskah dinas dalam bentuk produk hukum, yang diterbitkan dalam rangka pelaksanaan anggaran.

 

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 64

Format naskah dinas, penempatan a.n., penempatan u.b., penempatan u.p., penempatan a.i., penempatan Plt., dan penempatan Plh., penempatan paraf, bentuk stempel, ukuran stempel dan isi stempel, bentuk kop naskah dinas, bentuk kop sampul dan map naskah dinas dan bentuk papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 45, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 57 tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 65

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Departemen Dalam Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 66

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 28 Oktober 2010

MENTERI DALAM NEGERI,

 

ttd

 

GAMAWAN FAUZI    

 

 

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 November 2010

MENTERI HUKUM DAN HAM        

REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 536

 

Salinan sesuai dengan aslinya

Plt. KEPALA BIRO HUKUM

 

                   ttd

 

ZUDAN ARIF FAKRULLOH

        Pembina (IV/a)

NIP. 19690824 199903 1 001

 

Materi Kuliah : JENIS / RAGAM PENELITIAN


JENIS / RAGAM PENELITIAN

 

–          Penelitian dapat digolongkan / dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, antara lain berdasarkan:

  1. Tujuan;
  2. Pendekatan;
  3. Tempat;
  4. Pemakaian atau hasil / alasan yang diperoleh;
  5. Bidang ilmu yang diteliti;
  6. Taraf Penelitian;
  7. Teknik yang digunakan;
  8. Keilmiahan;
  9. Spesialisasi bidang (ilmu) garapan;

Juga ada Pembagian secara umum:

–           Berdasarkan hasil / alasan yang diperoleh :

  1. Basic Research (Penelitian Dasar): mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan;
  2. Applied Reseach (Penelitian Terapan) :  mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien.

–          Berdasarkan Bidang yang diteliti:

1.   Penelitian Sosial: Secara khusus meneliti bidang sosial : ekonomi, pendidikan, hukum dsb;

2.   Penelitian Eksakta<:Secara khusus meneliti bidang eksakta : Kimia, Fisika, Teknik; dsb;

–          Berdasarkan Tempat Penelitian :

  1. Field Research (Penelitian Lapangan / Kancah): langsung di lapangan;
  2. Library Research (Penelitian Kepustakaan) : Dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) dari penelitian sebelumnya;
  3. Laboratory Research (Penelitian Laboratorium) : dilaksanakan pada tempat tertentu / lab , biasanya bersifat eksperimen atau percobaan;

–          Berdasarkan Teknik yang digunakan :

1.   Survey Research (Penelitian Survei)         : Tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti:

2.   Experimen Research (Penelitian Percobaan) : dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti;

–          Berdasarkan Keilmiahan :

  1. Penelitian Ilmiah   : Menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian ilmiah / meyakinkan.Adadua kriteria dalam menentukan kadar / tinggi-rendahnya mutu ilmiah suatu penelitian yaitu :
    1. Kemampuan memberikan pengertian ayng jelas tentang masalah yang diteliti:
    2. Kemampuan untuk meramalkan : sampai dimana kesimpulan yang sama dapat dicapai apabila data yang sama ditemukan di tempat / waktu lain;

Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah :

a)      Purposiveness : fokus tujuan yang jelas;

b)      Rigor   : teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik;

c)      Testibility : prosedur pengujian hipotesis jelas

d)     Replicability    : Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;

e)      Objectivity      : Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;

f)       Generalizability           :           Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;

g)      Precision          : Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;

h)      Parsimony       : Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya.

  1. Penelitian non ilmiah :  Tidak menggunakan metode atau kaidah-kaidah ilmiah.

–           Berdasarkan Spesialisasi Bidang (ilmu) garapannya : Bisnis (Akunting, Keuangan, Manajemen, Pemasaran), Komunikasi (Massa, Bisnis, Kehumasan/PR, Periklanan), Hukum (Perdata, Pidana, Tatanegara, Internasional), Pertanian (agribisnis, Agronomi, Budi Daya Tanaman, Hama Tanaman), Teknik, Ekonomi (Mikro, Makro, Pembangunan), dll;

–          Berdasarkan dari hadirnya variabel (ubahan) : variabel adalah hal yang menjadi objek penelitian, yangd itatap, yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif. Variabel : masa lalu, sekarang, akan datang. Penelitian yangd ilakukan dengan menjelaskan / menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) adalah penelitian deskriptif ( to describe = membeberkan / menggambarkan). Penelitian dilakukan terhadap variabel masa yang akan datang adalah penelitian eksperimen.

–          Penelitian secara umum :

  • Penelitian Survei:
    • Untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada;
    • Mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok, daerah dsb;
    • Melakukan evaluasi serta perbandinagn terhadap hal yang telah dilakukan orang lain dalam menangani hal yang serupa;
    • Dilakukan terhadap sejumlah individu / unit baik secara sensus maupun secara sampel;
    • Hasilnya untuk pembuatan rencana dan pengambilan keputusan;
    • Penelitian ini dapat berupa :
  1. Penelitian Exploratif (Penjajagan): Terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti masih terbatas. Pertanyaan dalam studi penjajagan ini misalnya : Apakah yang paling mencemaskan anda dalam hal infrastruktur di daerah Kalbar dalam lima tahun terakhir ini? Menurut anda, bagaimana cara perawatan infrastruktur jalan dan jembatan yang baik?
  2. Penelitian Deskriptif : Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena; pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti menegmbangkan konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis;
  3. Penelitian Evaluasi            : mencari jawaban tentang pencapaian tujuan yang digariskan sebelumnya. Evaluasi disini mencakup formatif (melihat dan meneliti pelaksanaan program), Sumatif (dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur pencapaian tujuan);
  4. Penelitian Eksplanasi (Penjelasan)  : menggunakan data yang sama, menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis;
  5. Penelitian Prediksi            : Meramalkan fenomena atau keadaan tertentu;
  6. Penelitian Pengembangan Sosial : Dikembangkan berdasarkan survei yang dilakukan secara berkala: Misal : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kalbar, 1998-2003;
  • Grounded Research    : Mendasarkan diri pada fakta dan menggunakan analisis perbandingan; bertujuan mengadakan  generalisasi empiris, menetapkan konsep, membuktikan teori, mengembangkan teori; pengumpulan dan analisis data dalam waktu yang bersamaan. Dalam riset ini data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data. Ciri-cirinya : Data merupakan sumber teori dan sumber hipotesis, Teori menerangkan data setelah data diurai.

 

Uraian berdasarkan data;                                 Teori yang

Data    ——– Analisis menjadi konsep dan Hipotesis—–      menerangkan

                         Berdasarkan data                                              data

  • Studi Kasus     : Mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit yang menjadi subjek; tujuannya memberikan gambaran secara detail  tentang latar belakang, sifat, karakteristik yang khas dari kasus, yang kemudian dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasilnya merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal. Ruang lingkupnya bisa bagian / segmen, atau keseluruhan siklus /aspek. Penelitian ini lebih ditekankan kepada pengkajian variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil.
  • Penelitian Eksperimen : Dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta diadakan kontrol terhadap variabel tertentu; Untuk pengujian hipotesis tertentu; dimaksudkan untuk mengetahui hubungan hubungan sebab – akibat variabel penelitian; Konsep dan varaiabelnya harus jelas, pengukuran cermat. Tujuan penelitian ini untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab-akibat serta berapa besar hubungan sebab-akibat tersebut dengan cara memberikan perlakukan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menjediakan kontrol untuk perbandingan.

 

 

 

 

 

 

No. Penggolongan Menurut Jenis/Ragam Penelitian
1. Tujuan a.Eksplorasi;

b. Pengembangan;

c. Verifikasi

2. Pendekatan
  1. Longitudinal;
  2. Cross-sectional;
  3. Kuantitatif;
  4. Survei;
  5. Assessment;
  6. Evaluasi;
  7. Action Research;
3. Tempat
  1. Library;
  2. Laboratorium’
  3. Field
4. Pemakaian
  1. Pure;
  2. Applied
5. Bidang Ilmu
  1. Pendidikan ;
  2. Agama;
  3. Manajemen;
  4. Komunikasi;
  5. Administrasi;
  6. Keteknikan;
  7. Bahasa;
  8. Hukum;
  9. Sejarah;
  10. Antropologi;
  11. Sosiologi;
  12. Filsafat;
6. Taraf Penelitian
  1. Deskriftif;
  2. Eksplanasi
7. Saat terjadinya variabel
  1. Historis;
  2. Ekspos-Fakto;
  3. Eksperimen

 

Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

 

 

 

No. Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif
1. Kejelasan Unsur :

Tujuan, pendekatan, subjek, sampel,

Sumber data sudah mantap, rinci sejak awal

 

Subjek sampel, sumber data tidak mantap

Dan rinci, masih fleksibel, timbul dan berkembangnya sambil jalan

2. Langkah penelitian :

Segala sesuatu direncanakan sampai

Matang ketika persiapan disusun

 

Baru diketahui denagn mantap dan jelas setelah penelitian selesai

3. Hipotesis (Jika memang perlu)

  1. Mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian;
  2. Hipotesis menentukan hasil yang diramalkan— a priori

 

 

Tidak menegmukakan hipotesis sebelumnya, tetapi dapat lahir selama penelitian berlangsung— tentatif

Hasil penelitian terbuka

4. Disain :

Dalam disain jelas langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan

 

Disain penelitiannya fleksibel dengan langkah dan hasil yang tidak dapat dipastikan sebelumnya;

5. Pengumpulan data :

Kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk diwakilkan

 

Kegiatan pengumpulan data selalu harus dilakukan sendiri oleh peneliti.

6. Analisis data :

Dilakukan sesudah semua data terkumpul.

 

Dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data

 

 

TUJUAN PENELITIAN :

 

Secara umum ada empat tujuan utama :

1.Tujuan Exploratif (Penemuan) : menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu;

  1. Tujuan Verifikatif (Pengujian): menguji kebenaran sesuatu dalam bidang yang telah ada;
  2. Tujuan Developmental (Pengembangan) : mengembangkan sesuatu dalam bidang yang telah ada;
  3. Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)

 

PERANAN PENELITIAN

 

1.   Pemecahan Masalah          : meningkatkan kemampuan untuk menginterpretasikan fenomena-fenomena dari suatu masalah yang kompleks dan kait mengkait;

2.   Memberikan jawaban atas pertanyaan dalam bidang yang diajukan : meningkatkan kemampuan untuk menjelaskan atau menggambarkan fenomena-fenomena dari masalah tersebut;

3.   Mendapatkan pengetahuan / ilmu baru :

 

 

PERSYARATAN PENELITIAN :

 

  1. Mengikuti konsep ilmiah;
  2. Sistematis : Pola tertentu;
  3. Terencana        :

 

Penelitian dikatakan baik bila :

1.   Purposiveness        : Tujuan yang jelas;

2.   Exactitude             :  Dilakukan dengan hati-hati, cermat, teliti;

3.   Testability             : Dapat diuji atau dikaji;

4.   Replicability          : Dapat diulang oleh peneliti lain;

5.   Precision and Confidence : Memiliki ketepatan dan keyakinan jika dihubungkan dengan populasi atau sampel;

6.   Objectivity                        : Bersifat objektif;

7.   Generalization       :  Berlaku umum;

8.   Parismony             : Hemat, tidak berlebihan;

9.   Consistency           : data atau ungkapan yang digunakan harus selalu sama bagi kata atau ungkapan yang memiliki arti sama;

10. Coherency             : Terdapat hubungan yang saling menjalin antara satu bagian dengan bagian lainnya.

 

PROSEDUR / LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN :

 

Garis besar :

  1. Pembuatan rancangan;
  2. Pelaksanaan penelitian;
  3. Pembuatan laporan penelitian

 

Bagan arus kegiatan penelitian

 

  1. Memilih Masalah; memerlukan kepekaan
  2. Studi Pendahuluan; studi eksploratoris, mencari informasi;
  3. Merumuskan Masalah;  jelas, dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa
  4. Merumuskan anggapan dasar; sebagai tempat berpijak, (hipotesis);
  5. Memilih pendekatan; metode atau cara penelitian, jenis / tipe penelitian : sangat emenentukan variabel apa, objeknmya apa, subjeknya apa, sumber datanya di mana;
  6. Menentukan variabel dan Sumber data; Apa yang akan diteliti? Data diperoleh dari mana?
  7. Menentukan dan menyusun instrumen; apa jenis data, dari mana diperoleh? Observasi, interview, kuesioner?
  8. Mengumpulkan data; dari mana, dengan cara apa?
  9. Analisis data; memerlukan ketekunan dan pengertian terhadap data. Apa jenis data akan menentukan teknis analisisnya
  10. Menarik kesimpulan; memerlukan kejujuran, apakah hipotesis terbukti?

Menyusun laporan; memerlukan penguasaan bahasa yang baik dan benar.